Kisruh Transportasi Menuai Polemik

Opini258 views

Oleh: Sarma (Pendidikan Kimia Universitas Halu Oleo)

Aksesibilitas merupakan derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Dalam pengertian yang lain bahwa aksesibilitas merupakan ukuran kemudahan lokasi untuk dijangkau dari lokasi lainnya melalui sistem transportasi. Ukuran keterjangkauan atau aksesibilitas meliputi kemudahan waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antar tempat-tempat atau kawasan. 

Kemudahan dan kenyamanan yang akan diperoleh masyakat pada umumnya adalah keharusan yang menjadi tanggung jawab oleh seorang pemimpin. Salah satunya memperhatikan rakyatnya dalam masalah pemenuhan layanan publik. Hal yang menjadi prioritas bagi masyarakat adalah rasa aman dan keterjangkauan modal dalam beroperasi untuk melakukan transportasi. 

Rakyat yang Merasa terzalimi

Di Jakarta, kasus pelecehan kerap terjadi pada sarana transportasi saat perempuan melewati jembatan penyebrangan, saat berada di dalam Transjakarta, Commuter Line, angkutan umum, taksi online, hingga saat berjalan kaki di trotoar. Kasus-kasus itu membuktikan bahwa infrastruktur yang tidak memadai memiliki kaitan yang kuat terhadap kekerasan yang terjadi pada perempuan.

“Ternyata terdapat hubungan yang kuat antara infrastruktur yang tidak memadai dengan kekerasan terhadap perempuan. Contohnya kurang atau tidak adanya penerangan yang cukup di jalan dan gang, trotoar yang tidak memadai, tidak adanya CCTV di tempat strategis, hingga transportasi publik yang kurang aman,” ungkap Iriantoni Almuna, di acara diskusi Infrastruktur untuk Semua yang digagas oleh UN Women dan KIAT (Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastruktur), di Jakarta, Kamis (22/11).

Hal serupa pula dapat dikategorikan pada ketidaknyamanan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam menumpangi kendaraan sebagai angkutan umum adalah adanya harga tiket yang melambung tinggi secara tiba-tiba dan adanya ketidaknyamanan pada saat berada didalam kendaraan. Kasus ini biasa terjadi pada saat menumpangi bus menjelang hari raya atau hari-hari besar lainnya, penumpang yang berada di dalam bus tidak merasa aman akibat barang yang menumpuk bersama-sama dengan penumpang. Barang (muatan) disatukan dalam tempat yang sama diruang tempat duduk penumpang sehingga suasana didalam bus terasa sempit dan berbahaya bagi keselamatan.

Hal serupa terjadi pula pada kasus melonjaknya harga tiket pesawat membuat rakyat menjadi terzalimi, tidak dapat kembali atau melakukan perjalanan dengan menaiki pesawat karena harga tiket yang tak terjangkau. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan, pemerintah tidak bisa hanya melihat satu sisi dalam membuat kebijakan untuk menekan harga tiket pesawat. Apalagi adanya salah satu yang menjadi perhatian adalah terkait usulan untuk mempersilakan maskapai asing bersaing di dalam negeri, tentu hal ini berkaitan dengan biaya atau harga tiket yang akan melonjak naik. Dengan demikian akses jalan cepat yang seharusnya dapat ditumpangi oleh masyarakat yang memiliki biaya secukupnya menjadi sirna dan menempuh perjalanan panjang (http://rmol.id/amp/2019/06/16/392963).

Peradaban Islam Sebagai Contoh

Pemenuhan hak masyarakat terhadap layanan publik (konstruksi) dan keamanan, menjadi perhatian yang khusus untuk kemaslahatan umat. Hal ini dapat kita lihat kepemimpinan dari peradaban islam yang dijalankan oleh khalifah Umar bin Khattab, selain sebagai kepala pemerintahan, juga berperan sebagai seorang faqih fiddin. Perannya dalam pandangan hukum  berpengaruh besar pada masanya hingga saat ini. 

Umar ketika ingin memutuskan sesuatu yang terkait dengan hukum, selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an sebagai perundang-undangan (dustur) utama dan pertama dalam Islam. Setiap pandangan hukum yang difatwakan olehnya selalu berdasarkan ketentuan tersebut. Namun demikian, sebagian besar kebijakan yang dibentuk untuk menetapkan suatu hukum, oleh Umar tidak lepas dari aspek-aspek kemaslahatan umat, seperti menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial, tolong menolong, dan penegakan hak-hak yang ada dalam masyarakat, termasuk juga dalam kebijakan ekonomi. Umar juga dikenal sangat berani melakukan ijtihad, hal ini dilakukan karena Umar melihat lebih jauh dan lebih mendalam terhadap ajaran Islam, yaitu adanya prinsip kemaslahatan umat (Abbas Mahmud Aqqad, 1992: 46).

