Oleh: Jamilah (Pemerhati Muslimah dan Umat)
Republika.co.id, Surabaya – Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menetapkan 2 orang tersangka dalam kasus prostitusi yang melibatkan artis, kedua orang yang ditetapkan tersangka adalah mucikari yang berasal dari Jakarta selatan berinisial TN 28 dan ES 37.
Direktur kriminal khusus Polda Jatim Kombes Pol. Ahmad Yusep Gunawan mengungkapkan, kedua tersangka biasa mempromosikan artis dan selebgram melalui akun Line Instagram-nya, terkait jasa layanan prostitusi. Yusuf menduga, artis dan selebgram yang terlibat dalam proses difusi online tersebut. Masih dalam pendalaman (terkait jumlah artis yang terlibat prostitusi online) untuk (artis) yang terkait di dalam cukup banyak.
Kita sampaikan lebih lanjut kata Yusef ditemui di Mapolda Jatim, Surabaya, Ahad (6/1). Yusep mengungkapkan, pria hidung belang yang ingin menyewa jasa oknum artis dan selebgram tersebut harus terlebih dulu membayar uang sebesar 30% dari tarif yang ditetapkan. Pembayaran dilakukan melalui rekening sang mucikari. “Aturan main 30% dibayar dimuka melalui rekening,” ujar Yusep.
Sebenarnya dalam sistem demokrasi ini, kemaksiatan apa sih yang tidak bisa terjadi? Mengingat sistem sekuler adalah akar masalah utama kebebasan dalam segala hal yang menyebabkan kemaksiatan terjadi, sistem ini tidak menyelesaikan kemaksiatan termasuk juga masalah prostitusi online. Bahkan yang terjadi adalah semakin subur dan berkembang di mana-mana selama masih ada yang menikmatinya meskipun merusak moral masyarakat diberbagai kalangan secara masif.
Ramai dibicarakan di berbagai media artis VA dengan harga Rp80 juta, atas harga itu yang berkomentar terkesan membuly, mereka merasa penasaran dengan VA, katanya bagaimana dirinya sehingga orang-orang mau membayar tinggi di atas pasar reguler, padahal seorang Istri diberi uang bulanan Rp10 juta misalnya, sudah merangkap koki, tukang bersih-bersih, mengasuh anak dan lain-lainnya
Terlepas dari itu semua, perlu kita pahami bahwa kasus seperti ini merupakan sebuah degradasi moral yang terjadi di masyarakat, begitupun dengan berbagai komentar pembelaan terhadap para pelaku yang menyandingkan antara tugas seorang istri yang amat mulia di hadapan Allah SWT dengan pelaku zina. Hal ini tentu merupakan sebuah kedangkalan berpikir yang sangat fatal.
Merajalelanya prostitusi, yang justru mendapat pembelaan adalah akibat semakin jauhnya masyarakat terhadap pemahaman Islam dan segenap aturannya. Selain itu, aturan yang diberlakukan di negara ini bukanlah aturan Islam. Terlebih kasus prostitusi yang terjadi tidak dianggap sebagai sebuah pelanggaran hukum bagi pelaku, selagi hal tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka. Bahkan hingga saat ini pun belum ada KUHP yang membahas secara langsung mengenai sanksi bagi para pekerja seks komersial (PSK). Terbukti, setelah diperiksa,VA hanya dianggap sebagai sanksi dan kemudian dibebaskan, tentu hal seperti ini merupakan sebuah kemunduran yang sangat parah terhadap Islam
Apakah kita masih berharap dengan demokrasi pengagung kebebasan? Masihkah ingin sistem yang malah merusak moral generasi bangsa dipertahankan? Utopis jika kita ingin menghilangkan kemaksiatan namun berharap kepada demokrasi yang mengusung kebebasan, kapan pun demokrasi tidak akan pernah memberi solusi paripurna dalam segala aspek di negeri ini
Lantas bagaimana caranya untuk menanggulanggi menjamurnya kemaksiatan di negeri ini? Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh sebagai kaum muslimin memiliki solusi paripurna. Islam yang tidak sekedar agama, namun sebagai ideologi yang memiliki pengaturan luar biasa dan tegas yaitu dengan penerapan sanksi yang tegas (hudud).
Di dalam Islam orang yang berzina belum menikah, maka sanksinya ialah dia didera cambuk sebanyak 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun, seperti dalam Quran surat An-Nur: 2, Allah berfirman “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali Dera, janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalnkn) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah(pelaksanaan) hukuman mereka disangsikan kumpulan dari orang-orang yang beriman.”
Sedangkan bagi seseorang yang sudah menikah melakukan zina, maka sanksinya ialah dihukum dan dirajam, hal ini juga disebutkan dalam banyak hadis antara lain, Rasulullah SAW bersabda “Ambillah diriku, ambillah diriku sesunggunya allah telah memberi jalan yang lain mereka yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah hukumnya Dera 100 kali dan rajam.”
Hukuman tersebut mungkin terlihat amat kejam bagi umat yang baru mengetahui tentang sanksi di dalam Islam, bahkan berat bagi sang pelaku kemaksiatan tersebut, namun sebagai korban, bukankah itu adil bagi sang pelaku? Sebagai korban pasti akan merasa adil, terlindungi dan terayomi.
Jika kita memaknai, sanksi di dalam Islam memiliki keistimewaan dari pada sanksi selain hukum Islam, sanksi tersebut tegas bagi sang pelakunya dikarenakan tidak hanya jawabir (pencegah /jera) namun juga jawazir (penebus dosa). Nah, semua tersebut dapat dilakukan jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sendi-sendi kehidupan umat manusia. Hanya Islamlah yang akan mampu untuk mengatasi segala bentuk kemaksiatan yang telah merajalela. Wallahu A’lam Bisshawab.
Komentar