Mencari Keadilan Hukum Hanya Sebuah Mimpi Belaka dalam Sistem Demokrasi

Opini546 views

Oleh: Rismawati (Mahasiswi UMK)

Penolakan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril Maknun, 37, mantan guru perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia menjadi sorotan media-media internasional. Penolakan PK itu membuat Baiq tetap menjalani hukuman penjara.

Baiq adalah terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ditolaknya PK oleh MA, membuat mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.

Kasusnya menjadi ironi hukum di Indonesia. Kasus ini bermula ketika ia merekam percakapan telepon dengan mantan kepala sekolahnya kala itu. Rekaman itu untuk membuktikan bahwa ia mengalami pelecehan secara seksual. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi pada 2015 atas tuduhan pelanggaran UU ITE.

Rekaman telepon itu kemudian menyebar di antara staf di sekolah dan akhirnya diserahkan kepada kepala dinas pendidikan setempat. Rekaman tersebut juga viral di media sosial.

Pada November lalu MA menyatakan bahwa Baiq bersalah karena melanggar kesusilaan berdasarkan hukum informasi dan transaksi elektronik. Pada hari Kamis, PK yang diajukannya ditolak dengan anggapan dia gagal menghadirkan bukti baru.

“Peninjauan yudisialnya ditolak karena kejahatannya telah terbukti secara sah dan meyakinkan,” juru bicara pengadilan Abdullah kepada berita AFP. Pengadilan juga menguatkan denda Rp500 juta.

Nuril berpendapat bahwa dia tidak menyebarkan rekaman itu. Menurutnya, ada seorang teman yang mengambil rekaman dari ponselnya.

Media internasional yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Reuters, Washington Post hingga New York Post ramai-ramai memberitakan kasus yang menjerat wanita tersebut.

“Indonesia’s top court jails woman who reported workplace sexual harassment,” bunyi judul Reuters dan New York Post. Terjemah judul itu adalah “Pengadilan tertinggi di Indonesia penjarakan wanita yang melaporkan pelecehan seksual di tempat kerja”.

Media ternama Inggris, BBC, mengangkat judul; “Indonesian woman jailed for sharing boss’s ‘harassment’ calls”. Terjemah dari judul itu adalah; “Wanita Indonesia dipenjara karena berbagi penggilan ‘pelecehan’ atasan.”

Al Jazeera, media yang berbasis di Qatar juga ikut mengulas kasus Baiq. “Indonesia: Top court rejects woman’s appeal over boss’s lewd call,” bunyi judul media Arab tersebut.

Pengacara Baiq, Joko Jumadi, mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa kliennya siap menerima putusan MA. Namun, Baiq berharap dia akan menjadi korban terakhir yang akan menghadapi tuntutan pidana karena berbicara tentang pelecehan seksual di Indonesia.

Joko mengatakan bahwa Baiq “relatif tenang” saat mendengar putusan MA.

Putusan MA tidak dapat diajukan banding, tetapi tim hukumnya mengatakan Baiq akan meminta amnesti kepada Presiden Indonesia Joko Widodo. (SINDONEWS.com, Sabtu 6 Juli 2019)

Hukuman penjara bagi Baiq Nuril dinilai sebagai pukulan telak terhadap upaya pemerintah mencitrakan diri di mata dunia. Pemerintah ingin memperlihatkan diri sebagai negara yang melihat pemberdayaan perempuan sebagai elemen penting dalam pencapaian target pembangunan nasional. Hal ini dikemukakan oleh Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika, Mutiara Ika, di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (6/7).

Menurut Mutiara, pesan tersebut tersampaikan secara jelas oleh Presiden Jokowi ketika menghadiri Sesi III KTT G20. Pesan serupa juga disampaikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Hal itu disampaikan pada Konvensi ILO untuk mengakhiri kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada Juni 2019 lalu di Jenewa, Swiss.

“Jika ia (Baiq Nuril) tetap akan dipenjara, maka pelecehan seksual yang dialaminya akan selamanya diingkari, dan tempat kerja akan terus menjadi tempat yang rentan pelecehan seksual,” kata dia.

Sebelumnya, MA menolak pengajuan PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.

“PK Baik Nuril ditolak, artinya putusan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi sudah benar. Perbuatan pidananya terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (5/7).

Abdullah menerangkan, alasan yang digunakan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK bukanlah alasan yang tepat. Alasan yang diajukan oleh Baiq Nuril, kata Abdullah, hanya mengulang-ulang fakta yang telah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya.

Ditolaknya PK ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidier tiga bulan kurungan. Dalam kasus ini, Baiq Nuril mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. (REPUBLIKA.co.id, 15 Juli 2019)

Sungguh aneh negeri ini, sebab orang-orang yang datang mencari keadilan malah menjadi tersangka. Jika sudah seperti ini maka patutlah bila hampir semua orang mengatakan bahwa Hukum di Negri Indonesia yang menganut Sistem demokrasi adalah hukum yang tumpul ke atas dan tajam kubawa.

Hukum keadilan di negeri ini hanya untuk orang-orang yang banyak uang. Jika tak punya uang maka bisa saja pelapor malah menjadi tersangka, memang sungguh aneh tapi nyata. Negri yang mengagungkan HAM dan keadilan justru pada faktanya menyengsarakan rakyat miskin dan orang-orang yang tidak punya uang untuk membeli hukum.

Coba kita kembali flasback ke belakang pasti kita akan teringat dengan lagu ciptaan Bona Paputunga yang berjudul “Andaiku Gayus Tambunan” lagu ini menyinggung ke tidak adanya keadilan di negeri ini. Sebab uang bisa menjadi jaminan untuk membebaskan diri dari kejahatan.

Sunggu ironi yang luar biasa hukum bisa dibeli bahkan pelapor bisa jadi tersangka. Kini telah banyak bukti yang tampak jelas bahwa mencari keadilan di sistem Demokrasi hanyalah sebuah mimpi belaka. Maka seharusnya umat sadar bahwasanya hanya Negara Khilafah lah yang mampu memberi keadilan bagi ummat dan masyarakat yang bernaung di dalamnya, sebab hukum-hukum yang digunakan dalam sistem Khilafah adalah hukum yang di buat langsung oleh Allah dan tiada hukum yang lebih baik kecuali hukum Allah.

Hukum Allah itu adalah hukum yang tegak di atas keadilan. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Maidah: 50).

Maka untuk mendapatkan keadilan sudah seharusnya kita kembali ke Daulah Islam (Negara Khilafah) sebab didalamnya dianut hukum Allah begitu sempurna dan mampu memberi keadilan bagi setiap hamba-Nya.

Wallahuallam bissawab.

Komentar