Oleh: Safiatuz Zuhriyah (Aktivis Dakwah Muslimaj)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar yang membuat publik tercengang. Pemerintah pun kebakaran jenggot. Ketika hadir di gedung Parlemen pada Senin 4 November lalu untuk mengikuti rapat evaluasi kinerja 2019, dia menceritakan tentang kemunculan desa-desa baru yang dinilai tidak wajar.
Ketidakwajaran desa-desa baru tersebut dapat dibuktikan dengan adanya laporan yang diterima oleh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, bahwa terdapat desa baru yang tidak berpenduduk. Parahnya, desa itu juga mendapatkan guyuran dana dari pemerintah pusat untuk 74.957 desa yang ada di Indonesia. Itu berarti, tiap desa mendapatkan anggaran dana 900 juta rupiah. Sungguh angka yang sangat menggiurkan.
Keberadaan desa tanpa penduduk yang kemudian diistilahkan dengan desa siluman penerima dana desa itu membuat sejumlah pihak meradang. Antara lain Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang memastikan pihaknya akan menindaklanjuti temuan Menkeu tersebut.
Kalau soal desa siluman masih dalam penelusuran, lain halnya dengan dana desa yang digerus aparat desa. Sejumlah data dan fakta memperlihatkan bahwa dana desa kerap menjadi sasaran korupsi aparat yang seharusnya mengawal serta memastikan dana itu sampai ke masyarakat.
Setidaknya, data yang dimiliki Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa korupsi dana desa bukanlah isapan jempol. Koordinator Divisi Hukum ICW, Tama S Langkun mengatakan, ratusan kepala desa sudah menjadi pesakitan lantaran menilap dana desa.
“Dalam tiga tahun terakhir ada 212 kepala desa jadi tersangka karena tindak korupsi dan ini meningkat cukup pesat. Periode 2016-2017 itu atau dalam dua tahun ada 110 kepala desa jadi tersangka, 2018 atau dalam setahun sebanyak 102 kepala desa jadi tersangka,” papar Tama kepada Liputan6.com, Senin (11/11/2019).
Dari data itu, terlihat bahwa jumlah kepala desa yang menjadi tersangka akibat menilap dana desa angkanya terus meningkat.
Dia mengatakan, itu baru data tentang kepala desa yang menjadi tersangka dan belum menyentuh kepada perilaku menyimpang dari aparatur desa atau pegawai desa di tingkatan lainnya. Yang jelas, angka yang dikorupsi 2016-2017 itu sampai Rp 30 miliar. Walaupun itu setiap perkaranya (uang yang dikorupsi) kecil-kecil.
Akar Masalah
Terungkapnya kasus desa siluman dan banyaknya korupsi dana desa ini menunjukkan bahwa perilaku budaya korup telah menjangkiti seluruh level kekuasaan. Bukan hanya di pusat, namun juga di daerah. Bahkan sampai ke level terkecil yaitu desa.
Telah menjadi rahasia umum, bahwa setiap ada proyek besar pemerintah atau aliran dana besar seperti dana desa ini, selalu menjadi lahan bagi lingkar kekuasaan untuk berbuat curang. Mereka menciptakan peluang menyedot sebagian anggaran negara untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Perilaku ini dilakukan secara terstruktur dan masif.
Penerapan sistem kapitalis sekuler di negeri ini, membuat para pejabat kehilangan hati nurani. Tega mengambil hak si miskin demi keuntungan pribadi. Yang penting perut kenyang. Urusan rakyat tidaklah jadi prioritas.
Sekuler yang berarti memisahkan agama dari kehidupan, telah menghasilkan penguasa-penguasa tanpa ketakwaan. Tidak ada pengawasan melekat pada dirinya, sehingga berani berbuat curang. Mengambil harta yang bukan haknya.
Ditambah lagi dengan ringannya sanksi kasus korupsi. Tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun orang lain. Bahkan banyak aturan dibuat yang terkesan memanjakan para koruptor.
Solusi Islam
Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem Islam, di mana ketakwaan menjadi hal utama. Seorang pemimpin dipilih karena ketakwaannya kepada Allah. Dengan takwa, ada pengawasan melekat pada dirinya sehingga tidak berani berbuat curang.
Islam telah menetapkan bahwa korupsi adalah tindakan tercela, karena itu harus dijauhi. Abu Bakar berkata, “Aku diberitahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa (aparat) yang mengambil harta negara selain untuk hal yang telah dijelaskan sungguh ia telah berbuat ghulul atau dia telah mencuri”. (HR. Abu Daud. Hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani).
Pemimpin Islam adalah pemimpin yang berdedikasi tinggi. Selalu mengecek fakta di lapangan supaya tahu kondisi riil di masyarakat. Tidak asal menerima laporan ABS (Asal Bapak Senang). Karena ia nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Seperti halnya Khalifah Abu Bakar yang sering sidak di malam hari tanpa pengawal untuk mengetahui apakah ada rakyatnya yang kelaparan. Dengan demikian, setiap ada laporan yang mencurigakan, akan cepat diketahui dan dapat segera diselesaikan.
Selain itu, Islam juga menerapkan hukuman berat bagi pelaku korupsi berupa ta’zir. Koruptor dipaksa mengembalikan harta yang didapat dari jalan haram dan dikenai sesuai dengan keputusan hakim. Bisa berupa denda, atau fisik seperti cambuk, atau dipermalukan di depan umum, atau penjara. Hukuman ini diharapkan bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Dengan demikian, maka perilaku korupsi bisa diselesaikan sampai ke akar-akarnya dan polemik desa siluman tidak akan pernah terjadi. Rakyat pun bisa hidup dengan aman dan sejahtera.
Komentar