Kapitalisme Menggurita, Perempuan Menderita

Opini542 views

Oleh: Satriani (Mahasiswa Fak.Hukum USN dan Aktivis BMI Kolaka)

Jakarta – Penolakan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril Maknun, 37, mantan guru perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia, menjadi sorotan media-media internasional. Penolakan PK itu membuat Baiq tetap menjalani hukuman penjara.

Baiq adalah terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ditolaknya PK oleh MA, membuat mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.

Kasusnya menjadi ironi hukum di Indonesia. Kasus ini bermula ketika dia merekam percakapan telepon dengan kepala sekolah yang jadi atasannya saat dia menjadi guru. Rekaman itu untuk membuktikan bahwa bosnya melecehkannya secara seksual. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi pada 2015 atas tuduhan pelanggaran UU ITE.

Rekaman telepon itu kemudian menyebar di antara staf di sekolah dan akhirnya diserahkan kepada kepala dinas pendidikan setempat. Rekaman juga viral di media sosial.

Pada November lalu MA menyatakan bahwa Baiq bersalah karena melanggar kesusilaan berdasarkan hukum informasi dan transaksi elektronik. Pada hari Kamis, PK yang diajukannya ditolak dengan anggapan dia gagal menghadirkan bukti baru.

“Peninjauan yudisialnya ditolak karena kejahatannya telah terbukti secara sah dan meyakinkan,” juru bicara pengadilan Abdullah kepada berita AFP. Pengadilan juga menguatkan denda Rp500 juta.

Sekuler Akar Permasalahan

Melihat kasus pelecehan seksual yang kini semakin meningkat dari tahun ketahunyanb tidak bisa lagi dibendungtercatat dalamdata Balai Pelayanan Kepulangan TKI Selapajang Tangerang menyebut terdapat 11.343 kasus pelecehan seksual sepanjang 2008-2014. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis catatan tahunan (catahu) pelaporan kekerasan seksual sepanjang tahun 2018. Laporan yang diterima Komnas Perempuan, kekerasan seksual paling tinggi berada pada ranah privat atau personal(https://m.detik.com).Ini menunjukanlemahnya hukum yang ada dalam hukum positif sekarang jikamerujuk dalam KUHP maupun yang diatur diluar KUHP yangbiasa disebut dengan hukum pidana khusustak bisa memberikan efek jerah untuk menghentikan pelecehan seksual tersebut misalnya dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimana dapat dijadikan landasan dengan ancaman hukuman seperti yang diatur dalam Pasal pencabulan 289-299. Mengenai perbuatan cabul di tempat kerja, terutama bila dilakukan oleh atasan dapat kita temui ketentuannya dalam Pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.

Adapun UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi tenaga kerja.Jadi adapun perbuatan tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual sebagaimana diatur dalam pasal percabulan.Namun nahasnya Baiq Nuril Maknun sebagai korban pelecehan seksual kini dijerat hukuman terkait aturan khusus UU ITE. Adapun beberapa alasan pertimbangan aturan tersebut adalahuntuk menjerat orang yangmentranamisikandan mendistribusikan baik yang mengarah pada pasal 27 tentang pencemaran nama baikadapun pasal 28 nya jika dibidik mengarah pada berita bohong. 

Dalam Pasal 28D dalamUUD 1954 mengatakan, ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapanhukum.” Pasal ini mestinya dijadikan pertimbangan agar mendapatkan keadilan namun apalah daya sistem kapitalisme tidak bisa menjanjikan itu bagi orang kecil seperti Baiq Nuril Maknum.

Kembali Kepada Islam

Kaum perempuan pernah merasakan indahnya hidup dilingkupi rasa aman. Saat itu, ketika satu muslimah diganggu oleh orang usil, penguasa akan mengirimkan sejumlah besar tentara untuk melindunginya. Inilah kehidupan di dalam sistem khilafah Islam. Dalam khilafah, perempuan wajib menutup aurat dan lelaki harus menundukkan pandangan. Kehidupan keduanya terpisah sehingga hanya berinteraksi jika ada keperluan yang dibenarkan agama.

Jika berpedoman dengan Alquran dan As-sunnah dapat memberikan keadilan inilah salah satu mujizat yang diberikan kepada Rasulullah SAWuntuk ummat diakhir zaman jelas sekali bahwa islam merupakan din yang paripurna dan merupakan agama yang diridai oleh Allah SWT sebagaimana dalam Surah Al-Maidah ayat 3 yang artinya”… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu..” Jika saja islam yang merupakan agama sempurna ini diimplementasikan baik rana publik maupun privat maka akan mendatangkan Rahmat bagi seluru alam sebagaimana dituangkan dalam surah Al-Anbiyah Ayat 107. Bagaimana islam memuliakan wanita dan menjujung martabat wanita dalam syariat-Nya

Sebab penerapannya syariat di dalam masyarakat dimanamasyarakat itu terdiri dari sekempulan individu yang memiliki perasaan, pemikiran dan aturan yangsama. Masyarakat yang seperti ini hanya bisa diwujudkan dalam insitusi khilafah sehingga ketakwaan semua individu, baik laki-laki maupun perempuanmenjadi benteng utama untuk mencegah seseorang melakukan pelanggaran kehormatan terhadap orang lainsemagaimana sejarah telah membuktikan Pada Tahun 837 M pada zaman kekhalifahan Abu Ishaq ‘Abbas Al-Mu’tasim Ibn Harun Ar-Rasyid (795-842 M) akrab disapa al-mu’tasim billah pada masa dinasti Abbasiyah. Ketika seorang muslimah diganggu oleh orang Romawi, dimana muslimah telah menutut auratnya dengan sepasang jilbab dan khimar. Orang romawi tersebut mengaitkan jilbab wanita itu hingga tersingkaplahauratnya di Ammuriyyah, adalah sebuah kota dibawah kekuasaan Romawi masih di daerah benua asia, dimana wanita itu dilecehkan dan berteriak. Sedangkan Khalifah Al-Mu’tasimyang di pusat pemerintahan di kota Baghdad (sekarang irak). Namun saat teriakan itu sampai kepada Al-Mu’tasim. Beliau langsung memerintahkan panglima perang untuk mengumpulkan pasukan untuk memenuhi panggilan perempuan itu. Beribu-ribu pasukan langsung dikerahkani sehingga saat pasukan itu berbaris banyakdatang  di kota Ammuriyah, Inilah bukti seriusnya pemimpin islam saat itu untuk melindungi kehormatan seorang perempuan. 

Demikian berharganya kehormatan seorang perempuan dalam Khilafah. Hal ini kontras dengan nasib perempuan sekarang di era kapitalisme. Perempuan diposisikan sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Kecantikan perempuan diekspos habis-habisan. Namun, saat kekerasan seksual terjadi, perempuan menjadi korban. Merasakan nestapa berkepanjangan karena tercerabutnya kehormatan dan kemuliaan. Perempuan tak boleh diam atas maraknya persoalan ini. Saatnya bangkit dan mewujudkan solusi, sang penjaga kehormatan perempuan yaitu khilafah. Wallahu a’lam.

Komentar