Oleh: Sartinah (Komunitas Peduli Umat, Member Akademi Menulis Kreatif)
BPJS Kesehatan tengah dirundung derita. Lembaga yang menjadi harapan masyarakat guna menyandarkan kesehatannya, kini mengalami defisit kas. Bahkan hingga saat ini diestimasikan defisitnya sekitar Rp28 triliun. Dengan rincian Rp9,1 triliun defisit tahun lalu dan Rp19 triliun defisit di 2019.
Di tengah sengkarutnya kondisi BPJS, secercah harapan datang bak angin segar di antara krisis yang melanda. Sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan perihal ketertarikan Perusahaan Asuransi Cina yaitu Ping An Insurance untuk ikut membenahi sistem informasi dan teknologi (IT) milik BPJS Kesehatan. Namun, Luhut menegaskan, belum ada satu pun kerja sama yang disepakati antara Ping An Insurance dan BPJS Kesehatan.
Grup Ping An merupakan perusahaan pengelola jasa keuangan pada 3 divisi yakni asuransi, investasi, dan perbankan. Ping An Insurance sebagai bagian dari grup Ping An adalah perusahaan asuransi terbesar di Cina dengan kapitalisasi pasar sebesar US$230 miliar dan memiliki aset mencapai US$1,3 triliun. Perusahaan asuransi ini juga menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. (CNBC Indonesia, 26 Agustus 2019)
Terkait rencana kerja sama BPJS Kesehatan dengan perusahaan asal Cina tersebut, mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli menduga ada potensi bahwa data-data kesehatan masyarakat Indonesia bisa disimpan oleh negara tirai bambu tersebut. Sebagaimana diketahui, hingga 30 Juni 2019, peserta BPJS Kesehatan sebanyak 222,5 juta jiwa. Tak heran ia pun mempertanyakan maksud pemerintah untuk mempertimbangkan tawaran bantuan tersebut.
Ketidaksepakatan rencana kerja sama tersebut juga ditunjukan oleh mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu. Beliau mempertanyakan selera Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang kerap meminta bantuan Cina. Menurutnya, sebelum BPJS Kesehatan, Luhut juga meminta bantuan pada Industrial and Commercial Bank of Cina (ICBC) Aviation Co. Ltd agar mau meringankan beban sewa (leasing) pesawat milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (CNN Indonesia, Sabtu, 29/08/2019)
Inilah fakta miris negeri ini. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ternyata masih kelimpungan membiayai kesehatan rakyatnya. Lebih menyedihkan lagi, solusi yang diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan carut-marutnya jaminan kesehatan tersebut, yakni dengan ‘menengadah’ pada bantuan asing. Tanpa sadar posisi negeri ini sudah menjadi negara pengekor yang segalanya tergantung pada asing.
Krisis BPJS Kesehatan hanyalah satu dari sekian banyak fakta yang menunjukkan buruknya pengurusan negara di bawah rezim kapitalis. Fakta lain, sebut saja terkait utang, kini pun telah mencapai jumlah fantastis. Kemenkeu mencatat per Juni 2019 utang negeri ini mencapai Rp4.570,7 triliun. (CNN Indonesia.com, 17/7/2019)
Terbukanya keran investasi juga menjadi jalan penjajahan gaya baru. Ketidakmampuan negara dalam mengelola sendiri perekonomiannya, menjadi faktor penting terpuruknya ekonomi negara hingga tak mampu menjadi negara mandiri dan berdikari (berdiri di bawah kaki sendiri). Terlebih, banyaknya sumber daya alam yang seharusnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, kini dikuasai swasta atau asing.
Hal ini tentu saja tak lepas dari diterapkannya sistem kapitalis liberal yang telah lama membelenggu negeri ini. Sistem yang telah nyata menciptakan banyak malapetaka bagi manusia, sehingga sangat tidak mampu menopang sebuah peradaban dunia. Fakta membuktikan bahwa suatu negara akan tetap terjajah baik secara ekonomi, politik, hukum, maupun budaya selama kapitalisme masih diemban dan dijadikan sebagai landasan sebuah negara.
Tak heran jika negeri ini menjadi salah satu yang terjajah dan bergantung segalanya pada asing. Sebut saja terkait masalah impor yang ugal-ugalan, utang luar negeri, dosen asing, hingga BPJS pun harus meminta bantuan pada asing, terutama Cina. Sekali lagi, hal ini menjadi bukti ketidakberdayaan Indonesia karena tidak memiliki basis ideologi. Apa yang selama ini mereka sebut sebagai ideologi bangsa, nyatanya tidak mampu menjadikan negeri ini mandiri dan berdaya.
Sebagai sebuah bangsa yang besar, negeri ini harus memiliki basis ideologi yang kokoh, sehingga mampu bangkit dari keterpurukan dan ketergantungan dari negara lain. Termasuk melepaskan diri dari predikat sebagai bangsa pengekor yang selalu berada di bawah kendali asing. Dan Islam adalah sebaik-baik landasan hidup sebuah negara. Kemandirian dan kekokohan negara pada masa kegemilangan Islam telah tercermin dalam seluruh aspek kehidupan, baik bidang politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan sosial yang seluruhnya berlandaskan syariat Islam.
Hal ini telah terbukti selama kurun waktu empat belas abad lamanya. Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah Islam telah mampu merubah peradaban gelap jahiliah menuju peradaban Islam yang agung dan tersohor nyaris di seluruh penjuru dunia.
Sistem warisan Rasulullah pun terbukti mampu menciptakan negara adidaya yang mandiri, berwibawa, dan disegani negara lain. Dengan demikian, hanya dengan sistem rancangan Allah Swt yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, akan mengembalikan negeri ini pada kedaulatan hakiki, serta tak lagi bergantung dan menghamba pada asing.
Wallahu a’lam bish shawab
Komentar