Oleh: Anggita Safitri (Mahasiswi UHO)
“Negeri yang penuh konflik” adalah kalimat yang dapat menggambarkan keadaan Indonesia saat ini. Pasalnya, konflik yang ada tak kunjung usai, mulai dari masalah ekonomi, korupsi, tenaga kerja, hingga OPM (Organisasi Papua Merdeka).
Tentu bagi kita para penggiat media sosial dan sering membaca berita pasti tidak asing lagi dengan OPM. Kelompok ini banyak melakukan tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan terhadap warga sipil. Mereka belum juga ditetapkan sebagai teroris hanya disebut sebagai kelompok bersenjata. Padahal definisi teroris semua ada pada kelompok ini.
Kondisi papua saat ini kembali tak kondusif disebabkan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum tersebut ditujukan kepada warga sipil non-Papua agar meninggalkan wilayah Kabupaten Nduga. Ultimatum tersebut disampaikan pentolan TPNPB-OPM, Egianus Kogeya melalui media sosial Facebook TPNPB pada Sabtu (23/2/2019). Ada 7 poin ultimatum yang diberikan kepada pihak Indonesia, satu diantaranya yaitu berisi ancaman tembak kepada warga non-Papua yang masih berada di Kabupaten Nduga. Mereka beranggapan bahwa warga non-Papua adalah anggota TNI/Polri yang menyamar, bahkan Egianus menegaskan bahwa TPNPB tidak akan berhenti perang sampai ada pengakuan kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Diduga, OPM adalah kelompok yang tidak berdiri sendiri akan tetapi dibacking oleh asing, terbukti bahwa mereka memiliki senjata Australia dan sniper, sejumlah pasukan TPNPB bahkan terlihat membawa senjata modern jenis senapan serbu Steyr AUG. Menurut Gardanasional.id, Steyr AUG merupakan senjata canggih untuk perang kota. Diketahui, Steyr AUG telah dikembangkan sejak akhir 1960-an oleh perusahaan Steyr-Daimler-Puch Austria untuk Angkatan Darat mereka. Selain memiliki senjata modern, TPNPB juga mengklaim memiliki pasukan elite. Pasukan ini merupakan penembak jitu yang siap membunuh lawan (Sumber Viva.co.id, 22/3/2018).
Kasus diatas dapat menjadi contoh hasil yang lahir dari sistem saat ini. Dimana memberikan kebebasan bagi setiap orang ataupun kelompok untuk melakukan tindakan seenaknya. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya sanksi atau kebijakan yang tegas dari penguasa bagi kelompok tersebut.
Penguasa hanya sibuk mengurusi perebutan kekuasaan dengan tidak memberikan solusi yang pasti, akhirnya membuat banyak nyawa melayang, mulai dari warga, para pekerja di Papua hingga TNI yang sedang bertugas. Kini kenyamanan dan keamanan semakin jauh dari rakyat khususnya warga sipil di Papua. Selain itu, penerapan sistem sekuler demokrasi di Indonesia membuat rezim tidak bisa bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok separatis.
Sikap pemerintah bahkan nampak mendua dalam menyikapi munculnya semangat kebangkitan umat Islam dengan rekam jejak OPM yang jelas-jelas membawa disintegrasi bangsa.
Rezim saat ini tegas dalam menghalangi kebangkitan Islam dengan mengerahkan seluruh apa yang mereka kuasai, khususnya media dan membungkam para pejuangnya. Padahal dengan kebangkitan Islamlah negeri ini akan aman, tidak membedakan suku, ras, kepercayaan dan status sosial.
Hanya sistem Islam yang akan melindungi dan menutup celah bagi Negara dari ancaman separatisme yakni dengan penerapan sistem aturan yang mensejahterakan bagi semua dan mencegah segala bentuk intervensi asing. Karena Islam memiliki segala aturan bagi seluruh manusia, yang bersumber dari Sang Pencipta, yang Maha mengetahui dan Maha sempurna. Wallahua’lam bi ash-shawab.
Komentar