Oleh: Sumarni (Pendidik)
Belum kelar masalah sistem zonasi sekolah yang kerap banyak menuai persoalan-persoalan yang masi menyisakan sederet carut marut dalam sektor pendidikan. Kini muncul kebijakan pemerintah akan meningkatkan mutu pendidikan islam dengan tajuk “Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah”.
Melalui program dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Kemenag berencana mengajukan pinjaman utang kepada Bank Dunia sebesar 250 juta US$ dolar atau setara Rp 3,5 triliun dengan tujuan untuk meningkatkan dan mendongkrak kualitas pendidikan madrasah negeri maupun swasta sektor pendidikan islam di seluruh Indonesia.
Dikutip dari Republika.co.id Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin mengatakan “kita sudah mengusulkan sebuah proyek di Bank Dunia lewat dana PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri), yang kita sebut sebagai reformasi kualitas pendidikan madrasah. Kamaruddin melanjutkan, setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya proyek ini di setujui Bank Dunia, nilai pendanaanya mencapai Rp 3,7 triliun”. Ungkap beliau (Republika.co.id, Kamis 20/06/2019).
Sebelumnya Menteri Agama Lukman mengungkapkan bahwa Indonesia setidaknya memiliki 48 ribu madrasah yang terdiri dari madrasah negeri dan swasta. Menurut Lukman pembangunan madrasah tidak akan optimal jika hanya mengandalkan anggaran negara. Pasalnya keterbatasan dana mengakibatkan pengembangan madrasah terpusat pada pengembangan bangunan fisik belum kearah kualitas pendidikan (CNN Indonesia, 28/06/2019).
Kebijakan kemenag ini kemudian banyak menuai komentar dari berbagai elemen. Ketua pimpinan muhammadiyah Yunahar Ilyas mempertanyakan dari mana uang untuk membayar Dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) dari Bank Dunia untuk peningkatan kualitas madrasah. Lanjut beliau mengaku belum melihat sumber dana yang bisa digunakan untuk membayarnya (Republika.co.id).
Lebih lanjut kebijakan pemerintah ini menuai respon dari tokoh masyarakat. Ketua Muhammadiyah bidang ekonomi Buya Anwar Abas menilai pemerintah sebaiknya jangan terlalu berutang. “Masalah ini sebenarnya bisa dibiayai sendiri dengan dana APBN, yang caranya adalah dengan mengurangi tingkat kebocoran yang ada. Dalam perhitungan para ahli, tingkat kebocoran dari APBN itu ada diantara 10 sampai 30 persen”. Ujar Buya Anwar Abas, kamis (20/6).
Pernyataan yang dilontarkan oleh pak Lukman ini sesungguhnya mengindikasikan untuk melegitimasi memuluskan kebijakan ini terealisasi kepada pihak Bank Dunia untuk kemudian menyerahkan penyelesaian pendidikian islam di negeri ini dengan cara berhutang.
Tentu kita sangat mengapresiasi pemerintah telah berusaha untuk memperbaiki mutu pendidikan islam. Namun disisi lain kebijakan ini justru akan semakin menjerat Indonesia dalam kubangan jeratan utang. Betapa tidak kondisi ekonomi Indonesia hari ini tengah terguncang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Utang Indonesia saja terus meningkat membengkak nyaris menembus angka 5000 Triliun.
Keterbatasan dana untuk pendidikan anak bangsa menunjukkan minimnya tanggung jawab negara dalam memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban. Pemerintah malah menyerahkan kepada asing melalui utang. Padahal hutang luar negeri yang tinggi dapat menurunkan pengaruh politis negara dalam percaturan global.
Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah benarkah proyek dana PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) ini dapat mendokrak kualitas madrasah diseluruh Indonesia? Jika para pemangku jabatan ini berdalih “mengatakan anggaran yang besar tersebut akan memberi dampak manfaat yang besar. Manfaat itu bahkan menyasar hingga 50.000 madrasah. Kita ingin membangun sistem. Kata Kamaruddin, dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (25/6) (Republika.co.id).
Ini adalah angan-angan, masih berupa hayalan. Harapan itu tentu, belum bisa menjadi sebuah kenyataan. Bukti konkritnya saja belum nyata. Yang pasti utang Indonesia yang terus meningkat itu nyata. Coba bapak itu melihatnya dari kacamata yang mana yaa? Pendidikan islam Indonesia sampai saat ini belum benar-benar mencetak generasi yang bermutu.
