Kebutuhan Mendesak, Harga Tak Terkendali

Opini258 views

Oleh: Lisa Aisyah Ashar (Mahasiswi USN dan Aktivis BMI Kolaka)

Dalam momentum Ramadan berbagai hal telah dipersiapkan mulai dari kebutuhan jasmani hingga kebutuhan dapur yang tidak boleh terlewatkan. Momentum Ramadhan di Indonesia kerapkali menjadi sorotan sebab harga pasar kian melambung pesat. Melonjaknya harga pasar sudah menjadi budaya turun-temurun setiap tahunnya. Kenaikan yang paling mencolok yaitu harga bumbu dapur seperti bawang dan cabai rawit, kemudian disusul harga pasar lainnya. Tak tanggung-tanggung harga yang beredar di pasaran kian membengkak mengundangan keluh kesah khalayak.

Seperti yang dilansir dalam Zonasultra.Com, Wanggudu Memasuki bulan suci Ramadan 1440 H, sejumlah harga bumbu dapur di wilayah Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) melonjak naik dari hari biasanya. Kenaikan paling mencolok adalah bawang dari Rp 40.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 60.000 per kg. Disusul cabai rawit Rp 25.000 per kg menjadi Rp 40.000 per kg. Harga ikan di Konut juga ikut merangkak naik hingga Rp 60.000 per kg. Begitu pun ayam potong dari Rp 60.000 naik menjadi Rp70.000, dan sayur mayur dari sebelumnya Rp 3.000 menjadi Rp 5.000 tiap ikatnya. Salah satu pedagang di Pasar Sentral Kecamatan Lasolo, Muslimin mengatakan, meningkatnya jumlah permintaan jelang Ramadan menjadi salah satu faktor melambungnya harga bahan olahan makanan itu. Tiap tahun seperti ini pak. Kalau mau masuk puasa dan lebaran pasti harga barang-barang dan bahan makanan ada kenaikan,” ujarnya ditemui Minggu (5/5/2019).

Musim penghujan yang terjadi saat ini, lanjut Muslimin, juga mempengaruhi melonjaknya harga barang. Sebab, akses jalan masuk di wilayah Bumi Oheo itu rusak parah sehingga para pedagang dari luar Konut merasa kesulitan. Kenaikan harga barang ini akan terus terjadi hingga memasuki Idul fitri nanti. Salah seorang warga Konut, Idhar mengaku resah dengan kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan tersebut. Ia bahkan harus merogoh kocek dua kali lipat dari biasanya.

Harga Pasar Meroket, Akibat Kapitalisme

Nilai jual pasar tak jua menyudahi kenaikannya bahkan kabar berhembus bahwa harga pasar akan terus meroket hingga menjelang Idul Fitri mendatang seakan duka yang tak kunjung usai. Sudah menjadi budaya yang tak lazim lagi dikalangan pasar saat menyambut ramadhan tatkala nilai jualnya terbilang mahal disebabkan meningkatnya jumlah permintaan dan tingginya curah hujan menjadi faktor utama melambungnya harga pasar kian pesat, ditambah lagi terbukannya keran impor melaju pesat yang hanya menguntungkan segelitir oknum ditengah-tengah hasil bumi melimpah ruah. Maka tak heran, melambungnya harga memaksa masyarakat merogoh kocek dalam-dalam sebab harga pasar tidak tertawar nilai jualnya. Keluh kesah masyarakat tersirat  ditengah kebutuhan kian mendesak dan perekonomian kian membengkak.

Sistem kapitalisme beranggapan bahwa terjadinya inflasi dipengaruhi kurangnya ketersediaan bahan pangan komoditas tertentu. Kondisi inilah merupakan permasalahan ekonomi disebabkan harga pangan ditentukan oleh faktor supply and demand (penawaran dan permintaan). Apabila supply barang jumlahnya besar, sedangkan demand sedikit maka harga mengalami penurunan. Namun sebaliknya apabila supply barang jumlahnya sedikit dan demand besar maka harga akan melonjak. Selain itu, kondisi harga komoditas pangan yang pasang surut didorong meningkatnya harga input produksi terdeteksi merugikan pihak produsen, pedagang bahkan konsumen ditengah krisis moneter. Dibalik keresahan dunia pasar keadaannya kian kelam tatkala jalan pintas yang diambil pemerintah membuka keran impor merugikan masyarakat, maka tak heran problematika pasar setiap tahunnya seakan drama dengan dalih sudah menjadi sesuatu yang lumrah kenaikan harga tatkala momentum hari raya. Pemerintah kerapkali lepas tangan menjaga kestabilan harga pasar mengakibatkan peluang terjadinya manipulasi atau intervensi di dalam pasar sehingga masyarakat menuai imbasnya akibat mekanisme ekonomi ditangan sistem Kapitalisme.

