Hari-hari Akhir Rezim ‘Pupuko’

Opini437 views

Oleh: Meto Elfath (Dewan Pendiri Laskar Pemuda Sabulakoa)

Istilah pupuko berasal dari bahasa Tolakiness yang berarti mengigau, yaitu berjalan atau berkata-kata tanpa disadari; berisi perkataan yang bukan-bukan, omong kosong atau ocehan. Igauan itu biasanya terjadi pada waktu tidur atau sakit (kbbi, 2013).

Menurut pemahaman masyarakat Tolakiness, pupuko sepadan dengan istilah Mo’iso Telawu-lawu yang berarti gila dalam tidur. Dalam kajian Ruqyah Syar’iyah, pupuko adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin (Setan). Jin menghembuskan rasa was-was dalam dada manusia yang berakibat lahirnya sikap paranoid. Paranoid yang tinggi dalam keadaan terjaga merupakan pra-kondisi sekaligus pasca-kondisi seseorang mengalami pupuko dalam tidur. Baik paranoid maupun pupuko, konten keduanya bernilai hoax.

Fakta pupuko diatas adalah tepat untuk menerjemahkan susunan hari-hari yang dilalui oleh rezim Jokowi sekarang ini. Sejak dilantik pada 20 oktober 2014 lalu, rezim Jokowi penuh dengan realitas pupuko.

Masih segar dalam ingatan, ketika publik dihebohkan oleh tindakan Presiden Jokowi yang mengaku menandatangani PerPres tanpa tahu apa isi PerPres itu sendiri, yaitu PerPres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Bagaimana mungkin ada Peraturan Presiden, tetapi isinya tidak diketahui oleh Presiden? Inilah yang disebut rezim pupuko.

Rezim Jokowi juga pernah pupuko soal mobil Esemka. Mobil yang diklaim dan dibangga-banggakan sebagai produk anak bangsa itu dinyatakan akan diproduksi besar-besaran. Namun, fakta berbicara lain. Klaim ini ternyata masuk dalam daftar adegan episode rezim pupuko.

Pada april 2015, rezim pupuko pernah membuat adegan kritik keras terhadap lembaga donor internasional seperti IMF, World Bank dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Adegan itu didemonstrasikan dalam acara peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika di Jakarta. Namun, aksi kritik itu hanyalah adegan pupuko. Sementara fakta senyatanya, senantiasa menengadahkan tangan meminta-minta kepada lembaga donor itu.

Pada Maret 2016, rezim ini juga pupuko terkait sikap Indonesia untuk melakukan aksi boikot terhadap produk-produk dari negara Israel. Hal ini disampaikan pada pidato penutupan KTT-Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Faktanya, tidak pernah ada boikot. Rezim sedang pupuko lagi.

Jikalau dirunut lebih jauh lagi kebelakang, maka adegan pupuko terbesar rezim Jokowi terjadi pada saat kampanye politik tahun 2014 silam. Dalam waktu sangat singkat, berhasil membuat lebih dari 60 ucapan adegan pupuko. Berikut beberapa daftar adegan itu:

Janji Jokowi-JK besarkan Pertamina kalahkan Petronas, Swasembada pangan, Jokowi Janji cetak 10 juta lapangan kerja, Jokowi janji batasi Bank Asing, Berjanji membangun tol laut dari Aceh hingga Papua, Jokowi janji hapus Ujian Nasional, Mengalihkan penggunaan BBM ke Gas, Tidak bagi-bagi kursi Menteri ke partai pendukungnya, Mendukung kemerdekaan Palestina, Menurunkan harga sembako, Memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera, Menaikkan gaji guru, Membeli kembali Indosat, Menyusun kabinet yang ramping, Menjadikan perangkat desa jadi PNS secara bertahap.

Realitas pupuko, sebagaimana yang telah disebutkan diawal, memastikan bahwa seseorang yang sedang pupuko tidak menyadari apa yang diucapkan atau dilakukannya. Hal itu terjadi karena dalam kondisi demikian, ia dikendalikan oleh kekuatan lain, dan bukan atas kesadaran atau kemauannya sendiri. Realitas ini pula yang melekat pada ucapan dan tindakan rezim selama ini. Jadi, nampak ada kekuatan lain yang mengendalikan eksistensi kekuasaan rezim, persis seperti boneka. Artinya, kekuatan lain itu adalah pemilik boneka.

Sekarang, rezim itu sudah berada dihari-hari akhir eksistensinya. Dengan penuh rasa percaya diri, ia meminta dukungan untuk satu periode lagi. Dan dengan bangga mengatakan dirinya tidak punya beban masa lalu. Dengan bangga pula, kembali melontarkan janji-janji baru yang dapat dipastikan merupakan proposal adegan pupuko untuk periode berikutnya.

Jika demikian, maka kemana semua janji yang diingkari dan adegan pupuko yang telah mewarnai perjalanan rezim ini? Bukankah itu merupakan beban masa lalu? Ternyata bukan beban bagi orang yang pupuko, sebab adegan pupuko itu sendiri tidak diakui. Dari sini kita jadi tahu bahwa ciri khas dari rezim pupuko adalah tidak merasa punya beban masa lalu.

Adalah benar, kini rezim pupuko itu berada dihari-hari akhir periodenya. Apakah hari-hari akhir untuk pergi selamanya ataukah sekedar hari-hari akhir untuk periode pertama dan akan kembali menjalani hari-hari periode kedua, biarkan waktu memberi jawaban untuk itu. Tetapi yang jelas, jikalau janji yang diingkari dan realitas pupuko rezim tidak diakui sebagai beban masa lalu, maka akan kemana masa depan bangsa dan negara saat rezim itu kembali memimpin satu periode lagi?

Komentar