Cinta Sejati

Khazanah720 views

Cinta Sejati

PORTALSULTRA.COM – Rasa apakah yang terkandung di hati Qais terhadap Laila, hingga nalar tak berguna dan rasio tak berfungsi? Dinding tebal perbedaan status tak mampu membendung gelora rasa itu, hingga jasad dan raga melebur ke dalam palung qalbu yang mengharu biru bersama irama jiwa nan membara. Itulah CINTA. Ya rasa cinta yang tak bisa dipahami kecuali yang mengalaminya.

Cinta sejati bagai emas dengan kilaunya, bagai mentari dengan hangatnya, bagai rembulan dengan syahdunya, bagai makanan dengan lezatnya. Maka, cinta sejati itu berkilau, hangat, syahdu, dan lezat. Itu sebabnya, mata para pecinta jadi buta oleh kilau cinta, jiwa jadi membara oleh panasnya cinta, telinga jadi tuli oleh irama syahdunya, dan selera makan hilang oleh lezatnya cinta. Itulah sang pecinta yang sedang dimabuk cinta. Mungkin inilah yang orang sebut “kasmaran”.

Cinta sejati tak mungkin berkarat dan cinta palsu tak mungkin berkilau. Karat cinta adalah nafsu yg tak pernah puas, sedangkan kilaunya adalah qalbun salim yang penuh iman. Cinta sejati tak pernah salah alamat. Di sana ada gelombang yang menghempaskan sang pecinta ke dinding jiwa yang bersih, tulus, dan ikhlas. Sebaliknya cinta palsu tak pernah tepat sasaran, karena selimut nafsu membuat pandangan mata berfatamorgana dan pendengaran telinga bernoise bising.

Tak ada yang sanggup meredam kilau cinta sejati. Bila kau benamkan ia dalam lumpur sekalipun, maka emas tetaplah emas. Pancaran cinta itu bisa saja tidak tampak ke permukaan, tetapi sesungguhnya kilaunya itu menghiasi diri seumpama mentari terhalang awan. Tatkala cinta tergoda nafsu dan karenanya kesejatiannya terimitasi, lalu kau berjuang memurnikannya kembali dan dengannya kau menderita, maka kau adalah mujahid yang bila kau mati demi kesejatian cinta, maka kau adalah syuhada. Sungguh, cinta sejati tak kan sia-sia. Kelak di negeri akhirat, kau bersama yang kau cintai.

Kau tidak harus majnun seperti Qais dan Laila. Tidak perlu juga mematahkan satu atau dua sayapmu seperti Kahlil Gibran. Tak juga wajib melankolis kayak Chairil Anwar yang “Cintaku Jauh di Pulau”. Kau cukup merawat kilaunya, memelihara hangatnya, menjaga syahdunya dan lezatnya. Orang bilang, cinta tak bisa kau makan. Itu betul, tetapi tanpa cinta kau tak bisa makan dengan lezat. Jagalah cinta sejatimu dan cintailah aku karena Allah.

Oleh: Dr. Amirudin Rahim, M.Hum

Komentar