17 Agustus, Sudahkah Indonesia Merdeka?

Opini859 views

Oleh: Fitriyani Thamrin Mardhan, S.Pd., M.Si

17 Agustus menjadi momen penting dan bersejarah bagi Indonesia. 74 tahun yang lalu Agustus menjadi saksi para pahlawan bangsa dalam berjuang membebaskan negeri dari para penjajah. Berbagai strategi dan rencana dilakukan demi memperoleh sebuah kebebasan dari penjajahan oleh Negara lain. Jika bukan karena keikhlasan dan keberanian para pahlawan kita, Indonesia tinggallah nama. 

Proklamasi kian menggetarkan seantero Nusantara ketika dibacakan oleh  Ir.Soekarno. Saat itulah, Kemerdekaan telah dikantongi Indonesia. Tak ada lagi penjajahan yang merajalela di berbagai wilayah Indonesia. Begitulah, sejarah indah yang membuat kita bangga. Sehingga setiap tanggal 17 Agustus, bendera merah putih berkibar di setiap rumah tanda bahagianya rakyat. Merayakannya dengan upacara di setiap sekolah dan instansi, mengadakan karnaval, berbagai perlombaan, baik antar sekolah, kecamatan hingga antar provinsi.

Sejenak, tengoklah kembali Negeri tercinta kita ini. Sudahkah ia benar-benar “Merdeka”? Jika kita kembali menilik arti kata “Merdeka” dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka mempunyai tiga arti: Pertama, Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; Kedua, Tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan Ketiga, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. 

Belenggu penjajah dalam hal peperangan memang tak lagi tampak di pelupuk mata, tak ada perang fisik. Bangsa ini telah lepas darinya. Namun, coba tengok keberadaan Bangsa kita dimata bangsa lain, sudahkah kita terlepas dari kebergantungan kepada Negara lain? Atau bahkan cengkeraman pihak asing. Disaat masih terdengar hutang Luar Negeri tembus diatas 5 ribu Triliyun Rupiah (hingga Mei 2019, cnnindonesia.com). Disaat berbagai kekayaan sumber daya alam negeri di eksploitasi besar-besaran. Tambang emas terbesar Indonesia PT. Freeport menjadi gambaran dari sekian banyak kekayaan alam kita yang terkuras habis.

Indonesia itu kaya. Namun tidakkah kita heran ketika penduduknya banyak yang berada dibawah garis kemiskinan? Badan Pusat statistik mencatat hingga maret 2019 ada 25,14 juta penduduk miskin, dengan pendapatan perkapita Rp. 401.220 perbulan. Itu artinya jika pendapatan di atas niai tersebut maka tidak tercatat sebagai warga miskin. Padahal kita sendiri tahu bahwa kebutuhan terus semakin meningkat; harga sembako, bahan bakar, dll. Belum lagi jika dalam satu KK terdapat beberapa tanggungan anak. Sementara lapangan pekerjaan kurang dan pengangguran terus naik. Kemiskinan tentu akan terus menghiasi Negeri ini. Lalu kemana kekayaan alam Negeri ini? Begitulah,  Indonesia masih dalam cengkeraman penjajahan gaya baru, yang sering dikenal dengan Neoimperialisme. 

Neo-imperialisme adalah penjajahan gaya baru yang justru lebih berbahaya dan mematikan. Ibarat penyakit, seorang merasa tubuhnya sehat bugar, padahal penyakit kronis telah menggerogoti tubuhnya hingga habis. Penjajahan gaya baru ini mampu menghipnotis penduduknya dalam ketenangan. Seolah tak ada masalah apapun, sebab secara fisik negerinya aman dan terbebas dari peperangan. Namun, secara fakta segala aturan yang ada tidak lepas dari model dan rancangan penjajah. Lewat agen-agennya: penguasa antek penjajah maupun LSM yang didanainya.

