Islamophobia: Jualan ‘Isu Terorisme’ Kembali Digoreng

Opini720 views

Oleh: Nurhidayat Syamsir (Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan UHO)

Kabar duka kembali menimpa kaum muslim minoritas di Selandia Baru. Kasus penembakan brutal terhadap jamaah Jumat di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru. Sebanyak 40 orang tewas akibat berondong peluru, dan 20 lainnya luka-luka. Disinyalir bahwa pelaku penembakan brutal ini sebanyak 4 orang, diantaranya 3 laki-laki dan 1 perempuan. Tak hanya itu, perlengkapan pelaku juga dilengkapi dengan alat peledak.

Kejadian ini tersebar oleh unggahan secara live pelaku yang bedurasi beberapa menit. Menanggapi hal ini Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Arden mengatakan, ini telah menjadi hari terburuk di negaranya dan mengutuk keras pelaku beserta motif yang mereka miliki dibalik penembakan ini. Sehingga disampaikan pula bahwa tingkat keterancaman di Selandia Baru diubah dari rendah ke tinggi. Komisaris Kepolisian Ruke Byush menghimbau semua orang untuk menghindari semua masjid di Selandia Baru sampai pihaknya memberi informasi lebih lanjut (Tribunnews.com, 15/03/2019).

Islamophobia: Lagu Lama Kembali Diputar

Masih segar dalam ingatan tragedi Bom Thamrin di 2016 lalu, menyusul kasus pembakaran masjid dan penyerangan oleh kelompok Kristen GIDI di Tolikara, meski jelas-jelas tindakan teror, namun media yang cenderung menutup-nutupi kejadian ini tidak menyebutnya sebagai teroris. Lain halnya jika yang terduga pelakunya adalah umat Islam, maka hampir seluruh media massa meliput dan disiarkan berulang-ulang. Alhasil, terbentuklah kesan ditengah-tengah masyarakat bahwa pelaku terorisme memang adalah umat islam.

Kejadian ini kembali mengiris hati kaum muslim, pasalnya kasus ini pula tidak disebutkan sebagai tindak terorisme melainkan ‘Penembakan Brutal’ dari aksi gila pelaku penembakan. Jika dilihat dari realitas yang ada, maka tindakan terorisme ini dapat dilakukan oleh individu, kelompok, bahkan oleh Negara. Singkatnya, semua tindakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan demi meraih tujuan-tujuan politik tertentu, dilakukan oleh siapapun, sebetulnya adalah terorisme. Lantas mengapa tindakan biadab ini tidak dialamatkan tindak terorisme? Mungkinkah ‘Isu Islamophobia’ kembali dinyanyikan oleh pihak tertentu untuk menakut-nakuti kaum muslim? Atau membuat orang-orang disekitar kaum muslim merasa tidak aman? Dan kian terpuruk, sehingga terkesan pengalamatan terorisme ini adalah hak waris kaum muslim.

Tingkat keterancaman yang tinggi ditetapkan di Selandia Baru justru mengundang tanya, ada apa dibalik kasus ini? Disatu sisi kasus ini sengaja dibuat agar terkesan mengancam dikarenakan keberadaan kaum muslim di Selandia Baru yang menjadi sasaran pelaku terorisme. Namun disisi lain, justeru lebih nampak bahwa pihak pemerintah ingin menutup-nutupi kejadian ini agar tidak tersebar di pelosok negeri.

Lalu mengapa hal ini terkesan tabu? Pasalnya, kasus seperti ini kemungkinan akan seperti problem-problem serupa sebelumnya. Beritanya akan tenggelam seperti tidak ada kejadian apa-apa yang menimpa kaum muslim dinegeri minoritas, meski disisi lain juga digunakan untuk keperluan politik. Hal ini terbukti dengan adanya himbauan untuk tidak menyebarkan bukti tindak terorisme ini.

Kaum muslim diupayakan untuk tidak mendekati masjid dalam kurun waktu tertentu untuk menghindari bahaya lanjutan. Anehnya, ini seperti menguatkan diagnosa phobia agar kaum muslim jauh dari masjid yang sejatinya sebagai tempat ibadah ataupun menuntut ilmu. Ditambah lagi kaum muslim akan dijadikan alasan untuk berhati-hati bahkan menghindari dan merasa takut kepada kaum muslim. Meski posisinya muslimlah yang menjadi korban.

Inilah ‘Isu Islamophobia’ yang sengaja dirancang agar kaum muslim benar-benar takut dengan keimanannya. Menjauh dari masjid bahkan sampai menanggalkan identitas keislamannya. Ini pulalah indikasi kepanikan kaum penjajah jika sekiranya kaum muslim kembali bersatu, maka dibuatlah isu ini untuk kembali menggoreng keimanan terhadap Islam.

Islam Menjaga dan Melindungi Jiwa Semuanya

Tentunya peristiwa ini kembali menyisakan duka yang mendalam. Bagaimana tidak, Islam telah menyampaikan bahwa sejatinya kaum muslim satu dan yang lainnya, baik dibelahan bumi bagian manapun, mayoritas atau minoritas, mereka semua adalah ‘Satu Tubuh’. Bila mana salah satu bagian tubuh itu sakit, maka bagian tubuh yang lain juga akan merasa kesakitan. Begitulah Islam.

Namun sampai kapan keadaan ini terus menimpa kaum muslim. Sedang bagi Allah SWT. nyawa seorang mukmin sangat berharga. Dari al-Barra’ bin Azib radiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmidzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Ini membuktikan terjamin dan terjaganya jiwa semuanya jika itu Islam yang melakukannya. Sebab Islam adalah agama sekaligus politik yang mampu mengurusi urusan umat. Kebutuhan akan perisai yang akan melindungi seluruh umat dari ancaman adalah kebutuhan mendesak. Olehnya itu, sudah saatnya umat menanggalkan kepercayaannya pada sistem kepemimpinan kufur saat ini, sebab aturan saat ini telah mati rasa cinta, kasih dan kemanusiaannya.

Saatnya kembali pada kepemimpinan Islam yang akan melindungi seluruh umat, menjamin dan menjaga semuanya ketika syariatnya diterapkan secara kaffah (menyeluruh). Wallahua’lam bishawab.

Komentar