Oleh: Mustika Lestari (Mahasiswi UHO)
Moral remaja zaman now sedang menjadi tema hangat yang ramai diperbincangkan, baik itu di televisi maupun media sosial. Begitu banyak permasalahan yang terjadi jika kita melihat dibeberapa media, kasus yang menimpa remaja saat ini. Misalnya, maksiat berkedok cinta di kalangan remaja (pacaran), atau kasus mesum dimana pelakunya para pelajar yang masih belia dan masih banyak lagi kasus remaja yang memprihatinkan.
Dibalik semua itu, tidak luput dari kesuksesan penjajahan gaya baru yang tidak lagi mengandalkan senjata, namun penjajahannya melalui teknologi informasi sebagai penyangga utamanya. Salah satunya adalah film.
Satu lagi film drama-romantis garapan Indonesia yang akan menggebrak layar bioskop Tanah Air yaitu SIN. Sejak kemunculannya film ini menuai kontroversi, karena bercerita tentang kakak beradik yang saling jatuh cinta. SIN adalah film yang diadaptasi dari novel best seller tahun 2017 dengan judul yang sama. Berharap mendapat sukses yang sama, film ini pun dibintangi deretan aktis-artis terkenal.
Bryan Domani menjadi Raga Angkasa, lalu Mawar de Jongh memerankan Ametta Rinjani. Walaupun mengangkat kisah cinta tidak biasa, Bryan dan Mawar yakin SIN menarik untuk ditonton. (http://m.viva.co.id, 4/10/2019)
Film Indonesia: Merusak Moral
Tontonan film seperti drama-romantis, action, komedi dan lainnya tidak sedikit dijadikan sebagai tuntunan oleh sebagian masyarakat, khususnya bagi remaja yang selalu ingin mencoba suatu hal yang baru. Tuntunan tersebut dapat berupa gaya hidup, cara berpakaian, berperilaku dan berpikir. Terlepas dari itu, film diterima begitu saja di tengah masyarakat dan tidak sedikit pula menuai polemik.
Belakangan ini, perfilman tanah air banyak menuai kontroversi, sebut saja film remaja Dilan, Kucumbu Tubuh Indahku, Dua Garis Biru, The Santri dan terbaru adalah film SIN. Lahirnya kontroversi pada suatu film karena dipicu oleh skenario atau alur cerita yang dikemas, menyuguhkan perilaku gaya hidup bebas sehingga dikhawatirkan menyebabkan akhlak generasi kian rusak.
Belum usai kontroversi film The Santri merusak akidah kaum Muslimin, kini muncul film SIN hadir dengan tujuan yang sama, yaitu mendobrak nilai-nilai moral agama dan tatanan sosial. Parahnya, merusak akhlak generasi Muslim. Film bergenre drama-romantis ini merupakan film terbaru produksi Falcon Pictures, disutradarai Herwin Novianto yang dibintangi remaja Mawar De Jongh dan Bryan Domani itu dinilai kontroversial oleh warganet karena mengusung tagline “Saat kekasihmu adalah kakakmu sendiri,”mengisahkan kakak beradik yang terlibat cinta sedarah (inses).
Dilansir dari wikipedia, inses merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya dan antarsesama saudara kandung atau saudara tiri. Dalam dunia perfilman, SIN bukan yang pertama. Sebelumnya, sudah muncul beragam film bernuansa inses lainnya, khususnya dunia Barat. Di Indonesia, kasus kriminalitas akibat inses sudah banyak terjadi ditengah masyarakat, tentunya berkiblat pada film Barat.
Pada bulan Juli lalu, kasus inses terjadi di Desa Lamure Tengah, Kabupaten Luwu. Perilaku biadab ini berawal dari seorang kakak yang bekerja sebagai buruh bangunan yang kerap dipertontonkan film porno sekaligus diejek “tidak jantan” oleh temannya. Dilain pihak, sang adik juga kerap menerima kekerasan fisik dari suaminya. Dari situlah si kakak merasa kasihan terhadap kondisi adiknya, sehingga timbul hasrat seksual dari kakak untuk melakukan hubungan seksual ke adiknya.
Kabar terbaru, skandal inses keluarga di Sukabumi, seorang ibu yang berzina dengan kedua puteranya. Kemudian mereka bersama melakukan pembunuhan terhadap anak angkatnya yang berusia lima (5) tahun. Sebelum dibunuh, sang anak tadi diperkosa oleh puteranya. Dan setelah dibunuh, si ibu melakukan kembali hubungan inses dengan putera pertamanya di samping mayat si anak angkat. Diketahui dari pengakuan keluarga ini, mereka melakukan perilaku bejat ini karena kerap menonton film porno. (http://m.detik.com, 25/9/2019)
Film-film berideologi sekuler dengan nilai-nilai turunannya yang liberal, yaitu menjauhkan peran agama dari kehidupan. Menampilkan gaya hidup bebas yang tentu saja membawa pesan secara langsung dan tidak langsung agar penonton berperilaku seperti itu juga. Tayangan yang disuguhkan tentu menginspirasi jutaan orang untuk melakukan hal yang sama sebagaimana dalam film SIN, mengingat pergaulan remaja saat ini yang semakin bebas dan tak jarang menabrak norma-norma yang berlaku.
Kerusakan akhlak generasi pelan tapi pasti terjadi. Hal ini tidak terlepas dari kesuksesan penjajahan gaya baru oleh Barat dalam menanamkan paham kebebasan kepada masyarakat, sebagai skenario Global untuk menyuburkan kerusakan akhlak dan menyesatkan generasi Islam. Paham ini mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat, tanpa mempertimbangkan aturan agama, mempropagandakan kemaksiatan dari perilaku terlarang menjadi perilaku biasa.
