Wanita Jatuh di Lubang yang Sama

Opini354 views

Oleh: Siti Maisaroh 

Traficking atau sebut saja perdagangan manusia. Apa yang terlintas dalam benak anda dengan ungkapan itu? Yah, proses pertukaran manusia dengan materi sehingga manusia dijadikan objek yang memiliki sifat sama dengan benda atau barang yang diperjual belikan. Diperlakukan sesuka pemilik yang telah membelinya. 

Ini bukan cerita dongeng, tapi ini adalah fakta yang terjadi di negeri kita. Dimana Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membenarkan ada perempuan warga negara Indonesia yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di China. “Jadi sekarang yang ada di KBRI  Beijing ada 15 orang. Kami berdiskusi panjang mengenai kasus yang menimpa wanita Indonesia yang sedang menunggu dipulangkan ke Indonesia. Prosesnya cukup lama.” Ujar Retno saat dijumpai wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jum’at (19/7/2019). 

Namun Retno mengakui ada perbedaan pandangan antara hukum Indonesia dengan hukum China mengenai persoalan tersebut. Para wanita yang dikirim ke China untuk menikah dengan lelaki asal Negeri Tirai Bambu dengan imbalan sejumlah uang. Hukum Indonesia berpandangan bahwa peristiwa itu dikategorikan sebagai bentuk perdagangan manusia. Sedangkan China berpandangan bahwa hal tersebut sebatas masalah keluarga. (Sumber: Kompas.com 19 Juli 2019)  

Jika melihat fakta demikian, kita seakan kembali membuka lembaran sejarah di masa jahiliyah. Ketika agama Islam belum diturunkan, dimana pada saat itu wanita diperlakukan sebagai objek semata. Keberadaannya ditengah masyarakat hanya dijadikan sebagai pemuas syahwat dan pelayan bagi kaum lelaki. Wanita hanya mahluk lemah yang tak berdaya. Pasrah menerima nasib tanpa bisa membela diri. Jika seorang suami telah merasa bosan dengan istrinya, maka si suami mengalihkan istrinya kepada laki-laki lain, entah itu berbayar ataupun cuma-cuma. Laki-laki bebas memperlakukan para wanita. Tindakan kekerasan, pelecehan, bahkan pembunuhan pun tidak dianggap kejahatan jika itu menimpa wanita. Hingga membunuh bayi wanita yang baru saja dilahirkan karena dianggap sebagai aib pun menjadi budaya masyarakat jahiliyah pada saat itu. 

Hanya saja itu sejarah pra Islam. Ketika aturan Islam belum diturunkan. Namun saat ini, aturan Islam telah ada, sempurna sebagai solusi problematika  manusia tapi justru kita yang semena-mena meninggalkannya. Kita justru silau dan bangga meniru budaya Barat kafir yang jauh dari Islam. Seperti ide Feminisme, Liberaisme dan Sekularisme. Sehingga wanita menjadi korban dan jatuh dilubang yang sama. Padahal, Rasulullah Saw telah mengingatkan, agar kita belajar dari kesalahan, jangan jatuh dilubang yang sama dua kali. “Tidaklah seorang mukmin tersengat bisa dari lubang (binatang berbisa) yang sama sebanyak dua kali.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). 

Kejamnya Sistem Kapitalisme

Faktor ekonomi memang menjadi salah satu penyebab masalah ini. Dimana hidup dalam system Kapitalis saat ini, memang kita didesak dengan harga segala kebutuhan yang kian hari kian mahal. Setiap anggota keluarga yang sudah dianggap dewasa dan bisa bekerja, ditekan harus terlibat membantu dan menopang kebutuhan keluarganya. Apalagi bagi mereka yang hidup diperkotaan, yang semua serba beli. Sehingga yang muncul dibenak adalah, ‘besok kita makan apa?’, belum lagi ditambah biaya sekolah, biaya kesehatan dan lainnya yang juga harus ditanggung keluarga. Sehingga, banyak orang yang berfikir pintas. Apalagi dengan iming-iming rupiah didepan mata. Mereka tidak lagi mampu berfikir jangka panjang. Sangat memprihatinkan. 

Sistem Kapitalisme memang rentan mengeksploitasi para wanita. Selain wanita diberi peluang untuk bekerja diranah publik (walau kerja kasar) sehingga meninggalkan fitrohnya sebagai ibu dan pendidik anak-anaknya, wanita juga dianggap sebagai objek atau produk yang mempunyai nilai/harga untuk diperjual belikan. Wanita tidak berbeda dengan barang-barang yang mudah diopor dan pindah tangan kepemilikan. Dijadikan pemuas nafsu para lelaki kafir yang tidak punya pri kemanusiaan.  

Ini bukti, bahwa system Kapitalisme memang system yang rusak dan merusak. Dibuat oleh manusia untuk mengatur sesama manusia. Padahal sejatinya, akal manusia bersifat lemah dan terbatas. Juga seharusnya, kita menggunakan aturan dari yang menciptakan kita, yakni Allah Swt. Sebagaimana dahulu pernah diterapkan oleh baginda Rasulullah Saw dan para kholifah setelahnya. Islam berjaya selama 13 abad lebih lamanya, kemuliaan dan kesucian wanita terjaga. Namun, sejak peradaban Islam berhasil diruntuhkan oleh Barat dan anteknya, dimana Mustafa Kemal Atartuk sebagai dalang utama yang membawa peradaban Barat ditengah kehidupan kaum Muslim. Maka sejak itulah para wanita keluar dari fitrohnya. 

Al Qur’an telah mengingatkan, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Al Ma’idah 49). 

Jika kita kembali pada aturan Islam. Wanita tidak dibebani untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Para wali juga hanya bertugas mencari nafkah (sandang-pangan-papan) sedangkan kesehatan dan pendidikan menjadi tanggung jawab Negara. Maka para wanita pun akan kembali duduk di ‘singgasana’ kemuliaannya. Wanita bisa fokus dalam perannya mendidik anaknya dan ta’at kepada suaminya. Walau tetap dibolehkan untuk bekerja diluar rumah (asal syarat syar’inya terpenuhi). Wanita akan jauh dari pelecehan dan penindasan. Karena mereka adalah insan mulia yang dari tanggannya akan tumbuh para generasi cemerlang, berilmu dan bertakwa yang siap membawa agama dan negaranya pada peradaban gemilang. Waallahu a’lamu bishowab. 

Komentar