Demonstrasi Berujung Maut, Mardin: Kita Berduka Tapi Penegakan Hukum Jangan Lupa

Sultra Raya559 views

Eks Ketua KAMMI Kendari Mardin. Foto: Istimewa.

Kendari – Aksi demonstrasi di Kendari pada Kamis (26/9) berbuntut dengan meninggalnya dua mahasiswa asal Universitas Halu Oleo (UHO) yakni Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi. Mantan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) Kendari Mardin Ali Hilman menyesalkan jatuhnya korban pada peristiwa tersebut.

“Demonstrasi berdarah sekaligus korban nyawa adalah tumbal dari kecilnya pengetahuan pemerintah terkait sejumlah rangkaian rancangan undang-undang yang menuai polemik dan dinilai multitafsir itu,” kata Mardin dalam keterangannya, Minggu (28/9/2019).

“Menurut pengalaman lapangan saya memang sudah sering terjadi kekeliruan kontak antara mahasiswa dan polisi pada saat demonstrasi. Hal ini bisa saja terjadi apabila kajian isu dimasing-masing pihak tidak tersusun rapi. Namun lepas dari semua itu justru kita harus bertanya kenapa mesti menembak dan tembakan tersebut diarahkan ke massa demonstran,” imbuhnya.

Mardin juga mempertanyakan apakah polisi yang turun dilapangan mengetahui regulasi mengenai batasan dari penggunaan senjata. Jika merujuk pada Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 dan Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009, lanjut Mardin, senjata api hanya boleh digunakan dalam keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian, dan luka berat, serta mencegah terjadinya kejahatan berat atau mengancam jiwa orang.

“Aturan ini bersifat secara keseluruhan terkait penggunaan senjata beserta amunisinya entah itu menggunakan peluruh asli atau karet. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak, mahasiswa, pendemo, polisi pengamanan, bahkan lebih-lebih lagi adalah pihak yang didemo,” ujarnya.

“Itupun pemahaman saya penembakan itu seharusnya dilakukan sebagai langkah terakhir namun sebagai bentuk peringatan. Nembaknya seharusnya ke atas bukan kearah massa. Andaipun kearah massa maka bagian tubuh yang mana yang harus ditembak,” jelasnya.

Selain itu, Mardin juga menyampaikan belasungkawa kepada dua korban. Dimana diketahui salah satu korban yakni Randi merupakan anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kendari.

“Selaku orang yang pernah berkecimpung di Ikatan Remaja Muhammadiyah saya turut berduka cita atas meninggalnya salah satu aktivis IMM yang terlibat pada peristiwa demonstrasi tersebut juga sebagai perwakilan aktivis saya sangat menyayangkan tindakan anggota kepolisian,” ujarnya.

“Saya secara pribadi menganggap sekalipun kita berduka tapi tetap berharap hukum ditegakkan sebagai gambaran bahwa kita semua adalah orang-orang terpelajar. Semoga dengan kejadian ini polisi bisa mengontrol kembali bahkan melakukan pendidikan serta sosialisasi kepada seluruh anggotanya terkait kaitan penggunaan senjata terhadap massa demonstran,” pungkasnya.

Sementara itu, dilansir dari detikcom, pihak kepolisian melalui Kapolda Sultra Brigjen Iriyanto memastikan, saat pengamanan unjuk rasa, tidak seorang pun anggotanya membawa senjata. Dia menjelaskan anggota tak dibekali senjata sesuai dengan instruksi Kapolri.

“Sesuai SOP dan arahan dari Kapolri, saat pengamanan aksi unjuk rasa, tidak ada anggota kami yang bawa senjata. Jangankan peluru karet, peluru hampa saja kami tidak diizinkan,” ungkap Iriyanto saat jumpa pers di Mapolda Sultra, Jumat (27/9).

“Sebelum pengamanan itu, kami cek dulu, jangan sampai ada yang bawa senjata. Kalau gas air mata, itu sudah sesuai SOP, begitu juga dengan water cannon,” pungkasnya.

bni/rls/det

Komentar