Selain itu, tak dapat dipungkiri bahwa rusaknya moral pemuda saat ini juga tidak terlepas dari pengaruh globalisasi yang diperkenalkan oleh Barat, yaitu fenomena bebasnya akses informasi melalui media yang menyediakan berbagai informasi dari seluruh dunia dengan menyisipkan pola kebebasan tanpa batasan. Keberadaan media dalam sistem kehidupan yang serba bebas ini, tampak memperparah adanya pergaulan dikalangan remaja, bahkan media sengaja dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan kebebasan itu sendiri, khususnya kebebasan berekspresi. Ide seperti ini dikampanyekan secara massif dengan berbagai macam cara, baik melalui romantisme film, kehidupan bebas selebriti dan lain sebagainya. Hingga pada akhirnya, semua itu akan menjadi kiblat generasi muda dalam kehidupan nyata mereka.
Paham kebebasan ini tentunya lahir dari sistem sekuler-demokrasi yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Demokrasi dengan kebebasan berekspresi menjamin kebebasan berperilaku tanpa batas. Disisi lain pemerintah menyiapkan fasilitas agar kebebasan berperilaku dan kebebasan lainnya dijamin dan dapat terlaksana, tentunya diperkuat dengan ide Hak Asasi Manusia (HAM). Tatanan bermasyarakat yang ada memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pemenuhan hak dan kepentingan setiap individu. Kebebasan individu harus ditegakkan, karena menurutnya adalah hak, tidak peduli kendati itu harus melanggar tuntunan agama. Jika perbuatan keji (maksiat) ini dilakukan suka sama suka, maka bukanlah masalah hal itu untuk dilakukan, sebabhal itu termasuk hak asasi yang dilindungi.
Selain itu pula, paham liberalisme yang juga dipuja dalam sistem demokrasi secara langsung mendorong manusia untuk berbuat sesuka hatinya. Tak ada lagi standar hidup seperti halal-haram, terpuji-tercela, benar-salah seperti yang dipandu oleh agama. Sehingga tak mengherankan jika generasi yang hidup dalam kubangan sistem ini banyak yang terperosok ke dalam berbagai jurang kemaksiatan.
Besarnya potensi generasi yang menjadi pelanjut estafet peradaban, kini diambang kehancuran karena demokrasi yang menjauhkan generasi dari aturan Ilahi. Untuk itu, dakwah digencarkan untuk mewujudkan pemuda yang berakhlak mulia yang akan menjadi pemimpin masa depan.
Islam Membentuk Kepribadian Unik
Sistem demokrasi dengan asas kebebasannya menimbulkan banyak permasalahan, salah satunya adalah permasalahan moral. Dalam pandangan Islam, tidak ada kebebasan secara mutlak sebagaimana liberalisme. Seluruh tindakan manusia diatur sedemikian rupa agar tunduk dan patuh pada syariat Allah. Islam melindungi generasi dari kerusakan media dan pergaulan bebas secara kompherensif. Generasi muda dibina dengan Islam hingga terwujud ketaqwaan yang akan membentuk kepribadian Islam.
Sistem Islam dibangun atas tiga pilar penyangga utama yang akan menjamin penjagaan akhlak generasi. Pertama, Islam mengajarkan nilai-nilai tauhid yang membentuk manusia berkepribadian Islami. Di dalamnya ada proses mendidik generasi agar memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islami. Kedua, masyarakat yang dibentuk dalam sistem Islam adalah masyarakat yang peduli dengan kondisi lingkungan sekitarnya, bukan masyarakat apatis (masa bodoh). Ketika ada indikasi pelanggaran hukum syariat oleh individu, maka masyarakat akan ikut serta mencegah, menasihati, mengingatkan, dan mengoreksi. Dengan demikian, jika ada kasus penyimpangan perilaku atau sejenisnya, maka tidak akan meluas dan tidak dibiarkan semakin parah. Ketiga, sistem Islam memiliki konsep uqubat dan sanksi tegas dalam kasus pelanggaran hukum syariat Islam. Hukum Islam bersifat mengikat dan membuat pelaku jera. Hukum Islam berfungsi sebagai penebus siksa akhirat dan pencegah terjadinya tindak kejahatan yang baru terulang kembali.
Selain itu, negara juga mempunyai peran penting dan strategis. Negara dapat memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku maksiat. Negara bisa menghentikan tayangan-tayangan tidak mendidik. Dalam sejarah peradaban bangsa, generasi pemuda adalah aset yang mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan maupun keburukan juga sangat tergantung oleh pemuda yang menjadi tokoh utama dalam melakukan suatu perubahan. Kaum muda memiliki potensi yang bisa diharapkan. Mereka memiliki semangat yang sulit dipadamkan. Terlebih pemuda adalah peletak bangkitnya peradaban gemilang yaitu peradaban Islam. Maka kokohnya sebuah peradaban berawal dari kuatnya pemikiran, ilmu dan ketakwaan para pemudanya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita selamatkan akhlak generasi bangsa ini dari kerusakan dan kebejatan akhlak dengan menciptakan tatanan Islam dengan dakwah yang meluas. Hingga tegaknya Islam di muka bumi ini sebagai pengatur seluruh urusan umat Islam. Wallahu a’lam bishawab.
Komentar