Solusi Semu Atasi Kemiskinan dalam Sistem Kapitalisme

Opini1,383 views

Oleh: Dewi Sartika (Pemerhati Umat)

Kemiskinan masih menghantui negeri ini. Seperti yang terjadi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, meski jumlahnya mengalami penurunan. Namun, masih terdapat 31 ribu warga miskin yang tinggal disana. Seperti di lansir dari MediaKendari.com KONAWE – Sebanyak 31 ribu orang di Konawe masuk kategori miskin, di tahun 2019. Jumlah itu lebih rendah dibanding tahun 2018 lalu, dimana jumlah warga miskin sebanyak 33.400 orang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Konawe, untuk presentase kemiskinan di Konawe tahun 2019 sebesar 12.34 persen. Jumlah itu menurun 1,14 persen dibanding presentase tahun 2018 lalu dimana angka kemiskinan sebesar 13.48 persen.

“Dalam menghitung angka kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan warga dalam memenuhi kebutuhan dasarnya atau basic needs approach,” kata Kepala BPS Kabupaten Konawe, Sultriawati Efendy, Kamis, (23/1/2020).

“Angka penurunan ini disebut terus terjadi karena berhasilnya program kesejahteraan milik pemerintah seperti bantuan sosial hingga bantuan pangan non tunai,” ungkap Sultriawati.

Melalui bantuan sosial yang dialokasikan pemerintah digadang-gadang dapat membantu menurunkan angka kemiskinan yang ada, dana ini diberikan secara tunai dan non tunai. Yang non tunai berupa sarana  seperti pembuatan kolam perikanan, bidang pertanian, serta peternakan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun, pertanayaannya seberapa efektifkah program tersebut dalam menurunkan angka kemiskinan?. Sebab kemiskinan yang terjadi di negeri ini adalah kemiskinan struktural/sitemik yang disebabkan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme. Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. 

Di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka. Selain itu, dalam menentukan masyarakat miskin tidak bisa hanya mengunakan data persentase, tetapi harus dengan pengecekan secara reel bagaimana fakta yang terjadi di masyarakat. Sebagai mana yang dilakukan oleh khalifah Umar Bin Khatab yang selalu keliling patroli pada malam hari, dan mendapati rakyatnya menagis karena kelaparan, lalu khalifah Umar memanggulkan sendiri gandum dari Baitul Mal (pos penyimpanan harta) untuk diberikan kepada rakyatnya yang kelaparan tersebut. Masih adakah pemimpin yang seperti Umar bin Khatab saat ini?

Masyarakat dikategorikan miskin adalah masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan serta pendidikan jika kesemuanya ini tidak dapat mereka penuhi berarti ia dikategorikan sebagai rakyat miskin.

Bantuan yang diprogramkan pemerintah saat ini masih jauh panggang dari api,  sebab tidak menyentuh akar permasalahan. Sistem kapitalis yang berlandaskan asas manfaat tidak dapat menyelesaiakan persoalan secara keseluruhan. Disamping itu, bantuan yang diberikan berupa jangka pendek, serta tidak semua masyarakat merasakan bantuan tersebut masih banyak rakyat miskin lainya  mereka harus banting tulang hanya untuk sesuap nasi.

Dalam Islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan, tetapi dari pemenuhan kebutuhan (pokok) secara perorangan. Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan secara layak.  Dan islam pun memiliki cara jitu dalam mengatasi kemiskinan

Pertama: Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233). Rasulullah saw. juga bersabda: “Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain” (HR ath-Thabarani).

Kedua: Secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu”  (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).

Ketiga: Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda:“Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad). Pun juga, Negara berkewajiban mengelola sumber daya alam yang ada untuk kemaslahatan umat bukan untuk kepentingan swasta atau individu. Sehingga masyarakat tidak lagi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, kesehatan serta pendidikan ya.

Banyak teladan yang diberikan oleh pemimpin/Khalifah dalam memberikan serta menjamin kebutuhan masyarakatnya. Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang. Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.

Demikian Islam memberikan solusi yang begitu sempurna dalam mengatasi kemiskinan, namun kesejahteraan dan kejayaan yang kita impikan saat ini tidak akan pernah kita dapatkan ketika sistem yang diterapkan bukan sistem dari sang pencipta ,Alias sistem buatan manusia. Saatnya berjuang bersama sama untuk menegakkan hukum hukum Allah yang dapat mewujudkan kesejahteraan, keamanan, dan kejayaan dimuka bumi ini.

Wallahu A’lam Bishawab

Komentar