PORTALSULTRA.COM – Raden Dewi Sartika adalah seorang tokoh wanita pelopor pendidikan yang ada di Indonesia. Ia berjuang keras dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi kaum wanita pada saat itu, yang di mana pada saat itu wanita masih belum mendapatkan pendidikan yang layak sehingga menyebabkan kaum wanita pada saat itu sering dipandang remeh oleh kaum laki-laki yang berpendidikan tinggi.
Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember di Bandung, Jawa Barat. Orang tuanya berasal dari priyayi Sunda, yang bernama Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Ayahnya merupakan pejuang kemerdekaan pada masa itu. Kedua orang tuanya bersikeras untuk menyekolahkannya Sartika di Sekolah Belanda walaupun hal tersebut bertentangan dengan budaya adat pada waktu itu.
Saat menjadi patih di Bandung, Raden Somanagara menentang Pemerintah Hindia-Belanda, yang menyebabkan istrinya dibuang di Ternate. Dewi diasuh oleh pamannya yang merupakan kakak dari ibunya, yang bernama Arya yang pada saat itu menjabat sebagai Patih di Cicalengka. Ia diasuh oleh pamannya lantaran ayahnya meninggal dunia dan juga ibunya yang telah diasingkan ke Ternate.
Dewi Sartika mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda dari pamannya. Ia juga berwawasan kebudayaan Barat yang didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda. Ia menunjukkan potensinya dalam dunia pendidikan saat masih kecil. Hal tersebut didukung oleh kegemarannya yang sering memperagakan praktik yang ia terima di sekolah, belajar membaca-menulis, dan bahasa Belanda, yang ia ajarkan kepada anak-anak pembantu di kepatihan, ia melakukannya sambil bermain di belakang gedung kepatihan. Sederhana saja, alat yang ia gunakan adalah papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting yang dijadikannya sebagai alat bantu belajar.
Anak-anak pembantu yang ada di Kepatihan mampu untuk membaca, menulis beberapa kata dalam bahasa Belanda yang membuat masyarakat di Cicalengka gempar. Masyarakat di sana kaget karena pada waktu itu belum ada anak (anak rakyat jelata) yang mempunyai kemampuan seperti itu. Mereka memiliki kemampuan tersebut karena diajari oleh Dewi Sartika.
Saat remaja, Dewi Sartika kembali ke Bandung dan tinggal bersama ibunya. Ia semakin yakin untuk mewujudkan cita-citanya selama ini, yaitu mendirikan sebuah sekolah yang bertujuan untuk memajukan pendidikan untuk kaum wanita. Cita-citanya tersebut sejalan dengan cita-cita yang dimiliki oleh pamannya. Namun cita-citanya tersebut sulit untuk diwujudkan karena hukum adat pada saat itu yang mengekang kaum wanita untuk berpendidikan.
Kegigihan dalam berusaha tidak akan pernah menghianati, hasilnya Dewi Sartika berhasil mendidirikan sebuah sekolah yang dikhususkan untuk kaum wanita. Materi yang ia ajarkan masih sedikit hanya meliputi: merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, yang bertujuan untuk membuat wanita mempunyai keterampilan.
Pada tanggal 16 Januari 1904, setelah berkonsultasi dengan Bupati R.A.A Martanagara, Dewi Sartika membuka sebuah sekolah yang bernama Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama yang ada di Hindia-Belanda. Sakolah Istri yang bertempat di ruangan pendopo kabupaten Bandung, ia dibantu oleh dua saudara sepupunya, yaitu Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid dalam mengajar. Murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang.
Pada tahun 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga membuatnya pindah lokasi ke Jalan Ciguariang, Kebon cau. Tempat ini dibeli oleh Dewi Sartika dengan uang tabungannya dan bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawati. Suaminya juga seorang guru di sekolah Karang Pamualang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru. Dari pernikahan tersebut mereka memiliki putra bernama R. Atot, yang merupakan Ketua Umum BIVB, sebuah klub sepak bola yang merupakan cikal bakal dari Persib Bandung.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Lulusan pertama dari Sakola Istri, yaitu pada tahun 1909.
Pada tahun 1912, sudah berdiri sembilan Sakola Istri di setengah dari seuruh kota-kota kabupaten Pasundan. Tahun 1914, Sakola Istri berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri hanya tinggal 3/4. Pada tahun 1920 seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri. Sakola Istri juga didirikan di Bukittinggi, yang didirikan oleh Encik Rama Saleh.
Pada bulan September 1929, tepat saat Sakola Kautamaan Istri berusia 25 tahun, Dewi Sartika mengadakan peringatan atas pendirian sekolah tersebut dan juga pada saat itu Sakola Kautamaan Istri berganti nama menjadi Sakola Raden Dewi. Atas dedikasinya dalam bidang ini, ia dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Dewi Sartika meninggal pada tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya. Di makamkan di pemakamanan Cigagadon Desa Rahayu Kecamatan Cincem. Tiga tahun kemudia di makamkan kembai di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Kabupaten Bandung.
Dedikasinya dalam mencerdaskan bangsa dan perjuangannya dalam pendidikan di Indonesia. Ia diberi gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut diberikan pada tanggal 1 Desember 1966.
Sumber : biografipedia.com
Komentar