Oleh: Anggita Safitri (Mahasiswi UHO)
Menghisap darah adalah cara vampir untuk bertahan hidup. Begitulah kiranya cerita yang populer tentang vampir dalam film-filmnya. Vampir tak dapat bertahan hidup apabila tidak memakan darah. Perumpamaan yang sama dengan sistem ekonomi neoliberal. Dimana sistem ekonomi ini menjadikan pajak sebagai darah bagi pertumbuhannya.
Sebagaimana yang kita ketahui saat ini bahwa semakin canggihnya teknologi dan banyaknya sosial media menjadikan pula banyak para pedagang yang memanfaatkan teknologi. Selebgram ataupun Youtuber yang meraup rupiah berkat teknologi dan media sosial juga semakin banyak.
Hal yang terjadi baru-baru ini adalah adanya implementasi dari Peraturan Menkeu 210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Dengan adanya peraturan tersebut maka para pedagang online wajib dikenakan pajak. Akan tetapi hal yang membuat kita cukup geleng-geleng kepala yaitu bahwa akan diberlakukan juga hal yang sama pada Youtuber dan Selebgram.
Perkara yang cukup mengejutkan banyak orang, akan tetapi kalau kita mau telusuri lagi, bukan menjadi hal yang asing lagi di sistem yang mengandalkan pajak sebagai penunjang pertumbuhan ekonominya. Bahkan hampir semua fasilitas untuk masyarakat dikenakan pajak. Sehingga merugikan bahkan mendzalimi rakyatnya sendiri.
Perbedaan mencolok sangat terlihat, ketika kondisi saat ini dibandingkan ketika peradaban Islam menguasai dunia. Selama 13 abad peradaban Islam menaungi setiap penjuru bumi, seorang intelektual barat yaitu Bernard Lewis dalam bukunya What Went Wrong? Mengatakan “Islam merupakan kekuatan militer yang paling besar di dunia dan ekonominya adalah kekuatan ekonomi terdepan di dunia. Islam telah mencapai tingkat tertinggi dalam sejarah manusia dalam seni dan ilmu pengetahuan.” Pernyataan itu menjadi pengakuan bahwa Islam adalah sistem terbaik.
Sebagai contoh, pada masa sistem pemerintahan Islam bahkan banyak fasilitas yang diberikan oleh Negara secara gratis seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan bagi rakyatnya. Hal itu memungkinkan karena sistem ekonomi Islam tegak diatas paradigma yang lurus dengan mengoptimalkan anugerah kekayaan alam yang diberikan Allah, serta mengelolanya dengan cara yang benar. Hasilnya pun dikembalikan kepada rakyat dengan memberikan fasilitas gratis untuk menunjang kesejahteraan mereka.
Dengan adanya sejarah Islam yang real dan fakta bahwa sistem saat ini tidak memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat, maka seharusnya menjadi tamparan bagi kita semua untuk kembali kepada syariat Allah, dengan menegakkan syariat-Nya diatas muka bumi. Agar keadilan dan kesejahteraan yang didambakan dapat terwujud. Wallahua’lam.
Komentar