Oleh: Fitriani, S.Pd
Hari raya Idul Fitri merupakan moment spesial yang ditunggu setiap muslim. Sebulan penuh setelah berpuasa, ditutup dengan perayaan lebaran yang penuh suka cita. Bersilaturahim dan saling memaafkan antar satu sama lain. Belum lagi ada haru menyerusuk dalam jiwa ketika mendengar merdunya alunan takbir bergema. Bersahut-sahutan di mana-mana.
Sayangnya, moment haru nan sukacita dihari lebaran ini tidak seperti yang dirasakan warga di dua desa di Buton, Gunung Jaya dan Sampuabalo. Ya, dua kelompok pemuda dari Desa Sampuabalo dan Desa Gunung Jaya, Kabupaten Buton, terlibat pertikaian hingga terjadi pembakaran puluhan rumah. Dua kelompok pemuda ini terlibat aksi saling serang, usai menjalankan salat Idul Fitri, sekitar Pukul 14.30 Wita.
Kejadian itu dipicu adanya konvoi sekitar 40 warga Desa Sampuabalo dengan mengendarai 20 unit sepeda motor yang menggunakan knalpot racing. Mereka berkonvoi dari Desa Sampuabalo melewati Desa Gunung Jaya, pada Selasa malam (4/6/2019) sekitar pukul 20.00 Wita.
Hal itu membuat masyarakat Desa Gunung Jaya merasa terganggu dan tidak menerimanya. Hingga, sekitar pukul 20.45 Wita, konvoi itu kembali ke Desa Sampuabalo dan kembali melewati Desa Gunung Jaya. Ketika sampai di pertigaan dua desa itu, massa yang melakukan konvoi berteriak akan menyerang Desa Gunung Jaya.
Pada Rabu (5/6/2019) pukul 14.30 Wita, massa dari Desa Sampuabalo datang ke Desa Gunung Jaya, melakukan pembakaran rumah warga dengan menggunakan bom molotov yang dilempar ke arah rumah. Tak tinggal diam, melihat aksi tersebut masyarakat Desa Gunung Jaya melakukan perlawanan balik.
Dampak dari pertikaian ini, 87 rumah terbakar sehingga menyebabkan 1.062 orang warga mengungsi. 2 orang tewas dan 8 orang luka-luka. Sebanyak 317 personil gabungan Polda Sultra, Polres Baubau dan Buton, serta ada 100 anggota TNI dari Satuan Rider 700 Pangdam Hasanuddin Makassar dikerahkan untuk menjaga dan bersiaga di lokasi terjadinya pertikaian. (Zonasultra, 07/06/2019)
Hasil Didikan Sistem Sekularisme
Sungguh menyedihkan, moment lebaran Idul Fitri yang harusnya diwarnai dengan penuh suka cita, tapi malah berujung derita akibat adanya kericuhan ini. Apalagi ini terjadi antardua desa yang dimana mereka tinggal bertetangga dan mayoritas beragama Islam.
Maka ketika dipandang dengan kacamata Islam, hal ini lumrah kita dapati saat ini. Baik pertikaian antar desa, antarsuku bahkan antar anggota keluarga sekalipun. Sebab sistem yang diterapkan oleh negara adalah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sistem ini telah menjangkiti sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Sehingga tertanam dalam benak mereka bahwa segala permasalahan yang tidak berhubungan dengan agama, maka tidak boleh diselesaikan dengan melibatkan agama. Sekulerisme juga menjadikan manusia tidak mampu menyelesaikan masalahnya dengan benar. Mudah tersulut emosi sehingga mudah bertindak di luar kendali. Masyarakat telah terbiasa menyelesaikan masalah dengan jalan instan tanpa melalui musyawarah dan tanpa menggunakan tolak ukur Islam.
Terlebih negara (pemerintah) tidak menjalankan kewajibannya untuk meri’ayah masyarakat dengan baik akibat sistem sekuler yang diterapkan. Tidak memastikan masyarakat bersatu dengan hanya ikatan Islam saja, bukan yang lain. Negara harusnya membina masyarakat agar selalu memutuskan segala perkara sesuai dengan hukum syara, yang dimana negara juga sebagai fasilitatornya. Sehingga dampaknya, masyarakat yang saling bertikaipun makin menjadi, tersebab tidak ditemukannya solusi terbaik untuk kedua belah pihak.
