Miris! Kades Penemu Padi Bibit Unggul Dipersekusi

Opini380 views

Oleh: Dewi Tisnawati, S.Sos.I (Pemerhati Sosial)

Banda Aceh, desapedia.id – Munirwan, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, Aceh, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena diduga memproduksi dan mengedarkan benih padi unggulan, yaitu bibit padi jenis IF8 yang disebut belum disertifikasi atau berlabel.

Kasus tersebut bagi Muksalmina Asgara, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Aceh, terkesan janggal. Pasalnya, sepengetahuan Muksal, benih IF8 ini sudah menjadi icon Kabupaten Aceh Utara dalam Bursa Inovasi Desa tingkat nasional tahun 2018 lalu.

“Begitu juga di awal 2018 lalu dalam Bursa Inovasi Desa kabupaten Aceh Utara, benih ini di promosikan debagai simbol Keberhasilan produk desa yang layak dicontoh dan diberi apresiasi oleh Bupati Aceh Utara,” terang Muksal kepada Desapedia.id, Jum’at (26/7/2019).

Setiap anak bangsa yang berprestasi harusnya di bina dan didukung untuk lebih mengembangkan inovasinya. Selain akan membuat negara tersebut semakin maju, juga akan memberi beberapa keuntungan lain seperti memberikan lapangan pekerjaan, serta pemanfaatan sumber daya manusia yang berkualitas.

Namun, kenyataannya sungguh miris, bukannya mendapatkan dukungan dan penghargaan, inovator yang berprestasi tersebut malah ditahan dengan tuntutan hukum yang mengatasnamakan negara.

Jika kita kaji secara politis hal ini wajar saja terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler. Pasalnya tujuan utama sistem kapitalis sekuler adalah asas manfaat dan keuntungan serta menghalangi bagi siapa saja yang mengancam keberhasilan tujuan tersebut.

Demikianlah yang menimpa inovator dalam negeri karena jelas-jelas akan mengancam investor asing. Yang ada cengkeraman korporasi asing untuk menguasai dan memonopoli pasar agar dieksploitasi demi keuntungan mereka.  

Harapan untuk mendirikan ekonomi kreatif melalui kreatifitas anak bangsa yang dimasifkan oleh rezim saat ini hanya mimpi belaka. Konsep sistem yang katanya kedaulatan ditangan rakyat, namun faktanya pemilik modallah yang menjadi raja, kepentingan rakyat diabaikan. Seperti inilah hipokrit paradigma berpikir rezim sekuler demokrasi kapitalis neolib yang tidak pernah serius meri’ayah rakyatnya dengan baik.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwasanya negara gagal dalam memandirikan bangsa dengan menutup kran kreativitas rakyat mengembangkan kemampuannya. Yang terjadi justru membuka kran impor  selua-luasnya bagi korporasi kapitalis untuk mendominasi produksi dan pasar.

Maka tiada lain yang dibutuhkan umat saat ini adalah sistem yang tegak diatas paradigma Islam yang menjadikan kepemimpinan sebagai washilah pengaturan urusan umat. Dimana, Islam akan memberikan perhatian pada umat yang Inovatif yakni akan diapresiasi untuk kemajuan negeri baik dibidang sains maupun teknologi. Termasuk dalam sektor pertanian. 

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam membangun pertanian di masa kejayaan Islam kala itu. 

Pertama, faktor ruhiyah, yakni Islam memberikan dorongan ruhiyah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

“Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon atau menanam pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah”. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tarmidzi dan Ahmad)

Dari hadits tersebut, dorongan keimananlah yang berperan pada aspek ruhiah, sehingga kaum muslimin kala itu tidak hanya mengejar keuntungan semata namun juga membentuk kehidupan yang bermanfaat dengan didasarkan pada keimanan yakni memperoleh pahala.

Kedua, peran kebijakan negara yakni peran negara yang menjalankan sistem ekonomi Islam amat penting dan berperan besar. Hasilnya kaum muslim berhasil meraih kegemilangan di sektor pertanian serta memberi kontribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia selama berabad-abad. 

Negara Islam memberi dukungan kepada para inovator untuk mengembangkan  kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian dengan  membangun banyak laboratorium, perpustakaan dan lahan-lahan percobaan. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan berupa dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian. 

Salah satunya adalah Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan, tinggal di Seville. Ia menulis buku Kitab al-Filanah yang menjelaskan tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan; hama dan penyakit serta penanggulangannya; teknik mengolah tanah; sifat-sifat tanah; karakteristik dan tanaman yang cocok; juga tentang kompos

Selain itu, Negara juga akan campur tangan dalam pelaku bisnis kafir harbi atau mu’âhad. Sebab, prinsip yang diadopsi oleh negara Islam dalam aktivitas perdagangan ini adalah prinsip asal-muasal (kewarganegaraan) pedagangnya, bukan asal-muasal komoditasnya. 

Dalam hal ini, Negara tidak akan mengadakan hubungan dagang dengan negara-negara yang memerangi kaum Muslim secara langsung (muhâriban fi’lan) seperti AS, Inggris, dan Israel serta yang lainnyal. Intervensi negara tersebut bukan sebatas kepentingan ekonomi, tetapi juga untuk tujuan-tujuan politik sekaligus mengembang dakwah.

Negara Islam pada prinsipnya akan menolak setiap perdagangan yang justru memberikan jalan bagi pihak luar untuk menguasai dan mendominasi negara seperti yang terjadi sekarang ini. Setiap warga negara berkewajiban mengamankan negara sehingga tidak bergantung pada produk-produk asing yang mengancam kemandirian negara.

Warga negara didorong untuk memperkuat dan memanfaatkan produk lokal serta mendorong ekspor. Dalam hal ini, negara boleh memproteksi pasar dalam negeri dari masuknya barang-barang yang justru mengancam industri dalam negeri seperti dalam bidang pertanian. Wallahu a’lam bish shawab

Komentar