Mari kita melihat fakta yang ada, kebijakan yang diambil pemerintah tidak benar-benar menyelesaikan akar permasalahannya. Sistem pendidikan sekuler yang mengekor pada sistem barat yang memisahkan peran agama dalam kehidupan yang diadopsi negara hari ini adalah biang persoalannya. Bukan terletak pada ketidakcukupan dana APBN, lalu pemerintah berdalih agar meminta bantuan pada Bank Dunia dengan berhutang.
Sebab menyelesaikan persoalan peningkatan mutu pendidikan madrasah tidak bisa dibangun dengan jalan berhutang. Ini bukan menyelesaikan persoalan justru menciptakan masalah baru. Menjadikan hutang sebagai jaminan untuk memperbaiki kualitas pendidikan islam bukan pilihan yang tepat. Yang ada malah Indonesia makin terjerat hutang dan ini akan membuat negeri ini tidak beribawa.
Jelas semakin menunjukkan ketidak berdayaan negara di mata dunia. Seolah-seolah semua problem yang di alami oleh negara ini harus di selesaikan melalui berhutang. Inilah yang membuat negara hari ini terguncang ekonominya. Betapa tidak, negara membangun kekuatan ekonominya melalui asas ekonomi ribawi termasuk berhutang pada bank dunia.
Dari sinilah kemudian asing sebagai pemberi utang bisa mendiktekan sebuah negara yang mempunyai beban utang yang sangat tinggi melalui syarat-syarat yang mereka kehendaki dalam memberikan utang. Sebab prinsip utang bagi mereka “No Free Lunch” tidak ada makan siang gratis. Artinya jika Indonesia menerima utang untuk pembiayaan madrasah maka pemerintah telah membuka keran intervensi asing atas arah pendidikan islam di negeri ini.
Senjata inilah yang memudahkan negara-negara kapitalis kafir barat untuk menjajah memaksakan kebijakan pendidikan di negeri-negeri muslim berkiblat pada barat. Tidak heran jika kurukulum madrasah nantinya akan diwarnai dengan unsur sekularisme, liberalisme, pluralisme, hingga materialisme yang akan semakin menjauhkan generasi muslim dari gambaran Islam yang hakiki.
Bahwa islam adalah ideologi yang diturunkan oleh Al-Khalik Allah SWT. Ideologi islam ini bertentangan dengan ideologi kapitalisme barat yang memisahkan islam dari politik.
Memang harus disimpulkan bahwa utang adalah jalan halus dan mulus untuk semakin melanggengkan agenda penjajahan. Oleh sebab itu islam mengharamkan negara memberi jalan pada kaum kafir untuk menguasai kaum muslim melalui hutang.
Persoalan sistem pendidikan Indonesia harus diselesaikan dengan sistem Islam yakni Khilafah yang ke shahihannya telah terjamin, keberhasilannya telah teruji.
Islam memiliki konsep pendidikan berbasis akidah islam, kurikulum berkualitas tinggi karena bersumber dari wahyu ilahi. Negara memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pengurus masyarakat sehingga pendidikan bisa diakses semua orang dengan mudah dan gratis. Tidak ada cerita siswa putus sekolah karena tak punya biaya, dana pendidikan dari pengolahan kepemilikan umum yang merupakan milik seluruh rakyat.
Negara islam (Khilafah) memandang pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Negara bertanggung jawab dan wajib memberikan pendidikan berkualitas kepada semua warga negara tanpa memandang kaya miskin dan tentunya minim biaya bahkan gratis.
Negara juga wajib memudahkan masyarakat dalam menempuh pendidikan dengan fasilitas terbaik. Pembiayaan Pendidikan diperoleh dari baitul mal melalui pos harga kepemilikan umum. Harta kepemilikan umum adalah milik umat yang hasil pengelolaannya akan dikembalikan pada rakyat untuk kemaslahatan umum termasuk dalam sektor pendidikan.
SDA, Mineral, hasil hutan dan hasil lainnya wajib dikelola oleh negara serta haram diserahkan kepada asing sehingga negara berhak menentukan arah kebijakan pendidikannya sesuai visi politik islam tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Alhasil, begitulah negara islam menyelesaiakan segala persoalan termasuk dalan sektor pendidikan. Ambilah islam terapakan dalam kehidupan, campakkan kapitalisme yang menyengsarahkan itu lalu kubur dalam-dalam. Wallahu a’lam bisawwab.
Komentar