Oleh: Zulfikar Halim Lumintang, SST. (Penulis merupakan Statistisi Pertama BPS Kabupaten Kolaka)
Harga merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam variabel perekonomian. Dengan harga, kita bisa melihat sejauh apa wilayah itu berkembang. Disisi lain, harga juga merupakan variabel yang sangat sensitif. Karena naik dan turunnya harga komoditas, tergantung dengan kurs mata uang yang digunakan, utamanya US Dollar.
Contohnya saja pada komoditas ikan. Pada 16 Juni 2008 kurs tengah US Dollar terhadap Rupiah mencapai 1 USD setara dengan Rp 9.326,00. 11 tahun kemudian, tepatnya pada 17 Juni 2019 kurs tengah US Dollar terhadap Rupiah mencapai 1 USD setara dengan Rp 14.346,00. Ketika transaksi Internasional yang menggunakan mata uang USD, tentu saja para eksportir ikan akan berpikir ulang untuk melakukan ekspor ikan. Dikarenakan para importir luar negeri akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar, sedangkan eksportir dalam negeri mendapatkan kerugian dengan naiknya kurs USD terhadap Rupiah.
Selain sensitif terhadap kurs, harga juga sangat sensitif terhadap tempat. Dimana tempat yang berdekatan dengan tempat diproduksinya suatu komoditas akan semakin murah jika dibandingkan dengan tempat yang berjauhan diproduksinya suatu komoditas. Hal ini menyangkut dengan biaya transport yang diperlukan untuk menjangkau tempat tersebut. Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia merupakan negara kepulauan. Menurut Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tercatat 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, di mana 16.056 pulau telah dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017. Dengan kondisi tersebut, tentu saja menyebabkan banyak keragaman harga pada satu komoditas di banyak tempat.
Misalkan di Provinsi Sulawesi Tenggara saja, harga beras di Wakatobi dengan harga beras di Kolaka Timur tentu akan berbeda. Harga beras di Kolaka Timur pasti lebih rendah dibandingkan di Wakatobi untuk kuantitas dan kualitas yang sama. Hal ini disebabkan Kolaka Timur merupakan salah satu kabupaten produsen beras di Sulawesi Tenggara. Sebaliknya, harga ikan di Wakatobi pasti lebih rendah dibandingkan di Kolaka Timur. Dikarenakan stok ikan yang melimpah di Wakatobi sedangkan di Kolaka Timur tidak terdapat laut dan hanya mengandalkan kiriman ikan dari kabupaten lain.
Berkaca dengan berbagai penyebab ketimpangan harga di berbagai wilayah di Indonesia. Solusi yang praktis tentu sangat diharapkan. Agar setiap rakyat Indonesia bisa hidup dengan setara. Diantaranya yang harus dicoba adalah menciptakan produsen barang setengah jadi di setiap daerah minimal provinsi. Hal ini untuk memangkas biaya transport yang dikeluarkan para produsen, sehingga harga barang jadi yang sampai di konsumen masih bisa terjangkau. Kemudian dengan menciptakan variasi dan inovasi bahan baku utama untuk komoditas yang sama juga harus diterapkan.
Hal yang sudah dicoba tapi kurang populer adalah bakso ikan. Seperti yang kita ketahui bersama, pada umumnya bakso menggunakan bahan baku utama daging sapi. Namun untuk wilayah kepulauan mungkin sapi akan sulit didapatkan, kalaupun bisa pasti harga produksinya tinggi. Oleh karenanya berinovasi memproduksi bakso menggunakan daging ikan, cumi-cumi, dan sejenisnya bisa dijadikan pilihan. Tentu saja pemerintah setempat bisa memberikan dukungan dengan menerapkan aturan sehari makan bakso ikan, atau menggunakan media untuk melakukan promosi ke luar daerah.
Jadi, harga memang bisa berubah dan perubahannya pun sangat relatif. Kita yang hidup di zaman milenial ini juga dituntut untuk kreatif dalam menghadapi ketimpangan harga antar daerah.
Komentar