KB dalam Kontradiksi

Opini521 views

Oleh: Irayanti (Mahasiswi UHO)

‘Dua anak cukup’ kini menjadi ‘dua anak cukup, keluarga sejahtera’ jargon yang identik dengan Keluarga Berencana (KB), sebuah program pemerintah yang katanya akan mensejahterakan masyarakat. Sehingga gencar dicanangkan kampung KB untuk mendukung keberhasilan program pemerintah ini.

Di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kolaka Utara (Kolut) Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPP&KB), Muhammad Jufri, S.KM berharap kampung KB menjadi salah satu program prioritas kebijakan dukungan dana desa tahun 2020. Sebab selama ini kampung KB yang ada, belum maksimal serta belum banyak menyasar desa-desa khususnya di Kolut. Dari program ini diharapkan akan terwujud SDM Kolut yang unggul, berkarakter, tangguh mandiri dan berdaya saing tinggi.(BumiSultra.com,15/05/2019)

Fakta KB

Program KB telah digaungkan sejak tahun 1970. Program Keluarga Berencana (KB) ini adalah program unggulan pembatasan kelahiran yang muncul sebagai akibat kekhawatiran terhadap ledakan penduduk yang akan terjadi beberapa waktu ke depan jika tidak dilakukan pembatasan. Akibatnya dunia akan sesak oleh manusia dan lonjakan pangan tidak terpenuhi. Diharuskannya KB juga karena kekhawatiran pemerintah banyak anak menjadikan keluarga tidak sejahtera (kemiskinan meningkat), angka kematian ibu meningkat, anak kurang pengasuhan akibat jarak lahir yang berdekatan, dan sebagainya.

Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus, seorang pendeta yang hidup pada tahun 1798 hingga tahun 1834. Tulisan monumentalnya adalah An Essay on The Principe Of Population As It Affect Future Improvement of Society, With Remarkson The Speculations of Mr. Godwin, Mr. Condorcet And Other Writer atau lebih popular dengan sebutan prinsip kependudukan (The Principle of Population,1978) ia menyatakan bahwa penduduk itu seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang jika tidak dibatasi akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Perkembangan subsistem (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun. Akibatnya manusia akan mengalami kekurangan pangan dan kemiskinan. Untuk itu harus ada pengekangan perkembangan penduduk. Salah satunya adalah dengan preventive check berupa pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran.

Dalam hal ini Indonesia mengenalnya dengan program KB. Jumlah populasi di suatu negara, terkadang memaksa pemerintah untuk menerapkan kebijakan pengendalian, agar tidak terjadi overpopulation yang berdampak buruk bagi suatu negara.

Di beberapa negara seperti Jerman, Jepang, Singapura, Rusia  pemerintah di negara tersebut bahkan memfasilitasi yang menikah dan memiliki anak yang banyak. Hal ini dikarenakan angka kelahiran disana sedikit sehingga jumlah penduduknya makin berkurang. Di Singapura pernah melakukan kebijakan kontrol populasi mirip KB yang disebut dengan stop at two yang diberlakukan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada akhir 1960-an. Namun, belakangan ini di Singapura sendiri telah menghentikannya dan berubah menjadi “miliki tiga anak atau lebih jika mampu.” Untuk bisa mendorong orang berkeluarga dan memiliki anak yang banyak, pemerintah Singapura pun memberikan bonus sampai S$4.000 (Rp43 juta) untuk masing-masing anak pertama dan kedua serta anak ketiga dan keempat S$6.000 (Rp64 juta). Fakta negara-negara tersebut harusnya menjadi catatan tersendiri negara Indonesia untuk meninjau ulang program KB.

