Oleh: Fitri Suryani, S.Pd (Guru Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara)
Pemberitaan terkait (pemutusan hubungan kerja) PHK di dunia perbankan belum juga surut. Kali ini, bank terbesar Eropa, HSBC juga dilaporkan akan merumahkan 10.000 pegawainya. Menurut Reuters mengutip Financial Times, langkah itu dilakukan sebagai upaya efisiensi anggaran. Saat ini HSBC memiliki 238.000 pegawai.
Sebenarnya, dikutip dari Bloomberg, setidaknya sudah hampir 60 ribu orang sedang dan akan di PHK di sektor perbankan. Persaingan dengan pasar perbankan yang terpecah-pecah dan pertumbuhan ekonomi yang melambat menjadi penyebab. Kebanyakan PHK karyawan dilakukan di Eropa. Lalu disusul Amerika Utara, Timur Tengah dan Afrika. Sedangkan sisanya di Asia Pasifik (Cnbcindonesia.com, 08/10/2019).
Kabar seputar tsunami PHK tak cuma melanda sektor perbankan dunia, sejumlah perusahaan dari berbagai negara mengambil langkah dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawannya guna melakukan efisiensi. Hal itu disebabkan karena melemahnya ekonomi dan ketidakpastian global.
Perusahan-perusahaan itu seperti terjadi pada perusahaan otomotif, komputer hingga perusahaan perintis atau start up. Perusahaan-perusahaan non bank yang melakukan PHK pada 2019 dan pada akhir 2018, yakni: HP, Uber, LG Display dan Ford (Cnbcindonesia.com, 12/10/2019).
Kabar tsunami PHK yang menerjang para pekerja dapat dipastikan akan semakin memperbesar angka pengangguran di negera-negara tersebut. Apalagi kebanyakan PHK dilakukan di negara-negara besar. Ini menunjukkan betapa negara selevel kampiun demokrasi seperti AS tidak bisa melindungi rakyatnya dalam memberikan jaminan pekerjaan. Lalu bagaimana dengan negara yang lemah?
Selain itu, salah satu ciri negara yang tidak berdaulat, nasibnya ditentukan oleh kapitalis, padahal hakikat kapitalis hanya mengambil keuntungan semata. Mereka hanya mau menanamkan investasi pada negara yang memberi keuntungan dan akan segera mencabut investasinya bila negara tersebut merugikannya.
Di samping itu dalam politik ekonomi, negara yang mengemban sistem kapitalisme mewujudkan kemakmuran negara atau kesejahteraan individualnya hanya secara perkiraan (rata-rata). Sehingga kesejahteraan yang sesungguhnya belum mampu direalisasikan.
Lebih dari itu, tsunami PHK di negara-negara kapitalis merupakan bukti kegagalan kapitalisme mensejahterakan umat manusia.
Adapun sistem ekonomi dalam Islam disusun berdasarkan tiga asas, yaitu: Pertama, kepemilikan. Kepemilikan dalam Islam merupakan izin dari pembuat syariah (Allah) kepada seseorang atau sekelompok orang atau negara untuk memanfaatkan suatu barang. Kepemilikan pun dibagi menjadi tiga, yaitu: Pertama, kepemilikan individu. Kedua, kepemilikan umum. Ketiga, kepemilikan negara.
Kedua, pengelolaan dan pemanfaatan hak milik. Pengelolaan/pengembangan kepemilikan/kekayaan merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengembangkan harta yang telah menjadi hak miliknya. Dalam hal ini Islam membolehkan pengembangan kekayaan yang dibenarkan sesuai hukum syara. Seperti jual beli, sewa-menyewa, syirkah, usaha pertanian atau mendirikan suatu industri. Islam juga membolehkan seseorang membelanjakan harta hanya untuk benda yang tidak diharamkan oleh syariah.
Ketiga, distribusi kekayaan. Islam mengatur distribusi harta kekayaan melalui pewajiban zakat dan pembagiannya hanya kepada orang-orang yang berhak menerimanaya, pemberian hak kepada semua masyarakat untuk memanfaatkan milik umum, pemberian kepada seseorang dari harta negara dan pembagian waris.
Adanya sistem ekonomi dalam Islam yang disusun berdasarkan tiga asas tersebut, tentu dapat meminimalisir adanya angka kemiskinan yang ada di masyarakat. Sehingga tingkat kesejahteraan dapat dirasakan oleh semua kalanngan, tanpa memandang lagi status sosialnya.
Dengan demikian, semua hal tersebut sulit diwujudkan dalam sistem saat ini. Karenanya hal tersebut hanya dapat direalisasikan jika aturan Sang Khalik dapat diterapkan dalam seluruh kehidupan. Sehingga Islam rahmatan lil ‘alamin bisa benar-benar dirasakan oleh semua insan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Komentar