Islam: Mempersatukan Umat
Islam sangat mengutamakan persaudaraan dan persatuan. Hal ini telah terbukti, bagaimana Nabi Muhammad saw dapat mempersatukan umat dalam satu akidah, yaitu akidah Islam. Maka ketika kita menelisik sejarah, satu di antara mengapa umat sebelum Islam dianggap kaum jahiliyah adalah karena mereka suka bertengkar, berkelahi bahkan sampai membunuh sesamanya yang telah dianggap musuh. Padahal yang dijadikan musuhnya karena hal-hal sepele saja. Bisa jadi hanya karena hak bangga sukunya terhina, bisa masalah perbedaan kepercayaan atau aliran keyakinan, bisa masalah perebutan pasar dagang atau wilayah, dan bisa juga hanya karena masalah perempuan. Sementara tak jarang terkadang mereka masih saudara dekat atau bahkan masih satu bahasa.
Sehingga, tiada contoh penghentian permusuhan yang terbaik sepanjang sejarah manusia, melainkan perdamaian antara Bani Aus dan Khazraj yang dilakukan Rasulullah Saw. Begitu suksesnya hingga mampu mempersaudarakan orang-orang yang sebelumnya saling membunuh. Jangankan terjadi pertempuran, pertengkaran pun tidak pernah lagi hingga kini.
Ya, sejarah tidak bisa membantah bahwasanya sejak berdirinya pemerintahan Islam pertama di Madinah, dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah, Islam mempersatukan dan mempersaudarakan berbagai suku dan bangsa, yang diawali oleh bersatunya Bani Aus dan Khazraj.
Padahal, sebelum Rasul hijrah, Bani Aus dan Khazraj telah bertempur puluhan tahun, bahkan pada Perang Bu’ats (lima tahun sebelum hijrah) semua pemimpin kedua pihak tewas (riwayat Bukhari).
Rasul mengajak mereka beriman dan membela dakwah dengan kekuatan. Mereka langsung setuju karena ingin sekali ada perdamaian dan butuh pemersatu masyarakat. Apalagi, kaum Yahudi telah mengancam akan menyerang mereka. (riwayat Ibnu Hisyam).
Setahun kemudian, lewat Mush’ab bin Umair yang diutus oleh Rasul, terciptalah kepribadian individu-individu Yatsrib ( Madinah) yang berkualitas, memiliki loyalitas hanya kepada Islam, bukan lagi kepada fanatisme kesukuan atau kekabilahan, serta memperkuat semangat dan keberanian membela agama dengan jiwa dan harta. Tak cuma membina pikiran dan perasaan, Mush’ab juga menyuruh mereka untuk selalu shalat berjamaah, saling mengucap salam dan mendoakan kebaikan bila bersua, membantu sesama Muslim, serta mematuhi setiap perintah Rasul.
Hasilnya, ketika Rasul hijrah mereka telah siap selalu untuk membela Islam dan menolong kaum Muhajirin dengan harta, tempat tinggal, dan akses ekonomi, karena sebelumnya telah terlatih berukhuwah Islamiyah dengan bekas musuh bebuyutan.Inilah pelajaran berharga yang harus ditiru oleh kaum Muslim yang menginginkan kemuliaan dan persatuan. Bersatu dalam Islam, bukan dalam isme-isme lainnya. Dari sini kita bisa memetik pelajaran bahwa Islam tidak hanya mampu mempersatukan masyarakat yang sebelumnya bertikai, melainkan juga mampu mempersatukan wilayah-wilayah dan bangsa-bangsa.
Maka agar semua itu bisa terwujud kembali. Agar perpecahan antar kaum muslim terhenti, tiada lain ialah membuang sistem sekularisme dan mengambil Islam untuk diterapkan oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu A’lam Bissawab.
Komentar