Oleh: Yuni Damayanti (Pemerhati Sosial, Konawe, Sulawesi Tenggara)
Belum lama ini publik digegerkan oleh berita pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu (NP) di daerah kebon jeruk. NP mengaku menyesal telah menyiksa NZL (2,5) hingga tewas dengan digelonggong air. Selain itu sang ibu juga mengaku tidak bisa mengontrol emosinya. NZL digelonggong air secara terus-menerus selama 20 menit hingga muntah-muntah dan akhirnya meninggal dunia (Detik.com, 25/10/2019).
Sunguh miris rupanya kejadian ini dilatarbelakangi stres dan rasa kesal sang ibu karena diancam cerai oleh suaminya, jika anaknya dalam kondisi kurus. NP menjadi tertekan hingga mengambil jalan pintas menggemukkan anaknya dengan cara digelonggong air. Kanit reskrim Polsek Kebon Jeruk AKP Irwandhy Idrus pun mengatakan bahwa bagaimana bisa membuat gemuk dari masalah ekonomi, dalam rumah tangganya memangtidak mempunyai gizi yang cukup (Islampos.com, 25/10/2019).
Kasus pembunuhan seperti ini bukan kali pertama terjadi, masih banyak kejadian serupa dikalangan masyarakat. Selain masalah ekonomi dan tekanan dari suami, menurut laman Heathline ada tiga sindrom penyebab ibu tega membunuh anaknya sendiri. Pertama, postpartum blues/baby blues. Biasanya terjadi pada 50 hingga 75 persen ibu baru dalam beberapa hari hingga seminggu setelah melahirkan. Saat mengalami hal tersebut, ibu biasanya akan mengalami perasaan sedih, cemas, dan sering menangis.
Kedua, depresi pascapersalinan. Gejala-gejala ini mirip dengan postparftum blues dan termasuk kurangnya energi, masalah memori, kesedihan, kecemasan atau perasaan bersalah. Jenis depresi ini bertahan hingga satu tahun dan bisa diobati dengan psikoterapi, pengobatan atau kombinasi keduanya.
Ketiga, psikosis persalinan. Psikosis postpartum jarang terjadi dan biasanya timbul dalam satu atau dua minggu setelah melahirkan. Ini termasuk halusinasi, disorentasi, paranoia, atau keinginan untuk menyakiti bayi.
Kasus pembunuhan NZL tidak dipengaruhi ketiga sindrom tersebut, melainkan murni tekanan suami dan faktor ekonomi. Hidup dibawah sistem sekuler saat ini, perempuan dibiarkan menghadapi berbagai macam masalah sendiri. Seharusnya perempuan hanya disibukkan dengan mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, tanpa harus memikirkan beban ekonomi.
Jika negara melakukan perannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyatnya, dan mengatur kestabilan harga bahan pangan sehingga rakyat mudah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka perempuan tidak stres dalam mengatur keuangan keluarga. Gangguan psikologi karena stres dan tekanan ekonomi menjadi salah satu penyebab perempuan kehilangan naluri keibuannya. Lagi-lagi sekulerisme telah berhasil merubah perempuan sebagai makhluk penyayang menjadi beringas.
Sementara dalam Islam negara bertanggungjawab mewujudkan kestablian ekonomi yang menjadi urat nadi kehidupan rakyat, konsentrasi negara tidak hanya pada pengurangan angka kemiskinan dan kelaparan, namun bagaimana kesejahteraan mampu menyentuh setiap individu rakyat.
Kesejahteraan tidak hanya tercukupi kebutuhan asasi (sandang, pangan, dan papan) namun juga didorong mampu meraih kebutuhan sekunder secara makruf. Selain itu negara secara langsung akan memenuhi kebutuhan pokok publik berupa layananan kesehatan, pendidikan yang layak, dan keamanan bagi rakyatnya. Terpenuhinya kebutuhan pokok dan adanya jaminan kesejahteraan dari negara meringankan beban perempuan dalam menjalankan tugasnya sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga).
Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Di pundak ibulah terletak tanggung jawab perkembangan ruhiyah (mental), aqliyah (intelektual) dan jasadiyah (fisik) seorang anak. Dibutuhkan ilmu yang mumpuni bagi seorang ibu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mencetak generasi hebat. Memperhatikan asupan gizinya guna menjaga kesehatan fisiknya dan mendidik akhlaknya.
Allah swt. berfirman dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”
Kesadaran akan beratnya tanggug jawab sebagai seorang ibu akan menuntun perempuan untuk berhati-hati dalam melakukan segala hal dalam kehidupanya. Akidah akan membimbingnya menjadikan syariat sebagai sumber hukum, sehingga sesulit apa pun kondisinya tidak akan menjadikanya kehilangan rasa kasih sayang.
Demikianlah gambaran jika sistem Islam diterapkan, maka tidak ada lagi perempuan stres karena tekanan ekonomi maupun psikologi, karena negara telah menjamin kesejahteraan rakyatnya. Selain itu keimanan yang kuat akan mendorong perempuan untuk merawat anak-anaknya dengan baik, mendidik dengan maksimal karena sadar bahwa anak adalah investasi akhirat yang mampu mengantarkan orang tuanya ke surga kelak.
Wallahu a’lam bisshowab.
Komentar