Kuasa Hukum: Penggantian Sulkhani dan Riki sebagai Caleg Terpilih Tidak Berdasar

Sultra Raya315 views

La Samiru. Foto: istimewa.

Kendari – Kuasa Hukum Sulkhani dan Riki Fajar, La Samiru, menilai bahwa penggantian kedua kliennya sebagai caleg terpilih tidak berdasar hukum. Menurutnya, pembatalan caleg terpilih sebagaimana ketentuan pasal 285 UU Pemilu ditujukan pada caleg yang terbukti secara kumulatif berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah melanggar pasal 280 dan 284 UU Pemilu.

“Klien kami (Sulkhani dan Riki Fajar) divonis tindak pidana Pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu. Klien kami tidak divonis secara kumulatif melakukan tindak pidana politik uang sebagaimana Pasal 284 UU Pemilu,” terang La samiru dalam keterangan tertulis, Rabu (22/5/2019).

“Karena klien kami hanya divonis bersalah dengan pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu, maka pemberian sanksi sebagaimana Pasal 285 UU Pemilu tidak dapat terterapkan,” imbuhnya.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa, jika KPU Sulawesi Tenggara (Sultra) akan mengganti Sulkhani dan Riki Fajar sebagai caleg terpilih dengan alasan yang bersangkutan sedang menjalani pidana dalam penjara, sehingga sesuai Pasal 426 UU Pemilu Jo Pasal 32 dan Pasal 39 PKPU 5/2019 adalah tidak tepat.

“Sulkhani dan Riki Fajar sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi (PT) No.47/PID.SUS/2019/PT.KDI, dalam amarnya 1). Menyatakan terdakwa Sulkhani dan Riki Fajar secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana senagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (2) huruf f UU Pemilu. 2). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sulkhani dan Riki Fajar dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 bulan dan denda masing-masing sebesar 5 juta rupiah,” jelasnya.

“Dari amar putusan PT tersebut, nyata bahwa klien kami dijatuhkan pidana kurungan, bukan pidana penjara. Dalam Pasal 10 KUHP dibedakan antara pidana kurungan dan pidana penjara. Penggantian caleg terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 39 PKPU 5/2019 adalah caleg yang menjalani ‘pidana penjara’. Hal ini berbeda secara kasuistis yang dijalani oleh klien kami, yang dijalani oleh mereka adalah pidana kurungan, bukanlah pidana penjara. Hal ini dapat dilihat sebagaimana putusan PT yang inkrah. Inilah kiranya mengapa dalam pasal-pasal tindak pidana Pemilu membagi ada yang diancam dengan pidana kurungan dan pidana penjara. Hanya yang dihukum dengan pidana penjara lah yang dapat dikenai sanksi pembatalan caleg terpilih sebagaimana dimaksud pasal 32 dan 39 PKPU 5/2019,” lanjutnya.

Selain itu, La Samiru mengimbau kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra agar berhati-hati dalam mengambil keputusan karena berkaitan dengan hak konstitusional kliennya. Ia juga meminta kepada Bawaslu Sultra untuk memastikan agar KPU Sultra dan KPU Kota Kendari menjalankan regulasi Pemilu secara profesional dan proporsional.

“Tidak terdapat keadaan hukum yang memadai bagi klien kami untuk disanksi pembatalan caleg terpilih,” pungkasnya.

KPU Sultra sendiri menanggapi persoalan ini dengan tetap berpedoman pada PKPU 5/2019 pasal 39 ayat 1 huruf d, yakni dalam hal terdapat caleg yang terbukti melakukan pelanggaran larangan kampanye sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kampanye Pemilu, berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, pada waktu setelah penetapan perolehan suara sampai dengan sebelum penetapan calon terpilih, KPU menetapkan calon yang memperoleh peringkat suara sah terbanyak berikutnya sebagai calon terpilih dan menuangkan ke dalam berita acara.

“Keadaan hukum putusan tersebut inkrah 15 Mei atau setelah KPU Sultra dan KPU Kota Kendari telah menetapkan perolehan suara namun belum menetapkan calon terpilih, terhadap calon dimaksud tidak dapat ditetapkan sebagai calon terpilih maka sebagai gantinya KPU akan menetapkan calon terpilih dari peringkat perolehan suara sah terbanyak berikutnya sebagai calon terpilih anggota DPRD dari Parpol yang sama pada daerah pemilihan yang sama, dan menuangkannya dalam berita acara,” beber Ketua KPU Sultra Abdul Natsir dalam keterangan tertulis.

Penulis: Benny Laponangi

Komentar