Menakar Sistem Pendidikan Indonesia

Opini218 views

Oleh: Erni Yuwana (Aktivis Muslimah)

Sistem pendidikan Indonesia wajib berbenah diri. Sayangnya arah pendidikan negeri ini masih mencari jati diri hakiki. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. Menurut Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunya dari Jerman. (Tirto.id, 12/05/2019)

Wacana ini pun menuai kritik keras dari dunia pendidikan negeri ini. Pasalnya jumlah guru dalam negeri tergolong overload. Tingkat kesejahteraan guru dalam negeri pun sangat memprihatinkan. Gaji guru honorer pun sangat tidak layak, berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 500.000. Jika harus menambah guru luar negeri, bagaimana nasib guru negeri sendiri?

Namun jika dunia pendidikan Indonesia benar-benar fokus berbenah diri dalam mendidik generasi. Maka negara ini wajib memahami bahwa pendidikan adalah hal yang paling utama dan pertama. Oleh karena itu, sistem pendidikan yang paling ideal bukan dengan mengimport guru asing, namun sistem pendidikan terbaik harus memenuhi syarat penting, diantaranya:

Pertama, sistem pendidikan harus mampu menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis.

Kedua, guru harus mendapatkan gaji yang layak, yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan baik primer maupun sekunder, bahkan tersier. Sehingga profesi guru adalah profesi utama. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada seorang guru masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.

Ketiga, negara menyediakan fasilitas pendidikan. Negara wajib menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, termasuk di bidang pemikiran, kedokteran, teknik kimia serta penemuan, inovasi, dan lain-lain, sehingga di tengah-tengah umat lahir penemu dan inovator.

Keempat, sistem pendidikan tersebut harus mampu membentuk pola pikir intelektual dan pola sikap Rabbani. Negara bersungguh-sungguh dalam menyelenggarakan pendidikan untuk memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara.

Dan yang paling penting adalah memahami bahwa tujuan asas pendidikan yaitu membangun kepribadian mulia, dengan cara menjalankan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek pendidikan melalui penyusunan kurikulum, pemilihan guru yang kompeten sesuai aturan Tuhan yang maha esa, Allah SWT. Kualifikasi pencapaian target materi pendidikan harus diamati dalam kehidupan sehari-hari bukan sekedar menilai dengan jawaban-jawaban dalam ujian tertulis atau lisan. Pendidikan bukan hanya untuk kepuasan intelektual semata, tetapi membentuk kepribadian mulia(pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Rabbul ‘Alamin, Allah SWT)

Dalam sistem pendidikan ideal tidak terdapat sistem ujian tapi akan diadakan diskusi dan wawancara langsung bersama siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mengajar dan pemahaman mengenai ilmu yang ia pelajari dan kreativitas serta keterampilannya dalam “mencipta” dan mengajarkan sesuatu. Itulah sekelumit tentang sistem pendidikan terbaik untuk menghasilkan pribadi “unggul” pencetak peradaban emas nan mulia, bukan mengharap sosok guru import, tapi juga berbenah dalam setiap segi sistem pendidikan yang ada. Wallahua’lam bi Ash Showab.

Komentar