Wabah Hoax Melanda Kursi Kekuasaan

Opini285 views

Oleh: Rima Septiani (Mahasiswi PGSD UHO)

Penyebaran hoax di media sosial semakin deras. Terlebih lagi, memasuki masa kampanye  Pemilu 2019, para elit politik nasional harus bisa mengendalikan diri dalam bertutur kata maupun bersikap. Sebab kekerasan verbal yang dituangkan dalam perkataan berpotensi mengarah pada kekerasan fisik di kalangan pendukung / simpatisan. Terlebih hoax dan ujaran kebencian(hatespeech) itu dikemas atau dikaitkan dengan keagamaan”. Demikian imbauan salah satu tokoh pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha di Jakarta. (www.rmol.com/12/2/2019)

Hoax atau berita bohong  merupakan istilah yang tak asing lagi di era millenial saat ini. Hoax biasanya tersebar melalui media sosial seperti WhatsApp, Twitter,  Facebook, Instagram dan sejenisnya. Hoax merupakan informasi yang kebenarannya masih diragukan, tidak diketahui apakah kabar tersebut memiliki dasar pembuktian atau hanya dibuat-buat. Hoax pasti rentan dengan berita yang belum teruji kebenarannya, namun kebanyakan masyarakat abai untuk mengecek kebenarannya.

Seiring berkembangnya kemajuan teknologi, tak bisa dipungkiri ini juga berdampak terhadap informasi yang beredar. Belakangan ini, memang makin semarak arus hoax menerjang media sosial. Media sebagai pembangun opini publik rentan dengan isu-isu negatif. Olehnya itu, di tengah  wabah hoax yang   kian merjalela, hendaknya pegiat media sosial (medsos) mesti hati-hati dalam menerima berita.

Menurut data, pengguna medsos di seluruh dunia sekitar 2,3 miliar dan Indonesia penggunaanya sebanyak 132,7 juta dari total 256,2 juta dan 65 persen pengguna internet dari kalangan remaja atau  anak muda. Yang mengakses medsos 95 persen dari pengguna internet, dan Indonesia menempati urutan keempat terbesar dunia setelah Amerika Aserikat,  Brazil dan  India.

Media sosial berupa Facebook penggunaanya  di Indonesia menempati urutan tertinggi sebesarr 71,4 juta atau 54 persen disusul Instagram 19,9 juta atau 15 persen, Youtube 14, 5 juta atau 11 persen dan Twitter 7,2 juta atau 5,5 persen.

Sedangkan pengguna terbanyak ada di pulau Jawa sebesar 86,3 juta atau 65 persen disusul Sumatera 20,7 juta atau 15,7 persen dan Kalimantan 7,6 juta atau 5,8 persen. Dan perangkat browsing favorit yang dipakai berupa smartphone (handphone) adalah yang terbesar dipakai dengan jumlah sebesar 89,  9 juta atau 67, 8 persen dibanding dengan perangkat lain seperti tablet, laptop atau computer. (APJII, 2016).

Dilhat dari sisi tujuan, keberadaan hoax memang  akan menguntungkan jika memang berita bohong tersebut dibuat dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dan hal ini rentan terjadi pada kursi kekuasaan, apalagi pemilihan Presiden sudah tak lama lagi. Maka massif ditemukan berbagai  isu yang saling menjatuhkan dan membangun citra buruk terhadap lawan politik.

Media sosial merupakan cara efektif dan cepat untuk  membentuk opini publik dalam hal ini kampanye politik via media sosial. Penguasa sebagai pemegang kekuasaan  rentan memproduksi kebohongan alias informasi hoax. Melalui berbagai cara mereka lakukan dengan menyodorkan fakta-fakta yang dianggap sesuai dengan tercapainya tujuan.

