Kapuspen TNI: Potongan Puisi Panglima TNI Beri Gambaran Kebangsaan

Nasional365 views

Panglima TNI Gatot Nurmantyo

JAKARTA, PORTALSULTRA.COM – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI memberikan penjelasan terkait potongan puisi yang dibacakan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Kapuspen TNI mengatakan bahwa, potongan puisi tersebut untuk memberikan gambaran tentang kebangsaan sesuai dengan tema Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar.

“Akhir-akhir ini beredar berita di media sosial, sehingga terjadi kesimpang-siuran terkait pembacaan puisi karangan Deni JA, berjudul “Tapi Bukan Kami Punya” yang seolah-olah Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membacakan puisi tersebut secara lengkap, pada saat memberikan pembekalan kepada peserta Rapimnas Golkar di Hotel Novotel Balikpapan pada tanggal 22 Mei 2017,” kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto saat melaksanakan silaturahmi bersama wartawan mitra TNI, di Jakarta Timur pada Selasa (23/5) seperti dikutip dari tni.mil.id, Kamis (25/5/2017).

“Untuk menghindari salah persepsi pembacaan puisi tersebut, perlu saya jelaskan bahwa pada  saat itu, Panglima TNI hanya membacakan potongan puisi, untuk memberikan gambaran tentang kebangsaan sesuai tema kepada peserta Rapimnas Golkar dan video puisi tersebut dipublikasikan Puspen TNI melalui website www.tni.mil.id,” lanjut Kapuspen TNI.

Diketahui bahwa, saat Rapimnas Golkar di Balikpapan, Panglima TNI Gatot Nurmantyo membacakan potongan puisi karya Denny JA. Dimana puisi tersebut kata Gatot seperti dikutip dari kompas.com, adalah gambaran tangisan dari penduduk di suatu wilayah, yakni penduduk Melayu.

Wilayah tersebut adalah Singapura. Sempat menjadi kelompok mayoritas di daerah tersebut, penduduk Melayu di Singapura kini justru terpinggirkan.

“Kalau kita tidak waspada, suatu saat bapak ibu sekalian duduk di sini, anak cucunya tidak. Duduk di pinggiran,” kata Gatot.

Berikut potongan puisi Denny JA yang dibacakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo:

Sungguh Jaka tak mengerti,
mengapa ia dipanggil ke sini.
Dilihatnya Garuda Pancasila,
tertempel di dinding dengan gagah.
Dari mata burung Garuda,
ia melihat dirinya.
Dari dada burung Garuda,
ia melihat desa.
Dari kaki burung Garuda,
ia melihat kota
Dari kepala burung Garuda,
ia melihat Indonesia.

Lihatlah hidup di desa,
sangat subur tanahnya.
Sangat luas sawahnya,
tapi bukan kami punya.
Lihat padi menguning,
menghiasi bumi sekeliling.
Desa yang kaya raya,
tapi bukan kami punya.
Lihatlah hidup di kota,
pasar swalayan tertata.
Ramai pasarnya,
tapi bukan kami punya.
Lihatlah aneka barang,
dijual belikan orang.
Oh makmurnya,
tapi bukan kami punya.

Penulis: Benny Syaputra Laponangi

Komentar