Cengkeh dalam Dilema

Opini1,485 views

Oleh: Zulfikar Halim Lumintang, SST. (Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara)

Tanaman cengkeh (Syzygium Aromaticum) merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon dengan famili Myrtaceae. Asal tanaman cengkeh ini belum jelas, karena ada yang beberapa pendapat bahwa pohon cengkeh berasal dari Maluku Utara, Kepulauan Maluku, Philipina atau Irian. Di daerah kepulauan Maluku ditemukan tanaman cengkeh tertua di dunia dan daerah ini merupakan satu-satunya produsen cengkeh terbesar di dunia.

Penyebaran tanaman cengkeh keluar pulau Maluku mulai sejak tahun 1769. Bibit tanaman ini mula-mula diselundupkan oleh seorang kapten dari Prancis ke Rumania, selanjutnya disebarkan ke Zanzibar dan Madagaskar. Penyebaran tanaman cengkeh ke wilayah Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan baru dimulai pada tahun 1870. Sampai saat ini tanaman cengkeh telah tersebar ke seluruh dunia.

Tanaman cengkeh dikenal sebagai tanaman rempah yang digunakan sebagai obat tradisional. Cengkeh termasuk salah satu penghasil minyak atsiri yang biasa digunakan sebagai bahan baku industri farmasi maupun industri makanan, sedangkan penggunaan yang terbanyak sebagai bahan baku rokok.

Berdasarkan Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal penanaman dan produksi cengkeh di Indonesia dari tahun 1969 sampai dengan tahun 2017 cenderung fluktuatif. Dimana pada tahun 1969 luas areal penanaman cengkeh mencapai 69.708 Ha dengan produksi 11.038 ton, kemudian terus meningkat sampai tahun 1978. Tercatat pada tahun 1978 luas areal penanaman cengkeh mencapai 313.450 Ha dengan produksi 21.554 ton.

Hal yang menarik adalah meskipun pada periode tahun 1969 hingga 1978 luas areal penanaman dan produksi cengkeh meningkat, namun produktivitas cengkeh justru mengalami penurunan. Tercatat produktivitas pada tahun 1969 adalah 0,16 ton/Ha, sedangkan produktivitas pada tahun 1978 hanya mencapai 0,07 ton/Ha. Namun, produktivitas tersebut berangsur-angsur membaik, hingga tahun 2015 produktivitas cengkeh bisa mencapai 0,26 ton/Ha. 

Masalah Cengkeh

Tren harga cengkeh yang semakin menurun membuat permasalahan para petani cengkeh semakin kompleks. Di Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada saat panen terakhir tahun 2019 kemarin harga sudah mencapai Rp. 70.000,-/kg. Padahal pada tahun 2013, sebelum diberlakukannya kebijakan bebas impor cengkeh, harga cengkeh bisa mencapai Rp. 130.000,-/kg. Sebenarnya diberlakukannya kebijakan bebas impor cengkeh pada waktu itu adalah untuk menutupi kebutuhan pabrik rokok dalam produksi rokoknya. Karena produksi cengkeh dalam negeri dinilai belum mampu menutupinya. 

Namun seiring berjalannya waktu, produksi rokok juga semakin berkurang dari tahun ke tahun. Namun harga cengkeh dalam negeri masih belum terdongkrak naik. Hal itu diduga pabrik rokok telah memiliki perkebunan dan stok cengkeh sendiri. Sehingga, produksi cengkeh yang berasal dari perkebunan masyarakat kurang terserap oleh industri pengolahan rokok. Dan itu yang membuat harga cengkeh di pasaran masih stabil rendah bahkan memiliki tren yang menurun.

Kemudian, peremajaan tanaman cengkeh masih kurang diperhatikan oleh para petani cengkeh di Indonesia. Kebanyakan dari mereka memilih untuk menanam tanaman tahunan lainnya karena melihat prospek mundur cengkeh pada akhir dekade ini. Atau bahkan ada yang berpikir untuk menjual pohon beserta lahan cengkeh mereka karena sudah di ujung pesimis. Dengan perilaku pesimis seperti ini, tentu cepat atau lambat lahan cengkeh di Indonesia akan berkurang.

Tawaran Solusi

Tidak bisa dipungkiri, saat ini di Indonesia penyerapan produksi cengkeh hanya bergantung dari industri pengolahan rokok. Daya serapnya mencapai angka 90%. Tentu saja ketika produksi rokok mengalami hambatan, maka penyerapan produksi cengkeh juga akan terhambat. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran yang kreatif dan dinamis dari pemerintah yang terkait dengan industri rumah tangga untuk menyerap produksi cengkeh yang menumpuk. Bisa dimulai dari menggunakan cengkeh sebagai bahan baku makanan. Karena, industri makanan memiliki masa depan yang sangat cerah, utamanya di dalam negeri. Penduduk Indonesia yang konsumtif bisa menjadi pasar tersendiri.

Pemanfaatan cengkeh sebagai bahan baku minyak atsiri juga masih kurang diperhatikan. Padahal jika ini berhasil dimanfaatkan dengan baik, maka petani cengkeh tidak akan mengalami kegalauan tentang penyerapan hasil produksi mereka. Dengan produksi yang luar biasa, pasar global tentu menjadi sasaran. Indonesia menjadi negara kedua eksportir cengkeh di dunia setelah Madagaskar. Para negara importir cengkeh dari Indonesia telah memanfaatkan cengkeh sebagai kosmetik dan obat-obatan tradisional. Jadi solusi berikutnya tentu memodifikasi cengkeh sebagai industri kosmetik dan obat-obatan tradisional baru kemudian mengekspor hasil olahan cengkeh tersebut. Hal itu tentu akan menambah devisa negara, daripada mengekspor cengkeh mentah saja.

Selanjutnya perlunya diadakannya pembinaan bagi para petani cengkeh mengenai tata cara perawatan cengkeh agar tidak terserang hama dan menghasilkan produksi yang berkualitas. Petani cengkeh di Indonesia pada umumnya masih menganggap cengkeh sebagai lapangan usaha sampingan saja. Mereka telah memiliki pekerjaan utama yang lain, sehingga kebanyakan mereka berpikir pasrah saja. Bisa berproduksi ya syukur, tidak berproduksi juga tak mengapa. Tentu ini juga akan mempengaruhi produksi cengkeh di Indonesia. Produksi cengkeh yang berkualitas di dalam negeri akan menurun. Apabila terus berlanjut, serangan cengkeh impor akan bertambah dahsyat. Kalau sudah begitu tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari cengkeh dalam negeri.

Peningkatan SDM perkebunan cengkeh juga perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Pemerintah harus mendorong melalui kebijakan penyerapan tenaga kerja lokal baik dalam hal memetik, membersihkan rumput, dan menyemprot pohon cengkeh. Misalkan, kebun cengkeh yang berada di Kabupaten Kolaka, tenaga kerja yang merawat kebun cengkeh tersebut sampai tiba waktunya panen harus berasal dari Kabupaten Kolaka juga. Hal ini diperlukan yang pertama untuk mengurangi tingkat pengangguran di daerah tersebut. Serta untuk meningkatkan kualitas produksi cengkeh di daerah tersebut. Mereka para tenaga kerja lokal, akan berbuat semaksimal mungkin karena mereka merasa diperhatikan, dengan diberi pekerjaan. Beda halnya jika mendatangkan tenaga kerja dari daerah lain, yang mana mereka hanya berpikir tentang upah semata, dan kurang memperhatikan kualitas kerja.

Komentar