Peran Pemerintah dalam Mengatasi Sampah

Opini4,687 views

Oleh: Yuni Damayanti (Pemerhati Sosial Asal Kabupaten Konawe, Sultra)

Membicarakan masalah sampah tidak akan ada habisnya, sebab sampah adalah konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Bahkan setiap hari baik rumah tangga maupun industri pasti menghasilkan sampah yang jumlahnya tidak sedikit. Mulai tahun 2020, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe bakal mengefektifkan penanganan sampah yang berbasis ekonomi. Caranya, menggenjot partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan hadirnya Bank Sampah sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan sampah di Konawe.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Konawe, Ilham Jaya menyebut telah menggalakkan pemanfaatan Bank Sampah kepada masyarakat setempat. Selain mampu mengurangi produksi sampah rumah tangga yang dihasilkan warga, ada nilai ekonomis yang didapat bagi warga yang menyetorkan sampahnya di Bank Sampah yang telah tersedia di beberapa wilayah se-Konawe.

Ilham juga mengatakan ada keuntungan dari setiap kilogram sampah yang disetorkan. Limbah berupa kardus dan kertas bekas, bisa dikonversi menjadi tabungan bagi nasabah Bank Sampah. Setiap kilogram sampah yang disetor, saldo dibuku rekening bank sampah akan bertambah tujuh ribu rupiah (Kendaripos.co.id, 30/01/2020).

Sebagaimana diketahui bahwa sampah adalah barang tak berharga yang mampu menjadi masalah jika tidak ditangani dengan tepat. Persoalan sampah bukan masalah sepele yang mudah diatasi, sebab hal ini perlu penanganan serius oleh pemerintah. Tumpukan sampah yang menggunung di tempat pengumpulan sampah pinggir jalan kerap merusak pemandangan dan mengeluarkan bau busuk. Biasanya hal ini terjadi karena keterlambatan mobil pengangkut sampah menjemput sampah-sampah di tempat pengumpulan. 

Kehadiran bank sampah seolah menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak mau repot menjemput sampah dari masyarakat. Memberikan iming-iming rupiah untuk mengurangi produksi sampah justru semakin menegaskan kalau pemerintah mengurusi rakyat berdasarkan hitung-hitungan untung rugi. Kehadiran bank sampah belum cukup untuk mengatasi masalah sampah, sebab bank sampah juga hanya mampu mengolah sampah dalam jumlah terbatas.

Selain itu, pengelolaan sampah pun masih minim dalam hal metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu hingga ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

Sementara itu, apabila belajar dari sejarah ke khilafahan Islam yang mana telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).

Sebagai perbandingan, kota-kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Sampah-sampah dapur dibuang penduduk di depan-depan rumah mereka hingga jalan-jalan kotor dan berbau busuk (Mustofa As-Sibo’i, 2011).

Karena itu, kebersihan tentu membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.

Di samping itu, pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin dalam Islam selain pendidikan dan keamanan.

Tak ketinggalan, pengelolaan sampah masyarakat tak boleh bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah. Kondisi permukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganannya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat.

Lebih dari itu, edukasi masyarakat dapat dilakukan pemerintah dengan menyampaikan pengelolaan sampah yang baik merupakan amal shalih yang dicintai Sang Pencipta. Secara masif disampaikan kepada masyarakat bahwa sebagai khalifah fil’ardh, manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai perlindungan terhadap makhluk Allah selain dirinya. Tertancapnya pemahaman ini akan meruntuhkan penyakit individualisme dalam memandang persoalan sampah.

Oleh karena itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan para ilmuwan terkait pengelolaan sampah dengan mengapresiasi dan mengadopsi inovasi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan hingga terwujud lingkungan yang sehat dan bersih. Semua ini dapat terwujud jika pemerintah mengabaikan kepentingan para kapitalis untuk mengambil alih urusan rakyat termasuk masalah sampah dan memahami bahwa tanggung jawabnya sebagai pemimpin adalah mengurusi urusan rakyat.

Wallahu a’lam bisshowab.

Komentar