Seperti dikisahkan dirinya dengan seekor keledai beliau yang terkenal tegas dan kuat (tegar) menagis ketika mendengar tentang peristiwa yang terjadi di Iraq sehingga membuat beliau sedih dan terpukul. Seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh kejurang akibat jalan yang dilewati, licin dan belubang (rusak). Melihat kesedihan pemimpinnya (Khalifahnya) sang ajudan pun berkata “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanyalah seekor keledai ?”. Dengan wajah yang serius dan menahan marah Umar bin Khattab berkata, “Apakah engkau sanggup menjawab dihadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimipin rakyatmu?”. Redaksi kalimat lain beliau berkata “Jika ada keledai yang jatuh terperosok di kufah karena rusaknya jalan, maka aku akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya di hari kiamat kelak.” (Khalifah Umar bin Khattab)

Hal ini dikarenakan bahwa Khalifah atau pemimpin adalah orang yang diangkat oleh Allah SWT sebagaimana Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Peraturan Islam adalah Solusi

Inilah Islam mengatur kehidupan sampai keakar-akarnya. Islam adalah peraturan yang bersifat universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat memberikan jalan pemecahan kepada manusia (atas berbagai problematikan mereka) secara manusiawi. Oleh karena itu, Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia berupa naluri dan tuntutan jasmani, mengatur pemecahannya dengan suatu tatanan yang benar; tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali, tidak ada saling mendominasi antara satu naluri atas naluri yang lain. Islam adalah ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Allah telah mewajibkan umat Islam agar selalu terikat dengan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, baik menyangkut hubungannya dengan Pencipta mereka, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah akidah dan ibadah, menyangkut hubungannya dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah akhlak, makanan, pakaian, dan lain-lain, ataupun menyangkut hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah muamalat dan perundang-undangan. Allah juga telah mewajibkan umat Islam agar menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka, menjalankan pemerintahan Islam, serta menjadikan hukum-hukum syariat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Muhammad sebagai konstitusi dan sistem perundang-undangan mereka. 

Allah berfirman: Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepada kalian.(QS al-Mâ’idah [5]: 48).

Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan kekufuran, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan) berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah, berarti mereka itulah orang-orang kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).

Oleh sebab itu, perkara kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak diputuskanlah dalam musawarah yang dapat mencapai sebuah keputusan untuk kemaslahatan umat. Mengikuti syariat yang telah ada dan mencontoh kepemimpinan-kepemimpinan umat terdahulu, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak untuk merugikan kelompok atau individu, tetapi untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Pandangan Islam Tentang Fasilitas Umum

Konsep Hak Al Muruur dan Kepemilikan Umum (Fasilitas Publik) dalam Islam menyatakan bahwa Hak secara etimologi berarti milik, ketetapan dan kepastian. Hak diartikan pula dengan menetapkan dan menjelaskan, hak berarti juga dengan bagian (kewajiban yang terbatas), hak juga berarti kebenaran, yaitu lawan dari kebatilan. Menurut sebagian para ulama mutaakhirin, hak adalah suatu hukum yang telah ditetapkan oleh syara’, sedangkan menurut syekh Ali Al-Khafifi (asal Mesir), hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’ dan Ustadz Mustafa Ahmad Az-Zarqa’ (Ahli fiqh Yordania asal Suriah) mengatakan: hak adalah suatu kekhususan yang padanya ditetapkan Syara’ suatu kekuasan kekuasaan atau taklif”. Hukum hak al-muruur berbeda-beda sesuai dengan jenis jalan yang dilewati. Jika jalan itu adalah jalan umum, maka setiap orang memiliki hak pakai atau hak guna jalan tersebut, karena itu termasuk sesuatu yang berstatus mubah, baik untuk lewat, membuka jendela, membuat jalan cabang, atau membuat balkon dan lain sebagainya. Setiap orang juga memiliki hak guna jalan untuk menghentikan binatang kendaraan (parkir) atau mendirikan tempat dagang (toko, kios, dan lain sebagainya).

Hukum-hukum Seputar Jalan yaitu pertama, tidak boleh mempersempit jalan kaum muslim, bahkan harus melapangkan jalan dan menyingkirkan hal yang mengganggu darinya. Bahkan yang demikian termasuk bagian keimanan. Kedua, Tidak boleh mengadakan pada area miliknya sesuatu yang menyempitkan jalan.

Ketiga, tidak diperbolehkan mengadakan pada miliknya sesuatu yang mempersempit jalan. Misalnya membangun atap di atas jalan yang membuat para pengendara susah lewat atau membuat tempat duduk di jalan. Keempat, tidak boleh menjadikan sebuah tempat pemberhentian untuk hewan atau kendaraannya di jalan yang dipakai orang lewat, karena yang demikian dapat membuat jalan menjadi sempit dan menyebabkan kecelakaan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak boleh bagi seseorang mengeluarkan sesuatu dari bagian bangunan ke jalan kaum muslim …dst.”

Jalan adalah hak bersama, oleh karena itu harus menjaganya dari semua yang mengganggu orang yang lewat, seperti membuang sampah di jalan, karena menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan termasuk cabang keimanan.

Banyak orang meremehkan masalah ini, padahal penting. Sehingga kita lihat banyak orang yang membatasi jalan umum untuk kepentingan pribadi, dipakai buat menaruh kendaraan, menaruh batu-batu, besi dan semen untuk bangunannya dan dibuatkan galian. Sedangkan yang lain ada yang membuang kotoran berupa sampah, barang najis maupun sisa-sia di pasar-pasar, tidak peduli akan bahayanya bagi kaum muslim. 

Pada hakekatnya sangatlah jelas solusi mengenai perkara untuk kemaslahatan umat dari segala aspek kehidupan, tetap teguh dalam mengikuti syariat Islam. Din (agama) itu adalah nasehat, selalu senantiasa mengingatkan akan perintah dan larangan Allah. Semua masalah dapat terpecahkan dengan tetap berada dalam peraturan Islam.

Komentar