Sebanyak 22 Duta dari berbagai negara melakukan kritik dan telah menulis surat kepada petinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka mengutuk perlakuan China terhadap Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang, provinsi terbarat tiongkok. 22 negara diantaranya yang melayangkan kritis dan mengutuk perlakuan china terhadap muslim Uighur serta minoritas lainnya di Xinjiang diantaranya Australia, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, dan Jepang serta beberapa negara lainnya. Seperti yang diberitakan oleh Liputan6.com ; Australia, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman dan Jepang adalah beberapa negara yang ikut menandatangani surat yang dirilis pada Rabu 10 Juli 2019.
Dalam surat itu, ke-22 Dubes menyerukan China untuk “menghentikan penahanan sewenang-wenang dan memungkinkan kebebasan bergerak warga Uighur dan komunitas Muslim dan minoritas lainnya di Xinjiang”. Seperti yang kita ketahui, sampai saat ini penindasan terhadap Muslim Uighur serta minoritas lainnya di Xinjiang masih masih berlanjut. Dari liputan6.com kembali melansirkan bahwa kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh Tiongkok menahan satu juta orang, sebagian besar etnis Uighur, dalam fasilitas yang mereka sebut seperti “Kamp-Kamp internir atau Kamp konsentrasi” di Xinjiang-Uighur Autonomous Region (XUAR). Beberapa eksil Uighur menggambarkan rekan-rekan sesama etnis mereka dan minoritas lainnya dipaksa berasimilasi agar sesuai dengan “cara hidup bangsa China.”
Ekstrimisme China Sebagai Negara Pemangsa
China merupakan negara adidaya terkuat saat ini melampaui AS baik dari sisi ekonomi, militer maupun politik. Maka tak heran jika beberapa negara di dunia ini menjadi santapan China melalui hutang. Seperti : Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka dan Pakistan yang gagal membayar hutang kepada China. Konsekuensinya beragam mulai dari mengganti mata uang menjadi Yuan hingga menukar pelabuhan dengan utang. Eksistensi China sebagai negara kapitalis serta Neo Imperialisme terkuat saat ini menjanjikan infrastruktur melalui hutang, maka tidak menutup kemungkinan hal serupa pula bisa saja akan di alami oleh Indonesia, seperti halnya ke empat negara tadi.
Berperan sebagai negara kapitalis, ekstrimisme China pun merambah sampai ke wilayah Uighur. Kebanyakan dari orang Uighur adalah Muslim dan Islam adalah bagian penting dari kehidupan dan identitas mereka. Bahasa mereka terkait dengan bahasa Turki, dan mereka menganggap diri mereka secara budaya dan etnis dekat dengan negara-negara di Asia Tengah. Secara ekonomi di kawasan itu sebagian besar berkisar di sekitar pertanian dan perdagangan. Maka tidak heran jika pemerintahan China mencoba mengambil alih sistem perekonomian Muslim Uighur, serta berupaya untuk menghilangkan identitas keislaman orang- orang Uighur. Amnesty International, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2013, mengatakan otoritas Cina mengkriminalisasi “Apa yang mereka anggap sebagai ‘kegiatan ilegal keagamaan’ dan ‘separatis” dan menekan “unjuk rasa identitas budaya yang berlangsung damai”. Dalam hal ini China merupakan negara yang tak mengakui eksistensi agama apalagi Islam. Islam dipandang sebagai agama teroris yang mampu mengancam keberadaan mereka. Maka berbagai upaya pemerintahan China melakukan tindakan dengan menahan muslim Uighur di kamp-kamp pengungsian untuk diberika edukasi, yang tak lain adalah pencucian otak untuk menghapus islam dari diri mereka. Tak hanya itu kekerasan serta penindasan pun dilayangkan jika Muslim Uighur melakukan perlawanan terhadap pemerintahan China.Urgensitas inilah yang membuat 22 dubes mengutuk pemerintahan China terkait penindasan yang dilakukan terhadap muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang.
Upaya Penegakan Khilafah untuk Menyelamatkan Musim Uighur
Sebagaimana PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang merupakan badan Internasional yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap negara-negara yang mengalami konflik. Selain itu peran PBB sebagai fasilitator antar negara dalam kegiatan runding untuk negara yang tengah berselisih. Namun, perlu di diketahui bahwa China saat ini merupakan negara terkuat yang mampu mengendalikan eksistensi PBB sebagai badan perlindungan terhadap negara-negara yang mengalami penindasan. Maka, dari itu harapan satu-satunya ialah dengan menegakkan Khilafah sebagai sistem pemerintahan di dalam islam. Dengan menegakkan Khilafah sebagai sistem islam maka kehormatan kaum muslim yang tertindas oleh orang-orang kafir akan terlindungi. Dan hal ini sudah jauh-jauh hari di serukan oleh para aktivis dakwah di negri ini betapa pentingnya menerapkan islam sebagai jalan untuk melindungi hak-hak serta kehormatan kaum muslim ditangan para penjajah kafir. Maka tidak lain ialah adanya peran negara sebagai pemegang kekuasaan untuk menegakkan Khilafah dan pemimpinnya sebagai tameng atau perisai.
Sebagaimana akan bisyarahnya Rasulullah saw terhadap sosok penguasa yang dibai’at kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta, kehormatan dan darah kaum muslimin, ialah al-Imam yaitu al-Khalifah, dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad-shallaLlâhu ’alayh wa sallam- bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Wallahu A’lam Bishshowab
Komentar