Meninjau Program KB

Dari segi fakta teori Malthus tidak sesuai kenyataan. Produksi pangan dunia tidak mengalami kekurangan, namun mencukupi kebutuhan penduduk terbukti dengan adanya angka surplus pangan. Selain itu ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan populasi penduduk yang banyak melainkan karena ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa. Hal ini terjadi akibat pemaksaan ideologi kapitalisme oleh Barat. Dikatakan jika semakin rendah angka kelahiran, maka kesejahteraan juga semakin mudah dicapai. Sebagai contoh keluarga dengan 2 anak dan seorang ayah yang bekerja, peluang untuk mengakses pendidikan akan lebih besar dan mudah. Begitu juga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kapitalisme yang berasaskan materi tentunya memiliki mindset sedikit anak dinilai lebih menguntungkan daripada jumlah yang banyak. Maka diupayakan agar masyarakat harus mengikuti program KB. Tapi upaya-upaya yang dilakukan tersebut menjelaskan beberapa hal:

Pertama, korelasi kesejahteraan yang dikehendaki sebetulnya hanya untuk menyangkal dari kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sebab dianggap bahwa bertambahnya penduduk, maka bertambah pula beban dan porsi pelayanan jaminan kepada masyarakat. Hal ini tidak lepas dari alasan banyaknya dana yang akan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Bahkan disinilah kontradiksinya, dengan adanya program KB sepertu kampung KB bukan malah menjadikan dana yang dikeluarkan sedikit, tetapi malah banyak pengeluaran hingga harus mengambil pula dana desa sebagai penyokong program tersebut.

Kedua, mengaborsi kecintaan Rosulullah sebagai teladan umat yang mencintai jumlah umatnya. Namun yang menjadi permasalahan adalah sistem yang diembang saat ini melihat segala sesuatu berdasarkan ukuran materi, bukan keberkahan. Alhasil, bertambahnya jumlah penduduk dianggap menghalangi peluang kesejahteraan. Tetapi beberapa pemimpin pun di negara ini tidak menjalankan program dua anak cukup malah memiliki anak lebih dari dua. Beberapa orang mengatakan ‘banyak anak banyak rezeki’ sangat tidak relevan bagi dunia sekarang. Secara sadar atau tidak, pernyataan di atas seolah memalingkan umat Islam khususnya dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang akan menjamin rezeki bagi seluruh mahluknya:

“Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (QS. Huud :6).

Binatang saja Allah jamin rezekinya. Lihatlah burung-burung yang meninggalkan sarangnya lalu kembali dengan makanan dan perut yang terisi. Apatah lagi seorang manusia yang memiliki akal dan berbeda dengan binatang.

Sudah jelas Allah jamin rezekinya bagi yang berusaha. Kembali lagi kesejahteraan yang kurang terasa sekarang ini karena tamaknya para kapitalis dalam sistem kehidupan ini yang hanya menginginkan kesejahteraan bagi dirinya (asas materi) dan menjadikan orang-orang yang membebaninya harus mengikuti apa yang ia inginkan.

Untuk angka kematian ibu, kematian adalah perkara yang pasti dan dapat terjadi kapan saja. Jangan dijadikan sebagai kambing hitam untuk melegalkan pembatasan kelahiran cukup dengan 2 anak. Dalam Islam meninggal saat melahirkan malah dikatakan syahid Insya Allah.

Islam Memandang KB

KB (Keluarga Berencana) sendiri dapat dipahami dalam dua pengertian: Pertama, KB sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Pengertian pertama ini diistilahkan dengan tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran).

Kedua, KB sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana atau alat, misalnya dengan menggunakan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. Dalam pengertian kedua ini diistilahkan tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran).

KB dalam arti pengaturan kelahiran yang dijalankan oleh individu bukan dijalankan karena program negara untuk mencegah kelahiran dengan berbagai cara dan sarana hukumnya mubah atau boleh. Namun, kebolehannya disyaratkan tidak adanya bahaya. Kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada pencegahan kehamilan yang temporal (sementara). Adapun pencegahan secara permanen hukumnya haram.

Anak adalah karunia. Kehadiran mereka adalah nikmat. Anak dan keturunan melahirkan ragam kebaikan. Anak-anak dengan sendirinya merupakan rezeki Allah bagi manusia. Allah SWT telah menjanjikan bahwa setiap anak yang terlahir akan Allah jamin rezekinya sehingga tak perlu takut memiliki anak lebih dari dua. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am:151).

Wallahu a’lam bish showwab

Komentar