NEGERI SYAHWAT

Artikel Lepas301 views
Foto : Ilustrasi

Oleh: Antasalam Ajo, Bau-Bau

PORTALSULTRA.COM – Berbeda dengan negeri yang bermoral, memegang nilai agama, dan menjunjung tinggi nilai beradab, negeri syahwat menjadikan syahwat sebagai pemandu kehidupan berbangsa dan bernegara, serta hubungan sosial dan aspek-aspek kehidupan lain. Meskipun tak diakui, atau tak disadari.

Kamus Modern Bahasa Indonesia menyebut syahwat sebagai nafsu, keinginan terutama keinginan bercampur baur lelaki dan perempuan. Tak salah setiap orang punya syahwat, karena ia takdir bawaan yang melekat. Namun, syahwat perlu dikendalikan, ada di bawah kontrol diri, dan diatasi iman dan rasionalitas.

Nah, syahwat yang selalu mengajak kepada keburukan dan pelanggaran dalam negara menemukan momentumnya di negeri yang pemimpin dan warganya sekuler. Yakni paham yang dalam Wikipedia, Ensiklopedi Bebas dikatakan sebagai paham yang memisahkan agama dengan politik. Atau Laisisme (di Perancis), yang menganut paham bebasnya pengaruh institusi kenegaraan dari nilai-nilai agama. Maka berlakulah dengan mudah penggunaan segala cara untuk mencapai tujuan sebagai tabiat politiknya.

Oleh karena itu, syahwat sangat berbahaya, antara lain:

1. Cenderung selalu mengajak kepada keburukan dan kejahatan. Semakin banyak seseorang berbuat buruk, semakin besar pula kekuasaan syahwat atas dirinya.
2. Syahwat adalah saudara setan, dan setan selalu mengajak kepada jalan sesat dan penentangan atas kebenaran Ilahi.
3. Pemicu utama kerusakan di muka bumi yang disebabkan oleh ketamakan dan keserakahan seseorang atas yang lain.
4. Syahwat adalah jalan tanpa hambatan menuju kehancuran dunia akhirat.

Apalagi kalau syahwat menyentuh puncak kekuasaan, maka dampaknya akan lebih massif lagi. Maka masyarakat akan kesulitan dan menderita demi memenuhi kepuasaan syahwat penguasa. Tentu negeri tersebut tinggal menunggu kehancuran.

Untuk itu, jika ada penguasa dan orang-orangnya yang menuruti hawa nafsu, tiada lain kecuali harus diperangi. Cara mengetahuinya adalah apabila usaha pemisahan agama dan politik mulai dan sering dilakukan. Memilih pemimpin tak perlu melihat agamanya. Yang penting pintar, kompeten, bersih dari korupsi, dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan adalah kata-kata yang bisa membius kita.

Dari sinilah kita tahu, negeri syahwat adalah negeri yang bekerja bukan untuk rakyat, tetapi menjadikan rakyat sebagai komoditas politiknya. Saat kampanye, rakyat dibelai-belai, dijunjung tinggi. Namun, setelah itu syahwat politik dan kekuasaanlah yang menjadi nomor satu, baik untuk dirinya maupun kelompok.

Negeri syahwat tak akan makmur. Meski ia memiliki kemiliki kekayaan alam yang melimpah dan warganya cerdas-cerdas. Sebab masing-masing sibuk untuk memenuhi hasrat diri dan kelompoknya.

Maka, tiada lain, syahwat harus terkontrol dan digunakan di jalan yang sah dan benar. Kecuali kita bukan orang beriman.

Di sana ada janji Allah bagi siapa yang mampu mengontrol syahwatnya, yaitu surga bagi mereka, seperti dijanjikan dalam firman-Nya di Surat An Naazi’aat ayat 40. Jadi, kendalikanlah ia mulai dari diri, keluarga, dan masyarakat, hingga menyentuh pejabat dan institusi kenegaraan.

WaLlahu a’lam.

Komentar