Presiden dan Makar

Opini242 views

PORTALSULTRA.COM – Pak Presiden adalah seorang yang ramah, rendah hati, dan juga tidak sombong. Dia rutin sekali blusukan. Tidak pernah absen biarpun sekali. Blusukannya yang terakhir yang saya ketahui. Air mata berjatuhan dan bangunan berserakan. Kini dia tenang duduk di kursi kuasanya. Enggan untuk blusukan lagi. Sebab ada bisik-bisik tetangga. Berlalu blusukan, datanglah penggusuran.

Tapi beberapa hari ini, kursi Presiden mulai panas, tidak bisa duduk dengan tenang. Tidak bisa lagi bercanda riang dengan anak-anaknya. Tidur beliau penuh igauan, makannya penuh cegukan. Leluconnya tidak garing lagi. Jutaan resah berkeliaran di wajah keluarganya.

Semua jenis dukun didatangkan. Mulai dari dukun hitam, abu-abu monyet sampai yang coklat tai kuda. Kyai-kyai yang sorbannya berwarna putih kehitam-hitaman, hijau, kuning, dan merah darah tidak bisa mengetahui penyebab kemurungan Presiden. Semua tidak berguna. Buang-buang uang negara saja, bisik salah satu tetangga.

Akhirnya, datanglah salah seorang pendeta dari Cina yang berhasil mengetahui sebab keresahan Pak Presiden yang terhormat. Katanya, beberapa minggu yang lalu beliau mendapatkan ribuan pesan berantai dengan kata yang sama ” MAKAR ” ucap pendeta itu bergidik ngeri.

Semenjak mendapat sms berantai mengerikan itu, dan dikirimi chat-chat tentang hal-hal yang berbau makar ini, Bapak Presiden mulai siaga 45. Manusia-manusia yang turun menghiasi lidah jalanan ditangkap dan digugat. Mahasiswa yang menulis status tentang makar, gelandangan yang memakai kaos bertuliskan makar, penjual somai yang bau pentolnya seperi makar, pemerhati keagamaan dituduh makar, pejabat militer ditodong makar, bahkan pengamen-pengamen cilik yang menyanyikan makar, ditangkap dan dipenjarkan.

Akibat dari ketakutan yang berlebihan Pak Presiden, mengenai makar yang menjengkelkan ini. Masyarakat mulai muak dan memberontak. Di sekolah-sekolah guru-guru mengajarkan kurikulum tentang makar, orang-orang tua mendidik bagaimana menjadi seorang pelaku makar yang sukses, para novelis mulai membuat novel tentang makar, penyair-penyair menulis puisi tentang makar dan pedagang asongan mulai menjual makar di sekitaran lampu merah.

Makar, makar, makar seribu tiga.

Oleh: Marwan (Mahasiswa FIB UHO)

Komentar