Islam Solusi Tepat Menangkal Kenaikan Harga

Menjadikan kapitalisme sebagai tumpuan perekonomian adalah kekeliruan nyata yang hendak diluruskan sebab sudah saatnya masyarakat bangkit dan pindah haluan dari kegelapan kapitalisme menuju titik terang cahaya Islam yang terbukti selama 13 abad masa kejayaannya telah memberikan kesejahteraan menyeluruh tanpa pandang bulu.

Sudah menjadi potret nyata bagi masyarakat kenaikan harga pasar menjadi salah satu duka yang memaksa masyarakat memenuhi kebutuhan mendesak ditengah harga pasar yang kian membengkak dan krisis moneter tampak membesar.

Berbagai faktor yang menyebabkan kenaikan harga pasar kerapkali membengkak, diantaranya yaitu disebabkan faktor kelangkaan alami yang terjadi karena musim paceklik mengakibatkan gagal produksi. Kemudian disebabkan penyimpangan ekonomi dari hukum-hukum syariah, terjadinya kanzul mal (menimbun harta), ghabnal al faakhisy (permainan harga) hingga liberalisasi yang beraroma penjajah ekonomi.

Islam tidak membenarkan bahkan mengharamkan mematok harga sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw tatkala harga-harga melambung tinggi. Hadist dari Anas bin Malik berkata, “Pernah terjadi kenaikan harga pada masa Rasulullah saw, orang-orang meminta kepadanya,”Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak tetapkan standar harga untuk kami. Beliau menjawab ”Sesungguhnya Allah SWT-lah yang menentukan harga, yang menyempitkan dan melapangkan, dan Diah-lah yang memberi rezeki. Sungguh, aku berharap ketika berjumpa dengan Allah tidak ada seseorang yang meminta pertanggungjawaban dariku dalam hal darah dan harta.” (HR. Ibnu Majah) kemudian hadist tersebut dipertegas kembali dengan ancaman sebagaimana hadist dari  Ahmad dan Abu Ubaid meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Dia yang menetapkan harga tidak akan masuk surga”. Maka jelas prinsip dasar dalam dunia perdagagan yaitu harga pasar dan penjualan hendaknya dibiarkan bebas untuk merespon kekuatan ekonomi tanpa manipulasi.

Islam menjamin mekanisme pasar dengan baik maka negara wajib melenyapkan serta memberantas berbagai distrosi pasar, seperti kanzul mal (menimbun harta), permainan harga (ghabnal al faakhisy), dan penipuan dan Allah SWT mengazab perilaku yang demikian sebagai yang telah termaktub dalam firman-Nya Surah at-Taubah ayat 34, “Wahai orang-orang beriman! Sesungguhnya banyak orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.”

Realita yang terjadi pada hakikatnya menampak wajah asli dari kapitalisme yang adil memberikan kesejahteraan merata justru siasat mengantarkan kepada kesengsaraan tiada tara. Sudah saatnya umat membuka mata atas kehancuran sistem kapitalisme yang telah mencapai tahap kiamat dan tidak layak dijadikan pengikat sendi-sendi ekonomi guna meraih kemajuan. Hendaknya masyarakat sadar hanya konsep Islam pengobat segala kerusakan yang mengrogoti serta tuntas melayani perkara umat dalam penyelesaian masalah kenaikan harga yang melambung tinggi. Senyawa kebangkitan kian berhembus dengan kesadaran bahwa hanya Islam solusi tepat menangkal perkara. Alhasil, semua pencapaiaan tersebut dapat meraih puncaknya apabila penerapan sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah ‘ala-Minhajin Nubuwwah kembali tegak. Wallahu a’lam  bi ash-shawab.

Komentar