Oleh: Irayanti (Mahasiswi UHO)
‘Together fight sexual’ pernyataan yang sering dilontarkan ketika ada pelecehan seksual terjadi kepada anak dan perempuan. Faktanya, pernyataan itu masih sebatas padanan kata yang tidak mampu memberi solusi untuk menggame overkan pelecehan seksual.
Terjadi lagi. Setelah digemparkan dengan pelecehan seksual yang terjadi di Kota Kendari, kini kasus dugaan pelecehan seksual di Kota Baubau marak terjadi. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan kasus kekerasan anak lainnya seperti eksploitasi, bullying, perdagangan anak hingga kekerasan fisik terhadap anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Baubau, Wa Ode Soraya, saat ditemui di kantornya (14/05/2019), menyebut dalam rentang waktu empat bulan, sudah 20 laporan yang diterima. Sepanjang 2019 ini aduan yang kami terima kebanyakan kasus pelecehan seksual terhadap anak. Korbannya rata-rata anak di bawah umur, mulai murid SD hingga siswa SMP. (KendariPos.co.id,15/05/2019)
Sangat disayangkan, anak yang menjadi permata dalam keluarga harus menerima pelecehan seksual (pedofilia) sejak dini.
Akar Masalah Pedofilia
Maraknya kasus pedofilia telah menyedot perhatian masyarakat. Banyaknya kasus pedofilia di Indonesia ini menunjukkan pertumbuhan budaya seks bebas di negeri ini sudah mencapai tingkat memprihatinkan sekaligus mengerikan.
Kasus pedofilia yang terjadi di Kota Baubau, seperti yang diungkapkan oleh Wa Ode Soraya, hanya di mediasi diusahakan ke diversi. Istilahnya berujung pada kedua belah pihak berdamai dan tidak sampai ke proses hukum lebih lanjut. Namun, korban menjadi depresi bahkan menjadi takut dan tidak mau bicara bahkan kepada orang tuanya sendiri.
Miris! Itulah yang dapat kita ungkapkan. Bagaimana bisa, hanya sekedar berdamai sedangkan si korban sudah dilecehkan. Padahal anak adalah investasi masa depan, penerus generasi bangsa, harus menerima keadaan “pasrah”. Hati orangtua mana yang tidak hancur.
Penyebab pelaku pedofilia ini beragam. Misalnya, karena menonton vidio-vidio porno yang saat ini wara-wiri di Youtube ataupun saluran televisi yang memicu pelaku untuk menyalurkan nalurinya dengan cara yang nista. Berikutnya tidak adanya pengawasan orangtua dalam kehidupan anak.
Dari berbagai sebab pedofilia, akar masalahnya adalah pada sistem yang tidak berhukum dengan aturan Sang Pencipta, dan membiarkan manusia yang sifatnya terbatas dan lemah untuk membuat aturan dan sanksi sendiri. Yang mana disebut dengan sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Seolah agama Islam hanya berada di masjid-masjid saja dan tidak mengatur kehidupan lainnya. Akhirnya pelecehan seksual masih marak terjadi. Dan hanya menimbulkan trauma mendalam kepada korban pelecehan. Ibarat memperbaiki sebuah bangunan bukanlah memulai dari memperbaiki permukaan atasnya namun tidak merenovasi dasar atau tiangnya. Padahal telah banyak binatang yang menggerogoti dan sewaktu-waktu ia akan menumbangkan bangunan di atasnya.
Menata Solusi Produktif
Seperti kita ketahui manusia bersifat terbatas dan lemah, tak mampu untuk mengetahui apa yang terbaik bagi orang lain. Segala persoalan pelecehan dan lain-lain disadari atau tidak, hal ini terjadi karena sistem yang diterapkan adalah sistem yang berlandaskan sekulerisme. Lihatlah sekarang, berapa banyak pelecehan seksual yang marak terjadi dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Islam agama penyempurna telah membawakan solusi untuk umat ini dalam segala aspek kehidupannya. Untuk kasus pedofilia jika pelakunya telah menikah maka hukumanya adalah dirajam. Dan jika pelakunya belum menikah maka dicambuk seratus kali.
Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina maka hukumannya adalah ta’zir, yang ditentukan sendiri jenis dan kadarnya oleh hakim. Hukuman di atas adalah ketika pedofilia itu terjadi.
Namun tahukah kita, jika Islam bisa mencegah pedofilia terjadi. Islam lebih berfokus pada upaya pemahaman interaksi sosial secara preventif dibanding secara kuratif. Caranya dengan menutup celah pemicu zina seperti video porno dari youtube atau saluran televisi beredar bebas di masyarakat.
Begitupun juga ada perintah untuk menundukan pandangan (QS. An-Nur:31) dan melarang untuk mendekati zina (QS. Al-Isra’:32). Bahkan negara dalam Islam seharusnya mengurusi masalah umat termasuk perkara naluri cinta, karena hal-hal pemicu zina seperti sekarang yang hanya dibiarkan dengan dalih liberalisme (paham kebebasan) seperti bebas berekspresi dengan membiarkan pornografi hanya akan menghancurkan negeri ini. Itulah mengapa Rasulullah mengingatkan agar berhukum dengan aturan yang telah Allah turunkan:
“Barangsiapa pertolongannya dapat menghalangi pelaksanaan hukuman (had) dari hukuman-hukuman yang ditentukan oleh Allah maka benar-benar ia telah melawan Allah mengenai perintah-Nya.” (HR.Ahmad no. 5385).
Jadi inilah saatnya kita merenungi diri dan negeri ini apakah telah berhukum dengan aturan Allah atau tidak?
Kembali pada aturan Pencipta adalah sebaik-baik jalan terbaik di sisi Allah yang akan tercurah keberkahan dari langit dan bumi.
Wallahu a”lam bish showwab
Komentar