Kebijakan Sistem Islam dalam Mengatasi Banjir

Opini1,107 views

Oleh: Ummu Salman

Banjir bandang menyerbu daerah Sultra. Sejumlah wilayah terkena banjir, bahkan jembatan-jembatan yang menghubungkan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya terputus akibat diterjang banjir. Seperti diberitakan dalam detiknews.com (9/7/2019): 28 desa di 6 kecamatan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) terendam banjir. Hingga saat ini masih banyak warga terjebak di gundukan tanah dan atap rumah.

Di Kecamatan Asera, tak hanya Walalindu saja yang menjadi desa terdampak banjir bandang. Desa lain seperti Longeo Utama juga terdampak parah. Banjir yang menerjang Asera, Konawe Utara, berasal dari meluapnya Sungai Lalindu. Ratusan rumah dikabarkan hancur terbawa arus banjir. Terisolirnya beberapa desa di Kecamatan Asera diakibatkan dari terputusnya akses utama yaitu jembatan penghubung desa yang membentang di atas Sungai Lalindu. Jembatan ini hancur terbawa derasnya arus banjir. “Yang membuat terhambatnya pengiriman bantuan ke Asera ialah terputusnya jembatan penghubung, kendaraan roda empat tak dapat melintas. Saat ini warga dibantu relawan dan tim evakuasi gabungan membuat jembatan darurat yang baru dapat dilintasi pejalan kaki dan kendaraan roda dua,” tambah Kusmayadi.cnnindonesia(15/6/2019).

Penyebab Banjir

Menanggapi musibah banjir ini, Gubernur Sultra Ali Mazi menepis rumor yang telah beredar di masyarakat terkait dengan penyebab banjir Konawe Utara. Menurut dia, banjir tersebut bukan karena aktivitas pertambangan, akan tetapi kehendak Yang Maha Kuasa. “Untuk penyebab banjir di Konawe Utara, kita jangan sembarang berspekulasi, perlu dilakukan kajian ilmiah, jangan kemudian kita langsung beranggapan bahwa penyebab banjir ini adalah karena aktivitas tambang,” kata dia, liputan6.com (14/6/2019).

Padahal biasanya, banjir disebabkan oleh pembukaan lahan besar-besaran, sehingga hutan menjadi gundul. Berbeda dengan pak gubernur, Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Tenggara (Sultra), Lukman Abunawas menyebut kegiatan pertambangan dan kerusakan lingkungan menjadi penyebab banjir bandang yang melumpuhkan Kabupten Konawe Utara (Konut). Menurutnya, sejak menjadi daerah otonomi baru (DOB), banjir yang terjadi kali ini merupakan banjir terparah yang meluas hingga 6 kecamatan. “Ini memang karena di sana banyak aktivitas penambangan dan juga karena lingkungan hidup yang sudah tidak tertata dengan baik. Sehingga itu menjadi salah satu penyebab banjir di sana,” kata Lukman, Selasa (11/6/2019).

Sejalan dengan pernyataan pak wagub, Walhi Sultra menyebutkan bahwa masalah utama penyebab banjir adalah pembukaan lahan besar-besaran untuk kebun sawit dan tambang. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara Saharudin berkata, sepanjang 2009 sampai 2012 saja sudah terdapat 71 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Konawe Utara, dan 68 di antaranya merupakan izin pertambangan nikel, sisanya izin pertambangan batu kapur, emas, serta kromit. Kondisi tersebut diperparah karena sebagian besar tambang di Konawe Utara beroperasi secara ilegal alias tidak berizin dan tidak tercatat. Hal ini diakui Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Lukman Abunawas, tirto.id (12/6/2019).

Selain itu, Walhi Sultra juga mencatat khusus di Konut sejak 2001 hingga 2017 sekitar 45.600 hektar tutupan pohon telah hilang sehingga berdampak pada pendangkalan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berstatus krisis karena diakibatkan sedimentasi. Pertambangan dan sawit juga merusak hutan primer hingga 954 hektare dan hutan alam 2.540. “Ini akibat sedimentasi yang tinggi sebagai akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan. Keduanya faktor terbesar penyumbang rusaknya hutan. Sekarang ada tidak kajian dan evaluasi mengenai sedimemtasi sungai, pertambangan dan perkebunan, muncul beragam masalah turunan. Secara umum di Sultra harusnya lebih dari 80 izin pertambangan harus dicabut,” tambahnya. Untuk alih fungsi perkebunan, Walhi Sultra mencatat sekitar 20.000 hektar kebun sawit baru yang 90 persen di antaranya diambil dari pembukaan hutan. Sementara untuk wilayah Koltim, menurut Sabaruddin selain banjir diakibatkan banjir kiriman juga diperparah oleh aktifitas pertambangan, perkebunan sawit dan lada yang merupakan tamanan jenis monokultur atau hanya satu jenis yang ditanami dalam satu areal perkebunan. “Tanaman monokultur dalam jumlah besar tentu membuat daerah-daerah tangkapan air dan memicu sedimentasi yang tinggi ke DAS,” tutupnya.

Mengatasi Banjir

Sebagai muslim, tentunya kita mengimani bahwa segala yang terjadi adalah atas izin Allah yang maha kuasa. Jika kita diberi musibah, maka kita diperintahkan untuk bersabar. Namun tentunya tidak cukup hanya bersabar, tetapi musibah tersebut juga disikapi dengan menjadikannya sebagai momen untuk memuhasabah diri kita, tentang apa yang telah kita lakukan, sehingga Allah menjadikan hujan sebagai banjir, padahal hujan itu diturunkan seharusnya menjadi rahmat, yang dengannya bumi dihidupkan dari kekeringan.

Agar kejadian banjir ini tidak terulang terus menerus, maka perlu ada upaya yang ditempuh dengan serius dan sungguh-sungguh baik itu dari rakyat terlebih pemerintah. Terutama pemerintah, perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam mengatasi banjir.

Dalam negara yang menerapkan sistem Islam, untuk mengatasi banjir dan genangan, negara memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir adalah sebagai berikut;

Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, rob, dan lain sebagainya, maka negara akan menempuh upaya-upaya sebagai berikut;

1. Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.  Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.  Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.

2. Negara akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain),  dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut

3. Negara membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase, atau apa namanya untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.  Secara berkala, mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan.

4. Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu.  Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.

Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, negara akan menggariskan beberapa hal penting seperti kebijakan tentang master plan, mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan, membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan,  dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana, menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi, menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin, terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.

Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Negara menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Juga mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah swt.

Dengan kebijakan ini, insya Allah, masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas.

Wallahu A’lam bish shawab

Komentar