Hal ini memberi dampak besar, yakni kebijakan diberbagai bidang yang tidak lepas dari Undang-Undang yang berpihak pada kepentingan penjajah. Dengan ideologi kapitalismenya mereka menguras kekayaan negeri ini. Di Bidang ekonomi: dengan segala kebijakan privatisasi BUMN, pengurangan dan pencabutan subsidi dan penguasaan asing dalam aset-aset negara seperti PT Freeport. Dibidang keuanganpun, Negeri ini masih dalam penjajahan dolar. Begitupun dibidang layanan umum seperti pendidikan dan kesehatan  tidak lepas dari kapitalisme. Melambungnya biaya pendidikan juga menjadi bukti sulitnya tuntutan hidup dalam Negeri ini.

Belum lagi di Bidang kesehatan dengan program BPJS. Kesehatan tidak lagi menjadi hak rakyat yang harus dilayani Negara. Tapi rakyat dibiarkan dengan susah payah melayani kesehatan dirinya dengan membayar iuran-iuran yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negeri ini masih terjajah!

Maka tak heran, carut-marut permasalahan negeri ini seolah tak ada habisnya. Berita di televisi membuat mata dan telinga lelah mendengar tindak kriminal yang terjadi setiap saat. Generasi terpapar narkoba, seks bebas, ayah membunuh anak, anak membunuh ibu, korupsi di mana-dimana, pembunuhan, pemerkosaan, eksploitasi perempuan, penculikan, rezim yang sibuk dengan bagi-bagi kekuasaan ditengah rakyatnya yang semakin terperosok, dan masih banyak lagi permasalahan. Sungguh membuat kita muak berhadapan dengan hal seperti ini. Indonesia semakin melemah, ibarat seorang yang sakit dan berada di ujung kematian.

Kemerdekaan yang Hakiki

Sungguh, Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari penjajahan. Kapitalisme masih membelenggu hingga saat ini. Bukan hal yang tidak mungkin untuk bisa terlepas darinya. Sebab, kemerdekaan hakiki sebenarnya telah dipersiapkan bagi sebuah negara yang benar-benar menginginkan hal itu. Kemerdekaan yang hakiki adalah terlepasnya diri dari penghambaan kepada manusia, beralih kepada penghambaan kepada Allah semata. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah mencontohkan. Bersama para sahabat, beliau mendakwahkan Islam sebagai solusi segala problem umat hingga berdirinya sebuah negara yang menerapkan sistem Islam.

Negara islam pernah berjaya lebih dari 13 abad, tanpa adanya campur tangan dari pihak asing. Negara Islam mengelola sumber daya alamnya dengan sistem Islam. Sebagaimana tidak ada aturan paling sempurna dan paripurna selain Islam. Bahkan selama lebih dari 13 abad itu hanya tercatat sekitar 200 tindak kriminal. Negara Islam ini juga pernah melahirkan para ilmuan, yang sampai hari ini telah kita aplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti ilmu kesehatan yang ditemukan oleh Ibnu Sina, yang saat ini kita kenal dengan sebutan Avicenna. Ada Al-Khawarizmi, ahli matematika Islam yang dikenal sebagai penemu aljabar, algoritma, dan sistem penomoran. Al-Khawarizmi juga dikenal ahli diberbagai bidang, seperti astrologi dan astronomi. Ada Ibn al Haytham yang dikenal sebagai Bapak Optik Modern. Karyanya yang terkenal adalah Kitab al-Manazir (Book of Optics) yang hingga kini diakui sebagai rujukan ilmu optik. Jadi, kacamata bahkan handphone yang sehari-hari kita gunakan ini adalah bagian dari penemuan ilmuan muslim. Dan masih banyak lagi.

Terdapat pula satu masa dibawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang rakyatnya tidak terdapat satu pun layak menerima zakat. Itu artinya, rakyat miskin tak ada. Allahu akbar! Lalu apa kabarnya Indonesia hari ini? Maukah kita menjadikan negeri tercinta kita ini mendapatkan kemerdekaan yang hakiki? Mari, lepaskan belenggu ideologi kapitalisme dan menerapkan ideologi Islam sebagai solusi atas seluruh permasalahan dalam bingkai negara. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Tuhan semesta alam, Allah SWT.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Komentar