Oleh: Yusriani Rini Lapeo, S.Pd (Pemerhati Lingkungan dan Sosial)
Pada saat penggelaran kegiatan cleaning day observasi dan pembersihan sampah, organisasi lingkungan hidup asal Perancis, Nature Revulotion With Volunteer (NRWV) menyebutkan, jika Desa dan Pulau Labengki yang terletak di Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep), Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), berada dalam ancaman kerusakan.
Penyebab kerusakan laut dan lingkungan sekitar Asera Yaitu, berserakannya sampah-sampah, terjadinya pemboman ikan menggunakan dinamit, dan adanya aktivitas perusahaan penambangan yang tidak sesuai prosedur. Hal demikian, akan memberikan dampak buruk pada kelestarian lingkungan.
Ini disampaikan oleh ketua NRWV, Philip saat melakukan observasi bersama Pemda Konut, “Sulawesi adalah jantung segitiga karang dunia yang harus dijaga terkhusus di wilayah wisata labengki, yang memiliki hutan dan alam laut dengan endemik keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Akan tetapi, dari hasil observasi kami menyimpulkan bahwa ekosistem itu kini terancam kelestarian dan keindahannya, hal itu disebabkan adalah sampah.” (Zonasultra, Jumat, 9/8/2019)
Aktivitas Tambang Membawa Kerusakan dalam Segala Aspek
Poin penting dalam ancaman yang terjadi di Konut, adalah penjarahan kekayaan alam yang dilakukan oleh pihak asing dan swasta. Sejak adanya penambangan yang dilegalkan pemerintah, maka hampir setiap hari ancaman itu datang, khususnya pada masyarakat Konut itu sendiri. Liberalisasi lahan industri yang berdiri disana, menjadi ancaman terbesar dan terburuk.
Sejak beroperasinya tambang disana, bencana alam kian menyerbu, bagai satu butir gula yang jatuh ketanah dan dikerumuni oleh semut. Seperti pula yang telah terjadi akhir-akhir ini di Sultra Mulai dari banjir, tanah longsor, bahkan gempa bumi, yang terjadi sejak satu tahun terakhir.
Pencemaran air laut yang memusnahkan satwa-satwa air, yang merupakan kekayaan alam, serta udara yang tidak lagi sehat karena tercemari oleh pembuangan limbah udara yang melebihi batas normal, adalah bukti ketamakan manusia dan lemahnya kesadaran untuk menjaga kelestarian alam lingkungan hidup.
Meski demikian, masyarakat di Konut hanya bisa menerima bencana dan kerusakan dengan lapang dada, tanpa kompensasi dari pihak pendiri industri disana. Sayangnya, pemerintah tidak menganggap ini sebagai kerusakan yang serius, meski kondisi alam terus rusak dan tercemar.
Liberalisasi kekayaan alam yang terjadi di negeri ini, merupakan sarana bagi investor asing dan para penjarah kekayaan alam negeri ini, untuk merusak lingkungan hidup. Apalagi UU yang diterapkan di negeri ini, justru menjadi payung dalam melindungi para penjarah kekayaan alam.
Semua kerusakan yang terjadi adalah ulah manusia itu sendiri. Allah berfirman, yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah tangan manusia, supaya Dia mencicipkan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS.Ar-Rum: 41-42)
Hal ini merupakan dampak dari penerapan sistem yang dianut negeri ini, adalah sistem kapitalis dan sekuler yang notabenenya berunjuk pada liberalisasi kekayaan alam. Pemerintah tidak lebih sebagai regulator dan fasilitator saja, sementara pengelolaan diserahkan pada mekanisme bisnis, yang menguntungkan pihak asing, membuat rekening penguasa semakin gendut, dan setelah itu masyarakat yang terkena imbasnya.
Pun selama ini upaya pemerintah dalam hal mensejahterakan rakyatnya, hanya omong kosong. Jika dikalkulasikan, seberapa besar pengangguran dan gaji karyawan dalam sebuah proyek industri disana, dibandingkan dengan kerugian yang dialami masyarakat, ketika berbagai bencana alam menggoyah alam semesta.
Bukankah masalah ini patut diperhitungkan oleh pemerintah? Atas kondisi ini, kami sangat berharap penuh kepada seluruh jajaran pemerintah, agar berhenti memberikan izin tambang kepada pihak swasta.
Islam Menjaga Kelestarian Alam Semesta
Selain kesadaran bersama akan lingkungan hidup, kita mesti paham bahwa menjaga lingkungan hidup adalah tanggung jawab negara dan penguasa. Bagaimana tidak, semua hal yang berpotensi akan merusakan kelestarian lingkungan, negara dan penguasalah yang andil dalam aktivitas tersebut.
Pun islam sebagai ideologi, mempunyai seperangkat aturan yang baku dalam menjaga kelestarian alam semesta. Manusia sebagai khalifah di bumi, berkewajiban menjaga kelestarian alam demi kelangsungan hidup manusia pada masa mendatang. Kebebasan memanfaatkan kekayaan alam, adalah anugerah yang besar dari Allah, yang tidak boleh diingkari dan tidak boleh disalah gunakan.
Dan syariat Islam pun, melarang keras perbuatan merusak lingkungan. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya, yang artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS.Al-A’Raf: 56)
Sebagai syariat, tentunya harus seiring dengan motto yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi pengelolaan alam dan lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut.
Selain melarang membuat kerusakan di muka bumi, Islam juga mempunyai kewajiban untuk menjaga lingkungan dan menghormati alam semesta yang mencakup jagat raya yang didalamnya termasuk manusia, tumbuhan, hewan, serta makhluk hidup lainnya.
Wallahu’alam
Komentar