Maling Teriak Maling, Radikalis Teriak Radikal

Opini482 views
Foto: Ilustrasi

PORTALSULTRA.COM – Sudah “tradisi”, maling teriak maling. Biasanya si maling paling kencang teriak agar orang lupa bahwa dirinya adalah maling yang sesungguhnya. Dengan begitu, untuk sementara orang akan sibuk menyasar maling yang diteriaki, sementara maling asli sedikit bernapas lega, karena kesibukan orang banyak teralihkan darinya. Taktik ini sangat dimengerti oleh para maling. Kita pun sebenarnya paham, tetapi tetap saja banyak yang lupa ketika ada teriakan, “Maliiiiiiiinnnggggg!”

Sejak maling bersalin rupa jadi koruptor, pepatah “Maling teriak maling” sudah tak terdengar. Sejak koruptor pandai menyumbat mulut para pihak yang diharapkan bisa teriak, sejak itu pula terjadilah “silent operation”, sehingga si koruptor beralih dalih, “diam-diam ubi berisi”. Para pihak yang ditugasi menangkap dan “memusnahkan” para maling transformer ini seakan gagu dan anehnya disaat senyap mereka bisa duduk bersanding dengan para maling, bercanda, berhaha-hihi, bermesra-mesri. Ahaaaa… kamu ketahuan.

Sekarang lain lagi! Si radikal teriak radikal. Si makar teriak makar. Ternyata banyak yang tertipu, termasuk para pihak yang seharusnya “mengamankan” para penipu. Akan tetapi, dikarenakan dangkalnya sumur pemahaman para pihak itu, maka yang diteriaki radikal dan makar jatuh jadi korban kebodohan para pihak. Kita yang tahu siapa yang radikal, siapa yang makar, dan siapa yang bukan hanya bisa ngelus dada yang bergelombang menahan marah, karena si peneriak itu dibeking oleh para pihak yang punya kuasa. Naaaaah, siapa suruh dulu waktu pemilu milih mereka?

Esok, hal daripada begini tak boleh terulang lagi. Bukankah keledai tidak jatuh ke lobang yang sama dua kali? Kita kan bukan keledai. Ya kan? Untuk itulah, belajar daripada pengalaman daripada masa lalu dan daripada masa kini, kita sebagai rakyat yang tidak berdaya, perlu memikirkan daripada masa depan daripada bangsa Indonesia ini agar para maling, radikalis, dan makaris tidak berulah berkali-kali. Bukankah demokrasi menjamin hak-hak daripada kaum mayoritas? Kita daripada kaum muslimin adalah mayoritas daripada negeri ini. Lalu, mengapa kita jadi bulan-bulanan? Ayo kita bersama-sama introspeksi daripada diri masing-masing dan membangun daripada kerja sama demi masa depan daripada Indonesia. Setuju?

Oleh: Ustadz Dr. Amirudin Rahim, M.Hum

Komentar