Baru baru ini diprediksi mengenai potensi tersebarnya hoax terkait tanggal pencoblosan Pemilu 2019, dengan misi informasi diklaim sudah terjadi di sebuah wilayah Indonesia. Prediksi dan klaim tersebut dilontarkan oleh Noudhy Valdryno dari Politics and Government Outreach Associate Manager Facebook Indonesia dalam acara Gathering “Positif Bermedia Sosial” di Jakarta. Berdasarkan Informasi yang diterima Noudhy, ada slah satu provinsi di Indonesia yang salah menerima informasi bahwa tanggal pemilu berlangsung pada 14 April 2019. (www.detiknet.com/22/2/2019)

Tahun ini Indonesia menghadapi tahun politik, perbincangan hangat seputar kontekstasi politik saat ini selalu menghiasi di beberapa media lokal maupun nasional, cetak maupun daring. Persaingan untuk   memperebutkan kursi kekuasaan semakin gencar. Bisa saja media sosial menjadi sarana untuk melancarkan kampanye meraup suara, dan berpotensi terjadi  konflik adu domba politik, bahkan sampai menjatuhkan  pesaingnya. Segala cara dan upaya dilakukan untuk menjatuhkan lawan politiknya, baik melalui tulisan maupun gambar yang seolah mengandung kebenaran untuk dipercaya. Karena kepentingan politik masing-masing, maka tak urung perang media sosial pun masif mereka gencarkan, demi meraup suara politiknya.

Inilah bukti kebobrokan sistem sekuler demokrasi. Sistem yang rusak ini telah menjadi wadah bagi berkembangnya arus hoax. Sistem ini menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan tanpa memandang dampak negatif dari semua itu. Akhirnya, menyebarkan berita hoax pun mereka lakukan untuk mendulang suara dan popularitas. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep  politik sistem demokrasi adalah kepemimpianan yang dibangun atas dasar hawa nafsu semata.

Wajar hal ini terjadi, sebab sistem sekuler demokrasi dibangun dengan dasar pemisahan agama dari kehidupan. Menyebarkan berita bohong mencirikan bahwa sistem ini  menjauhkan aturan Allah dari kehidupan. Kepemimpinan dan kekuasaan seolah sesuatu yang harus diperebutkan walaupun dengan cara yang bathil (salah).

Dalam perspektif agama Islam, menebar hoax merupakan hal yang terlarang. Bahkan bisa jatuh sampai pada perbuatan dosa, karena hoax (berita bohong) tersebut terkategori fitnah, dusta dan bohong. Berita bohong bisa menjadi penyebab pertama rusaknya persaudaraan antar sesama Muslim, melahirkan perpecahan berujung konflik bahkan sampai pada saling bertikai antar manusia khususnya di tubuh umat Islam. Hoax bisa menghilangkan kebenaran, sehingga  membawa manusia pada kerusakan besar.

Kita bisa menengok dalam sejarah Islam, bagaimana dampak dari penyebaran berita  bohong, fitnah menjadi penyebab pertama guncangan besar bagi tatanan keislaman yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Itu terjadi saat terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, yang kemudian disebut sebagai al-fitnah al-kubra(fitnah besar).

Saat itu, Umat Islam saling menebar berita bohong tentang pembunuhan Khalifah Usman untuk kepentingan politik sehingga terjadi perpecahan pertama dalam sejarah Islam, yang berujung pada peperangan antara Ali dan Muawiyah serta lahirnya aliran-aliran dalam Islam. Olehnya itu Sayyidina Ali buru-buru menasehati umat Islam agar jangan terjebak dalam hal ini lantaran terprovokasi oleh berita bohong.

Allah SWT berfirman :” Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuaatnya. Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya0ndia mendapat azab yang besaar (pula). Q.S An-Nuur : 11

Dalam Sistem Islam, Hoax tak akan beredar bebas. Media massa dalam Islam memiliki fungsi yang strategis bagi negara dan kepentingan dakwah Islam yaitu  menyampaikan sesuatu yag jelas kebenarannya. Khalifah akan mengatur dan mengawasi peredaran berita hoax yang meresahkan masyarakat. Termasuk mengeliminasi peredaran majalah, koran, tablod radio  atau stasiun TV jika diketahui telah menyebarkan ide batil atau pemikiran-pemikiran yang mengancam keutuhan rakyat dan negara. Wallahu ‘alam bis shawwab.

Komentar