Ancaman Kekeringan, Fenomena Alam Atau Teguran?

Opini403 views

Oleh: Ayu Oktaviani Kursia (Mahasiswi FTI USN dan Aktivis BMI Kolaka)

Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara harus bersiap-siap menghadapi kekeringan. Antisipasi urgen dilakukan karena kekeringan yang akan terjadi terbilang panjang dan ekstrem.

Peringatan itu disampaikan badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) hingga tanggal 30 Juni 2019. Beberapa daerah di Jawa yang berpotensi mengalami kekeringan anatara lain Sumedang, Gunung Kidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan, dan Pamekasan.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Pertanian (Kementen) mengaku sudah mengantisipasi ancaman kekeringan. Kementerian PUPR misalnya telah menyiapkan sumur-sumur dan mobil tangki.

Hal yang sama disampaikan Kementen yang mengaku sudah beberapa tahun belakangan membekali kelompok tani dengan pompa. Dari pantauan di lapangan, kekeringan sudah terasa di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengingatkan pemerintah daerah untuk bersiap menghadap cuaca ekstrem kekeringan yang berlangsung cukup panjang. “Dari hasil analisis BMKG, terindentifikasi adanya potensi kekeringan meterologis yang tersebar di sejumlah wilayah,” ujar Deputi Bidang Klimatologi Herizal kemarin.

Berdasarkan catatan BMKG, wilayah yang memiliki potensi kekeringan adalah yang telah mengalami HTH lebih dari 60 hari dan diperkirakan curah hujan redah alias kurang dari 20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70%.

Daerah itu meliputi Bekasi, Karawang, dan Indramayu di Provinsi Jawa Barat; karanganyar, Klaten, Mengelang, Puworejo, Rembang, Semarang, dan wonogiri (Jawa Tengah); sejumlah daerah di Jawa Timur ; Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Sleman (Yogyakarta); Buleleng (Bali); Sikka, Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, Kota Kupang, dan Belu (Nusa Tenggara Timur); Bima, Kota Bima, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Timur (Nusa Tenggara Barat). 

Kemudian untuk wilayah dengan status siaga potensi kekeringan adalah yang mengalami HTH lebih dari 31 hari serta prakiraan curah hujannya rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.

Daerah itu adalah Jakarta Utara dan Banten yang meliputi Lebak, pandeglang, dan Tengerang. Adapun wilayah waspada kekeringan yang telah mengalami HTH lebih dari 21 hari dan perkiraan curah hujannya rendah atau kurang dari 20mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70% dan masih banyak lagi daerah-daerah yang terkena dampak kekeringan.

Kelangkaan air kini telah dirasakan, padahal kemarau diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus, kementerian pertanian mencatat  bahwa 100 Kabupaten/Kota terdampak kekeringan pada musim kemarau pada tahun 2019. Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTB dan NTT.

Jawa Timur menjadi wilayah paling luas terdampak kekeringan dalam bencana kekeringan ini, pemerintah mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan-permaslahan yang ada. Tetapi apabila kita melihat berbagai upaya tersebut hanya solusi jangka pendek yang di berikan.

Tak Sekedar Fenomena Alam 

Berbagai bencana yang terjadi di negeri ini secara ilmiah dipengaruhi oleh letak geografis Indonesia yang berada di tengah garis khatulistiwa, karena posisi geografis ini kita mengalami dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Perubahan kandungan udara yang sudah sangat tercemar dan alam yang rusak memberikan andil bencana kekeringan. Tentunya kerusakan alam, polusi udara dan tercemarnya lingkungan tidak lepas dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Ada sangat banyak pembangunan infastruktur di negeri ini yang sebenarnya merusak lingkungan, di antaranya pembangunan jembatan Suramadu yang merusak laut. Pabrik-pabrik besar juga tidak sedikit yang kita dapati mengeluarkan polusi yang mencemari udara. Laut yang ditimbun untuk membangun kehidupan mewah (reklamasi) yang tidak hanya merusak alam tapi juga merugikan rakyat kecil. Hal ini tentu sangat berdampak pada alam yang kemudian menimbulkan berbagai bencana yang beruntut. Ancaman kekeringan tidak hanya bisa kita pandang sebagai fenomena alam semata. Tetapi memang ada yang salah dengan paradigma pembangunan. Pembangunan sekular kapitalistik, cenderung rakus dan merusak, salah satu dampaknya adalah kekeringan.

Padahal, alam diciptakan untuk memberi kebaikan bagi manusia, asal manusia tunduk memelihara sunnatullah dalam pengelolaan alam. Allah SWT berfirman : “Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Q.s Ar-Rum ayat 41.

Allah telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an bahwa di bumi telah terjadi banyak kerusakan akibat ulah tangan manusia, apakah mereka tidak pernah memikirkan apa penyebab bencana  yang terjadi akhir-akhir ini. 

Bagaimana Pandangan Islam?

Menurut pandangan Islam terkait dengan masalah ini dalam posisinya sebagai prisai dan pelindung umat. 

Secara teknis akademis, kekeringan bisa diatasi dengan berbagai cara sebagai berikut: Pertama, Negara bersama masyarakat membangun, merehabilitasi, memelihara jaringan irigasi termasuk waduk dengan kincir air dan mesin penggerak air di sejumlah titik yang dibutuhkan oleh masisng-masing wilayah di seluruh dunia. Kedua, Negara bersama warga masyarakat membangun, mereahabilitasi dan memelihara konservasi lahan dan air termasuk memelihara hutan daerah resapan air agar tetap pada fungsinya sekaligus menindak tegas pihak yang menyala gunakan dengan memberi sanksi hukuman yang tegas. Ketiga, Negara senantiasa menciptakan iklim yang kondusif untuk kemajuan sains dan teknologi terutama untuk mengantisifasi dan menghadapi kekeringan akibat kemarau panjang. Keempat, Negara memeberi bantuan sarana produksi pada masyarakat termasuk memberi bantuan makanan pokok kepada mereka yang terdampak kekeringan. Kelima, Negara mengeluarkan kebijakan pelarangan privatisasi atau swastanisasi terhadap sumber-sumber yang menjadi milik umum. Keenam, sikap amanah, kerja dan sungguh-sungguh dari Khilafah untuk mencegah dan mengatasi bencana kekeringan. 

Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Imam adalah pelayanan dan  dia akan di mintai pertanggung jawaban atas seluruh rakyatnya secara non teknis akademis yang bisa di lakukan oleh negara memimpin rakyatnya berdo’a memohon ampun kepada Allah sebab ada korelasi yang erat antara kemaksiatan dan dosa yang dilakukan dengan datangnya berbagai bencana firman Allah dalam Asy Syura’ ayat 30 “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri dan Allah memaafkan sebagian dari dosa-dosamu”.

Oleh karena itu, jika kita ingin mengembalikan pada keberkahan yang akan dilimpahkan oleh Allah SWT dari langit dan bumi maka tidak ada hal lain, selain kembali pada syariat Allah dalam naungan Khilafah. Wallahu A’lam

Komentar