Banjir Sulawesi Bukan Bencana Alam Biasa

Opini444 views

Oleh: Rismawati (Mahasiswi UMK)

Belum sembuh duka yang menimpa saudara-saudara kami di Lombok kemudian Allah juga memberi ujian Gempa di Palu dan saat ini tibalah giliran Sulawesi, dimana Allah memberi ujian berupa banjir di berbagai wilayah, di antara wilayah tersebut adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. 

Dalam bencana kali ini memang tidak merenggut banyak korban yang meninggal, namun menghasilkan kerugian yang sangat drastis bahkan membuat masyarakat berlarian untuk mengungsi di tempat yang aman.

Seperti yang di lansir oleh TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA,  bahwa puluhan ribu warga di beberapa wilayah Sulawesi dilaporkan terdampak banjir karena tingginya intensitas curah hujan di wilayah tersebut hingga Senin (10/6/2019).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga telah menyebutkan bahwa sejumlah kabupaten terdampak banjir di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Bencana di beberapa provinsi tersebut menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi dan kerusakan pada sektor pemukiman, pertanian, perikanan serta fasilitas umum.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melaporkan perkembangan situasi per 9 Juni 2019, banjir di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara mengakibatkan 1.091 KK atau 4.198 jiwa mengungsi.

Musibah banjir melanda Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Bencana di beberapa provinsi tersebut menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi dan kerusakan pada sektor pemukiman, pertanian, perikanan serta fasilitas umum.

Enam kecamatan terimbas banjir adalah Andowia, Asera, Oheo, Landawe, Langgikima, dan Wiwirano. Kecamatan Asera merupakan kecamatan dengan jumlah desa terdampak paling tinggi yaitu 13 desa. Banjir ini juga mengakibatkan 72 rumah hanyut dan ribuan lain terendam.

“Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Konawe Utara masih melakukan pendataan di lapangan. Kerusakan sektor pertanian mencakup lahan sawah 970,3 ha, lahan jagung 83,5 ha dan lainnya 11 ha, sedangkan sektor perikanan pada tambak seluas 420 ha,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Senin (10/6/2019).

Terjadinya banjir tersebut bisa jadi dipicu oleh banyaknya tambang dan perkebunan sawit yang beroperasi di bagian Sulawesi, terkhusus di Sulawesi Tenggara. Beberapa warga mengatakan bahwa bencana banjir yang terjadi di bagian Konut itu dipicu oleh tambang, sebab keberadaan tambang tersebut mengakibatkan kurangnya pepohonan akibat penebangan liar yang mana lokasinya akan dijadikan lapangan penambangan.

“Ada kebijakan pemerintah yang kami duga memicu terjadinya banjir. Terkait dengan penutupan hutan sebesar 8,8 persen untuk perusahaan tambang dan perkebunan sawit,” ungkap Saharuddin Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra. KENDARIPOS.CO.ID

Dengan adanya pernyataan tersebut seharusnya pemerintah segera mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Sulawesi tenggara. Jika benar adanya bahwa tambang dan perkebunan sawitlah yang memicu adanya banjir di Konut bagian Provinsi Sulawesi Tenggara, itu artinya pemerintah harus segera meminta agar perusahaan tersebut berhenti beroperasi dan memperbaiki apa yang telah rusak akibat dari penambangan tersebut. Sehingga lingkungan tidak tercemar dan dapat mencegah terjadinya banjir saat hujan melanda Sulawesi Tenggara.

Selain itu, tindakan pemerintah dalam hal ini semestinya terjun langsung untuk menangani masalah banjir yang melanda negeri ini agar masyarakat juga dapat memenuhi hak-haknya sebagai warga negara Indonesia. Jika kita lihat saat ini masih korban banyak yang kekurangan penanganan. Tidak hanya korban banjir di Sulawesi Tenggara, akan tetapi juga para korban bencana alam yang lain yang berada di Lombok dan Palu yang masih harus mengungsi di pondok yang tak layak huni.

Pemimpin dalam pemerintahan Islam dalam menangani masalah rakyat

Berbeda dengan pemimpin dalam masa kejayaaan islam yang senantiasa akan selalu mengutamakan rakyat diatas kepentingan pribadinya. Sebagaimana dahulu seorang pemimpin Islam menorehkan sejarahnya sepanjang masa tdalam menangani masalah rakyatnya saat dilanda bencana paceklik. Siapa dia? Dialah sang Khalifah Umar atau dikenal sebagai Amirul Mukminin. Saat itu beliau memberikan segalanya kepada rakyatnya hingga tidak ada yang dapat diberikan lagi. Kemudian Khalifah Umar mengirim surat kepada Gubernurnya yaitu Abu Musa di Bashrah dan Amru bin Ash di Mesir yang berisi, “Bantulah umat Muhammad, mereka hampir binasa”.

Kemudian kedua gubernur mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar hingga mencukupi kebutuhan pangan rakyat yang mengalami musibah kekeringan. Selain itu, Khalifah Umar pun senantiasa bermunajat kepada Allah melalui doa meminta turun hujan bersama paman Nabi, Abbas.

Sungguh sangatlah agung dan mulia sikap Khalifah Umar bin Khattab dalam mengayomi rakyatnya. Ia tak malu untuk terjun langsung menjadi pelayan bagi rakyatnya yang membutuhkan bantuannya. Ia pun tidak mempermasalahkan tubuhnya kurus dan kulitnya menghitam ketika ia dan rakyatnya dilanda musim paceklik. 

Tidak ada perlakuan khusus terhadap Umar selama musim paceklik. Umar radhiyallahu’anhu berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.

Khalifah Umar menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan posisinya sebagai pemimpin. Sebagaimana hadits riwayat Bukhari, “Imam (waliyul amri) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.

Begitulah seharusnya seorang pemimpin saat Negrinya dilanda bencana, mengutamakan kemaslahatan Rakyatnya karena sesungguhnya sebagai pemimpin haruslah mampu mengurus Rakyatnya sebaik-baik mungkin hingga semuanya telah mendapatkan hak-haknya. Wallahuallam bissawab.

Komentar